tirto.id - Perbedaan Wolbachia dan Japanese Encephalitis harus benar-benar dipahami agar tidak menimbulkan informasi yang salah. Meski sama-sama berhubungan dengan nyamuk, Wolbachia dan Japanese Encephalitis sebenarnya adalah dua hal yang berbeda dan tidak berkaitan satu sama lain.
Belakangan ini, Wolbachia dan dan Japanese Encephalitis (JE) memang jadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Sosialisasi nyamuk ber-Wolbachia oleh pemerintah berbarengan dengan maraknya kasus penyakit JE di berbagai daerah.
Dari sinilah muncul salah paham dan banyak orang mengira bahwa nyamuk ber-Wolbachia dapat menyebabkan penyakit JE. Hal ini pula yang akhirnya membuat sebagian masyarakat menolak penyebaran nyamuk Wolbachia di daerahnya.
Perbedaan Wolbachia dan Japanese Encephalitis
Perlu dipahami bahwa nyamuk Wolbachia tidak sama dengan nyamuk penyebab penyakit Japanese Encephalitis. Agar lebih mudah memahami perbedaannya, berikut beberapa poin yang perlu diperhatikan:
1. Perbedaan jenis Wolbachia dan Japanese Encephalitis
Dilansir dari laman resmi World Mosquito Program (WMP) Wolbachia adalah sejenis bakteri alami yang sangat umum. Bakteri ini dapat ditemukan di 50 persen spesies serangga, termasuk nyamuk, lalat buah, ngengat, kupu-kupu, dan capung.
Berbeda dengan Wolbachia, Japanese Encephalitis adalah nama virus yang menyebabkan penyakit radang otak (ensefalitis). Radang otak ini kemudian disebut juga seperti nama virusnya, yaitu Japanese Encephalitis atau JE.
2. Beda nyamuk Wolbachia dan nyamuk penyebab Japanese Encephalitis
Istilah nyamuk Wolbachia sebenarnya mengacu pada jenis nyamuk Aedes aegypti yang mengandung bakteri Wolbachia di dalamnya. Aedes aegypti sendiri merupakan jenis nyamuk yang dapat menularkan beberapa virus, contohnya virus Zika, chikungunya, yellow fever, hingga virus dengue penyebab demam berdarah dengue (DBD).
Akan tetapi, Wolbachia tidak ditemukan secara alami pada nyamuk jenis Aedes aegypti. Guna menghasilkan Aedes aegypti ber-Wolbachia, maka bakteri ini harus dimasukkan terlebih dahulu ke dalam tubuh nyamuk tersebut.
Sementara itu, Japanese Encephalitis adalah virus/penyakit yang ditularkan lewat nyamuk Culex. Virus JE sebenarnya membutuhkan hewan seperti babi, kerbau, dan beberapa jenis burung untuk dijadikan inang agar bisa bertahan hidup.
Virus yang ada di dalam hewan inang ini kemudian menular kepada manusia lewat gigitan nyamuk Culex. Nyamuk Culex biasanya menggigit saat malam hari dan berkembang biak di genangan air seperti kolam atau sawah.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa nyamuk Wolbachia tidak ada kaitannya dengan penyakit Japanese Encephalitis karena jenis nyamuknya memang berbeda.
3. Perbedaan sifat Wolbachia dan Japanese Encephalitis
Wolbachia diklaim menguntungkan karena diyakini mampu mengatasi masalah penyakit DBD di Indonesia. Saat Wolbachia dimasukkan ke dalam nyamuk Aedes aegypti, bakteri ini diketahui mampu menghentikan replikasi virus dengue di dalam tubuh nyamuk tersebut. Dengan demikian, risiko penularan DBD oleh Aedes aegypti dapat menurun.
WMP sendiri sudah melakukan uji coba dan hasilnya adalah angka kasus DBD diketahui menurun 77 persen dan angka rawat inap akibat DBD turun hingga 86 persen. Terobosan nyamuk ber-Wolbachia ini juga diklaim aman bagi manusia maupun lingkungan hidup.
Di sisi lain, Japanese Encephalitis justru bersifat merugikan kesehatan manusia. Penyakit JE termasuk berbahaya karena sekitar 16-30 persen kasusnya menyebabkan kematian, sedangkan pasien JE yang bertahan hidup biasanya akan tetap mengalami gejala sisa seperti gangguan saraf.
Seseorang yang terkena Japanese Encephalitis biasanya mengalami gejala demam, sakit kepala, kesadaran menurun, kesulitan bicara, gangguan motorik, hingga kejang (terutama pada anak-anak).
Penulis: Erika Erilia
Editor: Nur Hidayah Perwitasari