Menuju konten utama
Sidang Suap Distribusi Pupuk

Asty Winasty Sebut Bowo Sidik Minta Uang Sangu Rp1 Miliar ke PT HTK

Asty Winasty menyatakan Bowo Sidik Pangarso pernah meminta uang sangu senilai Rp1 miliar usai mempertemukan PT HTK dengan sejumlah pihak, termasuk PT Pilog.

Asty Winasty Sebut Bowo Sidik Minta Uang Sangu Rp1 Miliar ke PT HTK
Terdakwa kasus dugaan suap distribusi pupuk Bowo Sidik Pangarso mendengarkan keterangan saksi pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (21/8/2019). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/nz.

tirto.id - Sidang lanjutan terdakwa suap distribusi pupuk dan gratifikasi Bowo Sidik Pangarso dilanjutkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Rabu (21/8/2019).

Dalam sidang ini, Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Marketing Manager PT HTK Asty Winasty.

Jaksa KPK Kiki Ahmad Yani menyebut, berdasar isi BAP, Bowo pernah meminta uang sangu kepada Asty dengan alasan telah membantu PT HTK bertemu dengan sejumlah pihak.

"Mbak Asty, ini kok PT HTK sudah saya bantu ketemu dengan banyak pihak kok diam-diam saja. Padahal, pihak lain yang saya bantu bertemu dengan menteri, dengan pejabat lain, yang saya bantu pertemukan dengan menteri atau pejabat lainnya selalu memberikan sangu di akhir pertemuan, sedangkan PT HTK tidak. Apakah Pak Steven tidak menyampaikan apa-apa?" Begitu kata Bowo seperti ditirukan Asty dan tercatat dalam BAP yang dibacakan jaksa Kiki.

Sesuai keterangan Asty, Bowo meminta uang dengan alasan sudah membantu PT HTK bertemu dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dalam rangka mendapatkan proyek distribusi pupuk.

Permintaan tersebut disampaikan oleh Bowo kepada Asty setelah mantan anggota DPR dari Fraksi Golkar itu bertemu dengan Steven Wang.

Adapun Steven adalah pemilik PT Tiga Macan, sekaligus orang yang menyarankan Asty menemui dan berkonsultasi dengan Bowo. Saran itu disampaikan Steven karena Bowo adalah Wakil Ketua Komisi VI DPR yang memiliki akses ke PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), induk PT Pilog.

Dalam persidangan sebelumnya, jaksa menyebut Steven adalah salah satu pihak yang diduga juga pernah menerima uang dari Asty sebanyak 3 kali. Rinciannya, pada Agustus 2018, senilai 16.700 dolar AS, lalu 15.600 dolar AS (10 Oktober 2018), dan Rp186.878.664 (21 Desember 2018).

Saat memberikan keterangan dalam persidangan hari ini, Asty membenarkan isi BAP yang memuat pernyataannya kepada penyidik tersebut.

"Saya jawab Steven tidak menyampaikan apa-apa," kata Asty menanggapi isi BAP itu.

Menurut Asty, Bowo lantas meminta dirinya menanyakan kembali kepada Steven soal uang sangu itu. Ketika ditanyakan, kata Asty, Steven menjawab bahwa Bowo menginginkan uang muka senilai Rp1 miliar.

"Sudah direalisasikan, dibayarkan secara bertahap," tegas Asty.

Dalam kasus ini, Bowo dan orang kepercayaannya, Indung, semula didakwa telah menerima uang suap dari Asty senilai Rp221 juta dan 85.130 dolar AS. Pemberian itu diduga dilakukan sebanyak enam kali.

Suap itu diberikan atas jasa Bowo membantu PT HTK mendapatkan proyek pengangkutan pupuk milik PT Pilog.

Bowo juga diduga meminta fee senilai 2 dolar AS untuk setiap metrik ton pupuk PT Pilog yang diangkut kapal milik PT HTK.

Saat mengusut kasus ini, KPK juga menyita uang Rp8 miliar dalam pecahan Rp20 ribu dan Rp50 ribu itu telah dimasukkan dalam ratusan ribu amplop.

Uang dalam amplop itu diduga bakal digunakan Bowo untuk 'serangan fajar' pada Pemilu 2019. Adapun sumber uang Rp8 miliar itu diduga dari sejumlah pihak, tak hanya PT HTK.

Bowo didakwa menerima suap dan gratifikasi. Untuk kasus suap Bowo didakwa melanggar Pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan di perkara gratifikasi, Bowo didakwa dengan Pasal 12 B ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 65 KUH Pidana.

Sedangkan Asty selaku penyuap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor.

Baca juga artikel terkait SUAP DISTRIBUSI PUPUK atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom