tirto.id - Dittipidum Bareskrim Polri mengungkap sejumlah kejanggalan dalam proses penyidikan kasus kematian Brigadir Nurhadi. Kasus itu diketahui hingga kini masih ditangani Polda Nusa Tenggara Barat (NTB).
Direktur Tipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Raharjo Puro, menjelaskan dalam penanganan kasus ini terdapat dua kejanggalan yang ditemukan. Dia menyebut, kejanggalan dimulai dari klinik tempat pertama diperiksa.
"Klinik pertama tidak mendokumentasikan luka korban karena tekanan dari pihak tertentu. Ini diduga dilakukan salah satu tersangka. Selain itu adanya dugaan intimidasi salah satu tersangka terhadap dokter agar tidak menjalankan SOP medis," ucap Djuhandani dalam keterangan resmi, Sabtu (12/7/2025).
Lebih lanjut, Djuhandani mengemukakan dari hasil analisis tim asistensi ditemukan adanya ketidaksesuaian waktu pelaporan, olah TKP, dan permintaan autopsi yang baru dilakukan beberapa hari setelah kejadian. Selain itu, proses pengumpulan alat bukti forensik digital belum dilakukan secara menyeluruh saat awal penanganan.
"Penetapan pasal juga masih belum final, antara opsi Pasal 359 KUHP mengenai kelalaian menyebabkan kematian dan Pasal 351 Ayat 3 KUHP tentang penganiayaan berat, maupun potensi Pasal 338 tentang pembunuhan," tutur dia.
Fakta lain yang ditemukan tim asistensi, kata Djuhandani, adalah penggunaan narkoba oleh korban dan beberapa tersangka. Dia juga menyebut adanya video yang menunjukkan korban masih hidup beberapa saat sebelum dinyatakan meninggal.
Djuhandani mengungkap, tim asistensi juga mengungkap adanya saksi kunci yang keterangan dan kehadirannya di lokasi perlu diverifikasi lebih lanjut. Saksi kunci itu adalah istri korban dan tersangka lain.
"Bukti dan data digital serta forensik digital bisa menjadi alat bukti," kata dia.
Dalam penetapan pasal, kata Djuhandani, tim asistensi memandang perlu adanya penerapan pasal 221 KUHP tentang menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang ditutup karena kejahatan/memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan (obstuction of justice).
"Pasal ini bisa jadi sebagai petunjuk pelaku utama," tutup dia.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama
Masuk tirto.id


































