Menuju konten utama

Bagaimana Internet of Things Bekerja di Dunia Otomotif

Hadirnya IoT dalam dunia otomotif sesungguhnya menuntut pengguna untuk jadi lebih cerdas pula.

Bagaimana Internet of Things Bekerja di Dunia Otomotif
ilustsai internet of things [foto/shutterstock]

tirto.id - Serial televisi Knight Rider yang sempat ditayangkan di Indonesia membuat saya, ketika kecil, berfantasi akan adanya layar interaktif di dalam mobil milik ayah. Tiap kali diajak pergi dengan mobil, saya menganggap panel-panel yang ada di dasbor sebagai bagian dari layar interaktif ala K.I.T.T. di Knight Rider.

Hampir tiga puluh tahun berselang sejak itu, para pemilik mobil keluaran terbaru kini sudah bisa merasakan apa yang dulu dirasakan David Hasselhoff.

Melihat perangkat komputer di sebuah mobil bukanlah hal mengejutkan lagi hari ini. Bahkan, prediksi pertumbuhan industri otomotif berbasis internet of things (IoT) yang dikeluarkan Precedence Research mengindikasikan bahwa teknologi sudah betul-betul tak bisa dipisahkan dari pengembangan kendaraan.

Saat ini, menurut temuan lembaga riset Marketsand Markets, nilai dari pasar industri otomotif berbasis IoT telah mencapai angka US$131 miliar. Lalu, pada 2030 nanti, berdasarkan prediksi Precedence Research, nilainya bisa menembus US$622 miliar. Artinya, hanya dalam waktu enam tahun, nilai dari industri ini bisa naik hingga tiga kali lipat.

Namun, apa sebenarnya IoT dalam industri otomotif itu? Bagaimana ia bekerja?

Sudah Lazim

Karena "ulah" sejumlah pejabat Republik ini, istilah IoT jadi terkesan seperti istilah yang rumit dan ndakik-ndakik. Padahal, penerapan dari IoT di dunia otomotif sebenarnya sudah tergolong lumrah. Yang paling umum ditemui, misalnya, sistem navigasi berbasis global positioning system (GPS).

Saat ini, mobil-mobil keluaran terbaru bisa dipastikan telah dilengkapi dengan sistem navigasi seperti itu. Sistem navigasi GPS sendiri bisa dikategorikan dalam IoT otomotif karena ia pada prinsipnya adalah berbagai perangkat yang dipasang di sebuah kendaraan untuk berkomunikasi dengan sistem eksternal lain serta mengumpulkan dan memproses data secara real time untuk meningkatkan kualitas berkendara.

Selain GPS (yang memungkinkan mobil berkomunikasi dengan satelit), ada pula IoT jenis lain yang bisa dimanfaatkan untuk memprediksi kondisi lalu lintas. Di beberapa negara, kamera CCTV lalu lintas sudah terhubung dengan cloud dan data dari sana bisa diterima oleh receiver yang ada dalam mobil. Dengan demikian, pengendara pun bisa mengetahui informasi lokasi kemacetan secara real time dan rekomendasi jalur alternatif untuk menghindarinya.

Mobil-mobil yang sudah terkoneksi (connected cars) pun bisa berkomunikasi satu sama lain seperti halnya pengguna Facebook dalam grup Info Cegatan Jogja. Sebuah mobil yang sedang berada di tengah kemacetan, misalnya, akan mengirimkan sebuah peringatan pada "saudaranya" di tempat lain untuk menghindari ruas jalan tersebut.

Pada dasarnya, dengan IoT, segala informasi yang diperlukan oleh mobil dan pengendaranya bisa dikirimkan dari jarak jauh secara otomatis. Bahkan, peranti lunak (software) yang terdapat pada mobil pun bisa diperbarui dari jarak jauh secara otomatis pula oleh produsen.

Di mobil Tesla, misalnya, pembaruan software tidak cuma berpengaruh pada tampilan atau fitur sistem komputer yang dimiliki mobil tersebut. Lebih dari itu, pembaruan software juga memungkinkan pengguna untuk mengoptimalkan kinerja baterai serta menyesuaikan tingkat keempukan atau kekerasan suspensi. Hal seperti ini memang memungkinkan bagi mobil-mobil tertentu yang segalanya bisa diatur secara elektronik.

Dengan demikian, yang diuntungkan pun tidak cuma pengguna atau konsumen, melainkan juga produsen. Dengan IoT, pengguna tak perlu lagi membawa mobil ke tempat servis karena pihak produsen cukup mengetuk layar untuk melakukan pembaruan.

Bicara soal servis, pengguna juga sangat diuntungkan dengan keberadaan IoT di dunia otomotif ini. Dengan berbagai chip dan sensor yang ditanam di seluruh bagian mobil, data performa mobil bisa dikumpulkan secara otomatis dan berkala. Maka, ketika ada bagian yang dirasa performanya sudah tak lagi optimal, pengguna bisa langsung mengetahuinya.

Inilah yang disebut sebagai predictive maintenance. Bukan rahasia lagi bahwa banyak orang yang sering lalai dalam merawat kendaraan. Tak jarang, kelalaian ini disebabkan oleh ketidaktahuan akan adanya sesuatu yang salah. Sistem predictive maintenance itu bisa sangat berguna bagi pengguna awam agar mobil mereka bisa lebih awet karena rutin diservis.

Contoh dari IoT otomotif yang juga sudah lazim digunakan adalah sistem hiburan dalam sebuah mobil. Biasanya, sistem hiburan ini bisa dikoneksikan dengan perangkat seperti ponsel pintar sehingga fungsinya pun bisa semakin bervariasi. Ketika dikoneksikan dengan ponsel pintar, perangkat tersebut bisa pula digunakan untuk menelepon atau mengirim pesan singkat, misalnya.

Selain contoh-contoh di atas, sebenarnya masih banyak lagi contoh penggunaan IoT dalam dunia otomotif. Parkir dengan remote control ala BMW, mobil swakemudi Tesla, dan manajemen armada adalah bukti lain betapa sudah masifnya penggunaan IoT di industri ini.

Tak lupa, perusahaan asuransi juga bisa memanfaatkan IoT untuk mencari tahu bagaimana seorang pengendara memperlakukan mobilnya melalui data-data yang telah dikumpulkan lewat sensor tadi.

Masih Perlu Memperluas Jangkauan Akses

Pesatnya kemajuan serta masifnya penggunaan IoT di industri otomotif sendiri tidak bisa dipisahkan dari sudah canggihnya teknologi informasi yang ada sekarang ini. Jaringan 5G, kecerdasan buatan, analisis data, sistem penyimpanan berbasis cloud, sampai teknologi-teknologi seperti sensor, kamera, dan LiDAR punya peranan besar dalam terbentuknya ekosistem IoT ini.

Namun, di sisi lain, teknologi-teknologi itu pulalah yang membuat IoT otomotif belum bisa dinikmati secara optimal di tempat-tempat tertentu. Misalnya, tempat yang belum tersentuh jaringan 5G. Tanpa jaringan 5G, pengiriman data tidak akan bisa dilakukan secara optimal.

Misalnya, dalam sistem IoT vehicle tovehicle (V2V), sebuah mobil mengirimkan informasi ke mobil lainnya bahwa telah terjadi kecelakaan sehingga pengendara harus melambatkan laju. Namun, karena koneksi belum memenuhi standar, informasi tersebut bisa jadi terlambat datang. Hasilnya, sistem asisten mengemudi (driving assistance), termasuk di dalamnya rem, pun akan telat bereaksi sehingga pengendara tidak merasakan benefit apa-apa dari IoT ini.

Masalah lain yang paling krusial adalah keamanan data. Untuk mengoperasikan mobil ber-IoT, seorang pengendara hampir dipastikan bakal menghubungkan ponsel pintarnya dengan sistem bawaan mobil. Di sinilah kemudian rentan terjadi pencurian data pribadi oleh pihak pabrikan.

Kemudian, konsumen juga bisa dirugikan oleh pihak asuransi. Sebelumnya sudah disebutkan bahwa perusahaan asuransi bisa mengetahui bagaimana seorang pengendara memperlakukan mobilnya. Namun, data ini tidak dimiliki oleh pengendara melainkan pihak pabrikan mobil. Maka, saat mengajukan klaim tertentu, seorang pengendara bisa jadi dirugikan oleh minimnya transparansi data penggunaan kendaraan ini.

Dengan demikian, keberadaan IoT dalam dunia otomotif sesungguhnya menuntut pengguna untuk jadi lebih cerdas pula. Saat ini, data adalah komoditas paling berharga. Memanfaatkan IoT berarti menyerahkan sebagian kontrol atas data pribadi untuk mendapatkan kenyamanan tertentu. Oleh karena itu, harus dipastikan jangan sampai kita kehilangan kontrol sepenuhnya atas data-data tersebut.

Baca juga artikel terkait INTERNET OF THINGS atau tulisan lainnya dari Yoga Cholandha

tirto.id - Mild report
Kontributor: Yoga Cholandha
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadrik Aziz Firdausi