Menuju konten utama

Asosiasi Mamin Waswas Perang Israel-Iran Kerek Biaya Produksi

Kenaikan tarif logistik akibat eskalasi konflik Israel-Iran dikhawatirkan bikin harga produk makin mahal.

Asosiasi Mamin Waswas Perang Israel-Iran Kerek Biaya Produksi
Warga membeli produk makanan di salah satu minimarket, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (14/12/2022). ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/AWW.

tirto.id -

Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengatakan bahwa perang Israel Iran mengganggu jalannya industri makanan dan minuman di dalam negeri.

Terutama, imbasnya terhadap peningkatan biaya logistik hingga berkali-kali lipat dari dan ke negara-negara terdampak, seperti ketika perang Rusia-Ukraina meletus dua tahun yang lalu.

“Perang ini akan mengganggu semuanya. Yang waktu 2 tahun lalu itu pernah sampai 4-5 kali lipat biaya logistiknya ke negara-negara yang terdampak,” katanya usai peresmian Pabrik Pepsico Indonesia di Cikarang, Rabu (18/6/2025).
Tak hanya itu, para eksportir makanan dan minuman dari dan ke Timur Tengah tentu akan membayar lebih untuk mengasuransikan barang yang mereka kirim, dan ini jelas menambah biaya.

“Karena kan mereka khawatir asuransi meningkat dan lain sebagainya. Kita kali ini berharap jangan sampai terjadi terus-menerus (perang) ini,” ujarnya.

Lebih jauh Adhi menerangkan, dengan meningkatnya biaya logistik maka harga produk makanan dan minuman juga berpotensi mengalami kenaikan.

Hal ini, sambungnya, akan sangat berdampak ke konsumen secara langsung. “Saya kira itu (berdampak),” ucapnya.

Untuk itu, dia berharap agar pemerintah terus menguatkan sektor pertanian di dalam negeri untuk menjaga ketersediaan bahan baku industri mamin nasional.

Dengan begitu, ketergantungan terhadap impor akan menurun dan dampak dari gonjang-ganjing geopolitik akan menyempit.

“Kita enggak bisa apa-apa ya (dengan kondisi sekarang), tapi kita berharap. Makanya tadi itu ketergantungan impornya harus kita tekan ke depan lebih sedikit,” tuturnya.

Menurut catatannya, saat ini Indonesia masih mengimpor pangan olahan sebesar 12 miliar dolar AS atau setara Rp200 triliun. Nilai tersebut setara dengan 10-12 persen dari total market produk mamin nasional.

Meski kecil, gap tersebut seharusnya dapat dipersempit lagi dengan dukungan terhadap rantai pasok bahan baku yang lebih baik dari pemerintah. Sehingga, industri mamin nasional dapat menghasilkan produk yang berdaya saing.

“Kalau bisa pengembangan di hulunya didukung supaya kita tidak tergantung dari impor seperti itu,” tegasnya.

Baca juga artikel terkait INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN atau tulisan lainnya dari Nanda Aria

tirto.id - Bisnis
Reporter: Nanda Aria
Penulis: Nanda Aria
Editor: Hendra Friana