tirto.id - Seekor Pesut Mahakam bernama Mr. Four ditemukan mati di kawasan perairan Bukit Jering, Kalimantan Timur, pada Minggu, 25 Februari 2024. Pembangunan IKN disebut-sebut menjadi penyebab utama kematian.
Kabar Pesut Mahakam yang ditemukan mati di Bukit Jering, Kalimantan Timur, menjadi viral setelah diunggah salah satu akun X (Twitter) atas nama @MongabayID.
"Pada tanggal 25 Februari 2024, seekor Pesut Mahakam dewasa jantan yang telah dikenal sebagai Mr. Four ditemukan meninggal," tulisnya, Selasa, 27 Februari 2024.
Sang pemilik akun juga menambahkan foto yang menampakkan dua orang sedang mengukur bangkai hewan pesut yang mengambang di atas air. Pada foto kedua, salah satu orang menaiki sebuah perahu hingga besar Pesut Mahakam nyaris seperti perahu.
Foto tersebut disertai narasi. Isinya kabar duka terkait kematian seekor Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris). Setelah dilakukan proses identifikasi, pesut ini bernama Mr. Four. Ia tercatat sejak tahun 1999 dan memiliki ciri khas sirip punggung.
Postingan tersebut sudah ditonton sebanyak 2,3 juta kali. Para pengguna dunia maya juga telah melakukan re-tweet 3 ribu kali hingga menimbulkan beragam komentar.
Akun @jellypastaa mengklaim pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) menyebabkan habitat Pesut Mahakam tercemari limbah tambang.
"Orang-orang yang bela IKN: "ga ada efeknya pembangunan IKN dan satwa liar sekitarnya". Belom selesai dibangun aja, air tempat pesut mahakam udah tercemari limbah tambang. Bukannya diperbaiki dan dicari solusi, ditambah lagi kerusakannya dengan bangun ibu kota," tulisnya.
Ia menambahkan, beberapa penyebab Pesut Mahakam nyaris punah dikarenakan pencemaran lingkungan, suara kapal, dan tertabrak kapal. Selain Pesut Mahakam, hewan lain yang mengalami kondisi sama adalah burung, orangutan, bekantan, dan macan
Mengutip berita media lokal Kaltim Today, Pesut Mahakam berjenis jantan itu awalnya ditemukan mati oleh warga asal Desa Bukit Jering, Muara Kaman, pada Rabu, (21/2). Lokasi penemuan ada di kawasan perairan Sungai Mahakam, Kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara (Kukar).
Danielle Kreb, peneliti yayasan konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) bersama Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak lantas turun tangan guna mengamankan bangkai hewan.
Mereka kemudian menyerahkan Pesut Mahakam kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim. Menurut Kreb, nama Pesut Mahakam ini adalah Four atau nomor empat. Alasannya, pada saat proses analisa tahun 1999, ia bernomor empat. Usianya kini minimal sudah 25 tahun.
Bangkai Pesut Mahakam akan dilakukan upaya nekropsi (bedah bangkai hewan) oleh tim BKSDA Kaltim guna mengetahui penyebab kematian.
Apa Saja Beda Dugong dan Pesut Mahakam?
Dugong dan Pesut Mahakam termasuk hewan mamalia air. Mereka memiliki sejumlah perbedaan dari segi fisik hingga habitat asli.
Dugong atau duyung tergolong anggota Sirenia dan dikenal sebagai sapi laut. Dugong bisa bertahan hingga usia 22 tahun. Hewan ini bukan sejenis ikan. Pasalnya, duyung menyusui anak dan kerabat evolusi gajah.
Secara fisik, ciri-ciri dugong alias duyung di antaranya adalah kepala ukuran besar, warna pupil gelap, dan bola mata putih pucat. Habitat asli dugong ada di perairan pesisir. Sumber makanan berupa rumput laut. Dugong tidak melompat dan tidak suka berloncatan di air.
Sementara pesut dikenal sebagai lumba-lumba air tawar. Nama lainnya Irrawaddy Dolphin. Hewan mamalia ini kondisinya sekarang terancam punah. Orcaella brevirostris, nama latin pesut, masuk ordo Catacea, subordo Odontoceti dan family Delphinidae.
Pesut biasa dijumpai di wilayah perairan Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Alhasil, mereka disebut Pesut Mahakam. Ciri-ciri fisik pesut berupa bentuk kepala yang tumpul atau bulat dan hidup di air tawar. Tubuhnya berwarna abu-abu dan pucat di bagian bawah.
Sirip punggung kecil dan dahi tinggi bundar. Sedangkan sirip dada lebar. Mereka memiliki dahi yang tinggi dan bundar. Habitat pesut ada di sungai dan pesisir. Makanannya berupa ikan-ikan kecil. Pesut gemar melompat dan suka berloncatan di air.
Penulis: Beni Jo
Editor: Dipna Videlia Putsanra