tirto.id - Tanaman atau pangan organik dianggap punya manfaat bagi kesehatan manusia. Konsumen dari kalangan tertentu memutuskan lebih memilih mengonsumsi pangan organik daripada non-organik. Ini dikaitkan dengan pola hidup sehat dan ramah lingkungan yang menjadi tren global. Selain kesehatan, pangan organik dikaitkan kandungan nutrisi yang tinggi.
Biasanya, produk pangan organik dipasarkan dengan label khusus pada buah, sayur atau pangan olahan lainnya. Tentunya ini bagian dari cara menarik konsumen di pasar. Namun, pandangan konsumen terhadap pangan organik beragam bahkan berseberangan.
Hasil survei Pew Research Center yang dilakukan pada Juni 2016. Dari 1.480 orang dewasa di Amerika Serikat, 55 persen responden percaya bahwa produk organik lebih sehat daripada varietas yang ditanam secara konvensional, 3 persen mengatakan bahwa produk yang ditanam secara konvensional lebih baik. Namun, sebanyak 41 persen mengatakan bahwa tidak ada perbedaan dalam hal kandungan nutrisi, antara produk organik dan konvensional/anorganik.
Di Indonesia, perbincangan pangan organik telah ramai dilakukan, mulai dari diskusi komunitas sampai dengan kampanye-kampanye di masyarakat. Penelitian terkait juga sudah dilakukan, misalnya yang dilakukan oleh Anggia Dwi Akbari, peneliti dari Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (IPB) meneliti mengenai persepsi konsumen terhadap aspek gizi dan kesehatan pangan organik pada tahun lalu.
Dari total responden 120 orang, sebanyak 100 orang adalah bukan anggota komunitas konsumen organik, dan sisanya 20 orang adalah anggota komunitas konsumen organik. Penelitian menemukan 95 persen responden punya motivasi membeli pangan organik adalah karena bahan pangan organik dianggap lebih sehat. Sedang, 56,67 persen responden menyatakan bahwa manfaat utama yang ingin mereka dapatkan dari pangan organik adalah untuk menjaga kesehatan.
Dari dua penelitian tersebut ada kecenderungan konsumen memandang pangan organik melekat punya manfaat kesehatan. Yang jadi pertanyaan, apakah benar pangan organik lebih sehat dan bergizi dari pangan non-organik?
Pengertian organik mengacu pada cara petani menanam dan memproduksi produk pertanian. Praktik-praktiknya dirancang untuk memenuhi tujuan untuk mengurangi polusi, sehingga dalam prosesnya menghindari keterlibatan pupuk kimia, pestisida, antibiotik, hormon pertumbuhan, dan rekayasa genetika.
Dalam Peraturan Kepala BPOM Nomor 1 tahun 2017 tentang Pengawasan Pangan Olahan Organik, mencantumkan pengertian pangan organik, sebagai pangan yang berasal dari suatu lahan pertanian organik yang menerapkan praktik pengelolaan yang bertujuan untuk memelihara ekosistem dalam mencapai produktivitas yang berkelanjutan, melakukan pengendalian gulma, hama, dan penyakit, melalui beberapa cara seperti daur ulang sisa tumbuhan dan ternak, seleksi dan pergiliran tanaman, pengelolaan air, pengolahan lahan, dan penanaman serta penggunaan bahan hayati pangan.
Prof.Dr.Ir. Ali Khomsan, MS, seorang Guru besar di bidang Gizi Masyarakat dan Sumberdaya keluarga, dari Fakultas Pertanian IPB menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara tanaman yang ditanam secara organik maupun non-organik. Perbedaan lebih kepada aspek pembenahan lingkungan yang lebih baik ketika konsumen memilih pangan organik.
“Kalau dilihat dari aspek keamanan, tentu banyak orang sepakat bahwa bahan pangan organik lebih aman, karena cemaran pestisida nyaris tidak ada. Tetapi kalau dilihat dari aspek gizi maka belum konklusif, artinya belum ada kesimpulan yang meyakinkan bahwa pangan organik lebih bergizi dibanding pangan anorganik," kata Ali Khomsan kepada Tirto.
Ia menegaskan pemahaman pangan organik lebih sehat, pengertiannya lebih mengarah pada dampak keamanan lingkungan, dibanding kandungan gizi yang terkandung pada pangan organik. Menurutnya masih banyak variasi hasil penelitian yang tidak cukup memberi kesimpulan bahwa bahan pangan organik punya kandungan gizi lebih tinggi daripada pangan non-organik.
“Memang ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa sayur A kandungan gizinya lebih bagus ditanam secara organik. Sementara, untuk komoditas B tidak begitu. Oleh karenanya, pernyataan lebih sehat itu bukan kesimpulan yang cukup meyakinkan,” tegas Ali Khomsan.
Jauh sebelum apa yang dikatakan Ali Khomsan, lima tahun lalu sebuah tim yang terdiri dari Dena Bravata dari Stanford Center for Health Policy bersama Crystal Smith-Spangler dari VA Palo Alto Health Care System, Amerika Serikat meneliti 237 makalah yang membahas uji klinis soal pangan organik dan non-organik, dan makalah penelitian soal kandungan gizi organik dan non-organik.
Mereka akhirnya menyimpulkan sedikit perbedaan yang signifikan soal manfaat kesehatan antara pangan organik dan non organik. Juga tak ada perbedaan yang secara konsisten menunjukkan perbedaan kandungan vitamin pada produk organik dengan non-organik. Namun, memang ada sedikit keunggulan pada fosfor lebih tinggi dan risiko tercemar pestisida lebih rendah pada pangan organik.
"Beberapa orang percaya pangan organik selalu lebih sehat dan lebih bergizi. Kami sedikit kaget, karena kami tak menemukannya," kata Smith-Spangler.
Baca juga:
Pemanasan Global Dimulai dari Sepiring Makanan
Berkenalan dengan Orthorexia, Si Pecandu Makanan Sehat
Pasar Pangan Organik
Dalam beberapa dekade terakhir telah terjadi peningkatan dalam produksi dan konsumsi makanan yang diproduksi secara organik. Pertanian organik telah diterapkan hampir di sebagian besar negara di dunia. Di seluruh dunia, total area yang digunakan untuk pertanian organik tercatat lebih 50,9 juta hektare, dengan perkiraan pasar mencapai $80 miliar.
Data global pertanian organik terbaru yang dilaporkan oleh Research Institute of Organic Agriculture (FiBL) and IFOAM, sebuah organisasi organik internasional menuliskan bahwa permintaan konsumen pangan organik meningkat. Pertumbuhan pasar pangan organik di Amerika Serikat misalnya, meningkat signifikan 11 persen. Banyak petani di dunia mengolah lahan mereka secara organik, lebih banyak lahan disertifikasi organik, dan setidaknya ada laporan kegiatan pertanian organik di 179 negara.
Bagaimana dengan pasar pangan organik di Indonesia? Menurut Prof. Ali Khomsan, pertumbuhan pangan organik di Indonesia masih lamban. Pasar pangan organik di Indonesia belum sebesar pasar pangan non-organik. Tren pangan organik di Indonesia masih perlu upaya ekstra dalam menarik konsumen.
“Sasaran konsumen pangan organik selama ini baru sebatas mereka yang sudah well informed, well educated, dan juga mempunyai tingkat ekonomi yang baik,” kata Ali Khomsan.
Persoalan ini dikaitkan dengan harga pangan organik lebih tinggi dibanding pangan non-organik. Alasannya karena produktivitas pangan organik masih rendah, sehingga harganya belum bisa kompetitif. Produktivitas yang rendah ini terjadi karena konsekuensi dari tak menggunakan pupuk dan tidak menggunakan benih-benih yang istimewa. Meskipun dalam hal biaya produksi, proses pembuatan pangan organik lebih rendah.
Dari sisi konsumen, bagi yang punya motivasi membeli pangan organik untuk mendapatkan gizi atau kesehatan lebih dari pangan non-organik, nampaknya harus mencari alasan lain. Barangkali bisa mulai berpikir lebih dahulu soal aspek lingkungan. Konsumen yang fokus pada persoalan lingkungan tentu pangan organik bisa jadi pilihannya. Dengan lingkungan yang sehat, pada akhirnya juga akan memengaruhi kesehatan seseorang.
Baca juga:
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Suhendra