Menuju konten utama

Beda Jawaban Keluarga & TNI soal Warga di Lokasi Ledakan Garut

Kakak korban mengeklaim dia dan korban telah bekerja selama 10 tahun bekerja memusnahkan amunisi TNI dan membantah berstatus sebagai pemulung.

Beda Jawaban Keluarga & TNI soal Warga di Lokasi Ledakan Garut
Petugas TNI, Polri bersama keluarga korban membawa peti jenazah korban ledakan pemusnahan amunisi untuk dimasukkan ke dalam mobil ambulans di RSUD Pameungpeuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Selasa (13/5/2025). Polda Jabar dan Kodam III Siliwangi memulangkan jenazah warga sipil yang menjadi korban pada ledakan pemusnahan amunisi kepada keluarga setelah dilakukan identifikasi selama kurang lebih 24 jam. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/rwa.

tirto.id - Agus Setiawan, yang merupakan kakak kandung dari salah satu korban ledakan amunisi TNI di Garut, Jawa Barat, membantah bahwa adiknya, Rustiawan, adalah pemulung. Agus menegaskan bahwa dirinya dan Rustiawan bekerja dengan TNI.

Hal itu diungkapkan Agus saat dikunjungi Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Ia menanggapi kabar bahwa warga yang berada di lokasi ledakan amunisi TNI di Garut adalah pemulung.

"Kebetulan saya sama adik saya kerja di situ," kata Agus saat ditanya Dedi sebagaimana di akun resmi YouTube Dedi Mulyadi, dikutip Rabu (14/5/2025).

Kepada gubernur yang kerap disapa KDM itu, Agus mengaku memang bekerja untuk membuka amunisi yang sudah dimusnahkan. Dia bekerja di TNI diajak oleh adiknya, yang menjadi salah satu korban ledakan amunisi TNI di Garut, Jawa Barat beberapa waktu lalu.

Setiap harinya, Agus mengaku diberi upah oleh adiknya Rp150.000. Pekerjaan ini sudah dijalaninya lebih dari 10 tahun dan tanpa ada kejadian ledakan apapun.

"Otodidak pak. Selama 10 tahun alhamdulillah tidak terjadi apa-apa. Itu juga mungkin kalau dilihat dari fisik sudah yakin enggak akan meledak," ucap Agus.

Menurut Agus, saat peristiwa memang akan dilakukan pemusnahan dengan cara merendam amunisi dengan air laut di dalam sebuah jeriken. Pemusnahan amunisi dilakukan dengan menggunakan air laut karena pengikisan selalu berhasil membuat amunisi itu berkarat dan membusuk.

"Sebenarnya itu tidak diledakkan, sebenarnya mau direndam dengan air laut. Kan kalau air laut, dia cepat bikin karat bisa cepat busuk karena kalau diledakan jarang habis semua, bandel. Mau direndam biar busuk di dalam drum pakai air laut biar busuk," tutur Agus.

Agus mengaku sempat mendengar dari teman lainnya bahwa amunisi itu sudah sempat diperam dengan pupuk terlebih dahulu sebelum akhirnya dimasukan dalam drum untuk direndam air laut. Hal itulah yang diduga Agus menjadikan amunisi panas dan meledak.

"Itu yang dua dengar dari temen pakai pupuk, saya engga sempet nanya sama adik saya. Kalau engga nemu air laut biasanya sudah aja langsung dilempar ke laut daripada begitu bahayanya. Ini belum direndam baru mau, keburu ngebeleduk," ujar Agus.

Di sisi lain, TNI masih terus melakukan investigasi untuk menelusuri penyebab meledaknya amunisi tersebut. Selain itu, TNI juga tengah didalami bagaimana warga bisa ada di area pemusnahan.

"Itu (status korban yang dipekerjakan untuk membuka amunisi) masuk dalam poin-poin yang sedang diinvestigasi oleh tim ya," ungkap Kadispenad TNI, Brigjen Wahyu Yudhayana, kepada reporter Tirto.

Sebelumnya, mengutip pemberitaan KompasTV, Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayor Jenderal TNI Kristomei Sianturi, menyebut warga biasanya mengumpulkan logam bekas selongsong yang dimusnahkan untuk dijual kembali.

"Memang biasanya di sana apabila selesai peledakan, masyarakat datang untuk mengambil sisa-sisa peledakan tadi, apakah sisa-sisa logamnya yang dikumpulkan, tembaga, atau besi bekas granat, mortir," kata Kristomei kepada KompasTV, Senin (12/5/2025).

Baca juga artikel terkait LEDAKAN AMUNISI GARUT atau tulisan lainnya dari Ayu Mumpuni

tirto.id - Flash News
Reporter: Ayu Mumpuni
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Andrian Pratama Taher