tirto.id - Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat mulai beroperasi pada hari ini, Senin (25/3/2019). Proyek ini diharapkan mampu mengatasi persoalan pengelolaan sampah.
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dari proyek PLTSa sebesar 65 persen.
"TKDN kita 65 persen," kata Hammam, di Bantar Gebang, Senin (25/3).
Ia menjelaskan, meskipun peralatan lainnya sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Namun mesin berat dan beberapa alat eskalator datar masih diambil dari Cina dan India.
"Hampir 65 persen [TKDN] karena hanya steam engine, tapi mesinnya kita impor dari India, steam turbine, yang Cina itu lantainya," jelas dia.
Selain di Bantar Gebang, teknologi ini juga akan diaplikasikan ke 12 kota lain yang memiliki permasalahan pengelolaan sampah. Proyek ini menjadi prioritas karena pada tahun 2021 Bantar Gebang sudah tidak bisa lagi menampung sampah.
Pasalnya, selama ini Bantar Gebang sudah mendapat kiriman 8.000 ton sampah dari berbagai wilayah serta 1.800 ton sampah lainnya dari kawasan Tangerang Selatan.
Output listrik yang dihasilkan mencapai 750 kWh. Listrik yang digunakan untuk keperluan internal PLTSa. Pembangunan PLTSa Bantar Gebang dimulai pada 2018. Sumber dana pembangunan dari APBN BPPT dan APBD DKI Jakarta.
Terkait persoalan sampah ini, Menristekdikti Mohamad Nasir mengatakan, DKI Jakarta menghasilkan 8.000 ton sampah per hari. Sementara Kota Bekasi mencapai 1.800 ton.
Untuk itu, Ia berharap keberadaan PLTSa ini dapat menyelesaikan masalah sampah, baik di DKI maupun di Kota Bekasi.
"Jadi (total) 10 ribu ton sampah. Karena hanya mampu produksi 100 ton/hari, tapi bagaimana 2.000 ton per hari. Jangan sampai berpikir (soal) komoditas kita dalam menyelesaikan sampah, tapi bagaimana Jakarta, Bekasi, dan kota bersih. Jangan bicara cost per kWh," ujar Nasir melalui keterangan tertulis.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Alexander Haryanto