tirto.id - Saat Nisfu Syaban, hari ke-15 bulan Syakban, umat muslim dapat menunaikan puasa sunah. Puasa tersebut juga boleh digabung dengan puasa ganti Ramadhan tahun sebelumnya. Namun, bagaimana dengan waktu setelah Nisfu Syaban? Apakah masih boleh puasa qadha setelah Nisfu Sya'ban 2023?
Umat Islam Indonesia telah melewati pertengahan bulan Syakban 1444 hijriah (15 Syakban) atau Nisfu Syakban pada 8 Maret 2023, berdasarkan Kalender Islam Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) dan Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU). Artinya, bulan Syakban tersisa beberapa hari lagi sebelum datangnya bulan Ramadan 1444 H.
Namun, akan jadi masalah jika seorang muslim masih memiliki utang puasa Ramadhan tahun sebelumnya. Sebab, puasa qada hukumnya wajib bagi yang memiliki utang puasa.
Apakah Boleh Puasa Qadha Ramadhan Setelah Nisfu Sya'ban 2023
Beberapa ulama memiliki perbedaan pendapat terkait puasa yang dilaksanakan selepas Nisfu Syakban atau hari ke-15 bulan Syakban.
Berdasarkan hadis Abu Hurairah, umat Islam dilarang menunaikan puasa setelah pertengahan bulan Syakban atau Nisfu Syakban.
“Ketika Syakban sudah melewati separuh bulan, maka janganlah kalian berpuasa,” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah).
Hadis di atas memunculkan pendapat dari beberapa ulama untuk melarang pelaksanaan puasa terutama puasa sunah setelah Nisfu Syakban. Ada beberapa pertimbangan di antara para ulama terkait larangan tersebut.
Pertama, hari-hari setelah Nisfu Syakban tergolong hari syak, waktu ragu antara masih bulan Syakban atau telah masuk bulan Ramadan. Berpuasa di hari syak hukumnya makruh sebagaimana sabda Rasulullah saw. berikut:
“Janganlah kalian mendahului bulan Ramadhan dengan puasa 1 hari atau 2 hari kecuali jika ia bertepatan dengan puasa yang biasa dikerjakan oleh salah seorang dari kalian.”
Kedua, hari-hari setelah Nisfu Syakban adalah waktu persiapan tenaga dan kekuatan bagi umat Islam sebelum menjalankan puasa Ramadan.
Menanggapi dalil larangan puasa setelah pertengahan bulan Syakban tersebut, seorang ulama asal Suriah Syekh Wahbah Al-Zuhaili dalam kitab Fiqhul Islam wa Adilatuhu menjelaskan sebagai berikut:
“Ulama mazhab Syafi’i mengatakan, puasa setelah nisfu Sya’ban diharamkan karena termasuk hari syak, kecuali ada sebab tertentu, seperti orang yang sudah terbiasa melakukan puasa dahar, puasa daud, puasa senin-kamis, puasa nadzar, puasa qadha’, baik wajib ataupun sunnah, puasa kafarat, dan melakukan puasa setelah nisfu Sya’ban dengan syarat sudah puasa sebelumnya, meskipun satu hari Nisfu Sya’ban. Dalil mereka adalah hadis, ‘Apabila telah melewati nisfu Sya’ban janganlah kalian puasa’. Hadis ini tidak digunakan oleh ulama mazhab Hambali dan selainnya karena menurut Imam Ahmad daif.”
Menurut penjelasan Syekh Wahbah Al-Zuhaili di atas, ulama mazhab Syafi’i memperbolehkan puasa qada setelah Nisfu Syakban. Di sisi lain, mereka melarang pelaksanaan puasa sunah apabila tidak terbiasa menunaikannya.
Para ulama Syafi’i juga melihat bahwa hadis larangan puasa setelah Nisfu Syakban berkategori mungkar karena perawinya ada yang bermasalah. Sementara itu, Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari menjelaskan sebagai berikut:
“Mayoritas ulama [selain ulama Mazhab Imam Syafi’i] membolehkan puasa sunah setelah Nisfu Sya’ban dan mereka melemahkan hadis larangan puasa setelah Nisfu Syaban. Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in mengatakan hadis tersebut munkar.”
Ibnu Hajar menyampaikan bahwa hukum pelaksanaan puasa sunah setelah Nisfu Syakban terjadi perbedaan pendapat. Namun, ulama mazhab Syafi’i maupun ulama lain sepakat bahwa hukum puasa qada Ramadan pasca Nisfu Syakban adalah wajib bagi yang memiliki utang.
Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu Syarah Al Muhadzdzab (1996) menyebutkan, “Jika ia mengakhirkan puasa qadha sampai datang Ramadan berikutnya tanpa uzur, ia telah berdosa, dan ia harus berpuasa Ramadan yang datang.”
Kendati demikian, puasa qada sebaiknya diselesaikan sebelum memasuki 1 atau 2 hari menjelang Ramadan. Hal ini demi menjalankan puasa qada di luar hari syak.
Akan tetapi, apabila seseorang lupa membayar puasa qada, dan waktu yang tersisa hanya hari syak, puasa masih boleh dilaksanakan. Imam Nawawi masih dalam kitab Al-Majmu Al Muhadzdzab menukil pendapat Asy-Syirazi menyebutkan bahwa puasa qada di hari syak hukumnya makruh, tetapi dinilai cukup.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Fadli Nasrudin