tirto.id - Sebagian wilayah Indonesia saat ini sudah memasuki musim kemarau 2025. Meski demikian, belakangan hujan masih mengguyur beberapa wilayah. Benarkah Indonesia sedang mengalami kemarau basah?
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menyatakan musim kemarau dengan sifat normal tahun ini hanya terjadi di sekitar 60 persen wilayah Indonesia. Awal musim kemarau 2025 ini telah dimulai sejak bulan April dan akan berlangsung secara bertahap di berbagai wilayah Indonesia.
Dwikorita Karnawati menyatakan sebanyak 115 zona musim (ZOM) telah memasuki musim kemarau pada April. Pada rilis BMKG 5 Mei 2025, sebanyak 403 ZOM (57,7 persen) di Indonesia diprediksikan masuk musim kemarau selama periode April hingga Juni 2025.
"Jumlah ini akan meningkat pada Mei dan Juni, seiring meluasnya wilayah yang terdampak, termasuk sebagian besar wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua,” ujar Dwikorita, 12 April 2025, dikutip dari laman BMKG.
BMKG mencatat bahwa fenomena cuaca belakangan ini—teriknya matahari di siang hari namun masih disertai hujan pada sore atau malam—merupakan ciri khas masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau. Periode ini dikenal sebagai masa pancaroba.
Pengertian Kemarau Basah, Dampak, & Prediksi BMKG
Kemarau basah adalah kondisi ketika musim kemarau telah tiba secara kalender, namun hujan masih sering turun, terutama pada sore atau malam hari.
Menurut BMKG, secara kalender periode kemarau Indonesia 2025 dimulai per April secara bertahap. Nusa Tenggara merupakan wilayah yang diprediksikan mengalami kemarau lebih awal dibanding wilayah lainnya. Lebih lanjut, musim kemarau diprediksi akan mencapai puncaknya pada bulan Agustus. Secara umum, durasi kemarau tahun ini diperkirakan akan lebih pendek dibanding tahun-tahun sebelumnya.
BMKG pada 12 April 2025, menyebutkan sekitar 26 persen wilayah akan mengalami kemarau lebih basah dari normal pada tahun ini. Sedangkan 60 persen wilayah mengalami kemarau bersifat normal dan sisanya 14 persen lebih kering dari biasanya.
Terkait kemarau basah, fenomena ini sudah pernah terjadi di Indonesia. Misalnya pada Juli 2022 di Kota Bandung. Kemarau basah ketika itu ditandai dengan dominannya tiupan angin muson Australia atau angin muson timur. Kemudian, posisi matahari pun sudah mulai bergerak ke arah utara.
Hujan yang terjadi selama kemarau basah, umumnya bersifat tidak merata dan sporadis. Sehingga cuaca bisa sangat berbeda antar wilayah meski berdekatan. Misalnya, ketika Jakarta Timur cerah namun wilayah sekitarnya seperti Bekasi diguyur hujan.
Kondisi kemarau basah ini perlu diwaspadai karena berpotensi memicu berbagai dampak, baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi. Melansir Pusat Krisis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) pada 2016, kemarau basah bisa berisiko pada penyakit seperti diare dan leptospirosis, akibat banyaknya genangan air dan lingkungan yang lembab.
Perubahan cuaca yang tidak menentu juga membuat perkembangan jentik nyamuk lebih progresif. Sehingga kasus demam berdarah dengue (DBD) dikhawatirkan meningkat. Oleh karena itu, masyarakat diimbau selalu menjaga kebersihan lingkungan dan diri untuk menurunkan risiko penyakit tersebut.
Di sisi lain, sektor pertanian seperti tembakau dan bawang merah juga terancam gagal panen akibat curah hujan yang tetap tinggi saat seharusnya tanaman memerlukan kondisi kering. Selain ancaman penyakit dan terganggunya aktivitas pertanian, cuaca ekstrem selama kemarau basah juga meningkatkan risiko bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung.
Dampak positifnya, kemarau basah dapat membantu mencegah bencana kekeringan dan mengurangi risiko keparahan bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Lalu juga terkait beberapa sektor pertanian, yang kemungkinan bisa meningkatkan jumlah produksinya.
“Untuk wilayah yang mengalami musim kemarau lebih basah, ini bisa menjadi peluang untuk memperluas lahan tanam dan meningkatkan produksi, dengan disertai pengendalian potensi hama,” kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati pada 12 April 2025.
Prospek Cuaca BMKG 23-29 Mei 2025: Apakah Masih Hujan?
BMKG melalui pernyataan resminya, Jumat (23/5/2025) telah merilis prospek kondisi cuaca di sebagian besar wilayah Indonesia sepekan ke depan. Selama periode Jumat-Kamis (23-29/5/2025) kemungkinan masih akan didominasi cuaca berawan hingga hujan ringan. Potensi hujan berintensitas sedang hingga lebat juga akan terjadi di beberapa daerah.
Meski sudah memasuki kemarau, tetapi hanya sekitar 11 persen ZOM di wilayah Indonesia yang telah memasuki musim kemarau, berdasarkan analisis klimatologi BMKG terkini pada dasarian II Mei 2025. Sementara itu, sebanyak 73 persen ZOM masih berada pada musim hujan.
BMKG menyebut, hal itu menunjukkan bahwa hampir sebagian besar wilayah Indonesia masih berada dalam periode peralihan dari musim hujan menuju musim kemarau. Berikut ini prakiraan dan prospek cuaca sepekan ke depan melalui rilis BMKG:
1. Periode 23-25 Mei 2025
Hujan ringan hingga sedang diperkirakan terjadi di wilayah-wilayah berikut:- Aceh,
- Kep. Riau,
- Jambi,
- Sumatera Selatan,
- Kep. Bangka Belitung,
- Bengkulu,
- Banten,
- Jakarta,
- Jawa Barat,
- Bali,
- NTB,
- NTT,
- Kalimantan Barat,
- Kalimantan Tengah,
- Kalimantan Selatan,
- Sulawesi Utara,
- Gorontalo,
- Sulawesi Tengah,
- Sulawesi Barat,
- Sulawesi Selatan,
- Sulawesi Tenggara,
- Maluku Utara,
- Papua Barat Daya,
- Papua Barat,
- Papua Tengah,
- Papua Pegunungan,
- Papua.
Lebih lanjut, hujan lebat hingga ekstrem yang disertai petir dan angin kencang diperkirakan terjadi di sejumlah daerah dengan status peringatan Siaga, yaitu:
- Sumatera Utara,
- Lampung,
- Jawa Tengah,
- DI Yogyakarta,
- Jawa Timur,
- Kalimantan Timur,
- Kalimantan Utara,
- Maluku,
- Papua Selatan.
2. Periode 26-29 Mei 2025
Cuaca cerah berawan hingga hujan ringan diperkirakan masih mendominasi, namun hujan berintensitas sedang tetap berpotensi terjadi di beberapa wilayah berikut:- Sumatera Utara,
- Riau,
- Lampung,
- Banten,
- Jawa Tengah,
- DI Yogyakarta,
- NTT,
- Kalimantan Barat,
- Kalimantan Tengah,
- Kalimantan Selatan,
- Sulawesi Utara,
- Gorontalo,
- Sulawesi Tengah,
- Sulawesi Barat,
- Sulawesi Selatan,
- Sulawesi Tenggara,
- Maluku Utara,
- Maluku,
- Papua Barat,
- Papua Tengah,
- Papua,
- Papua Selatan.
- Jawa Barat,
- Jawa Timur,
- Kalimantan Timur,
- Kalimantan Utara.
Penulis: Febriyani Suryaningrum
Editor: Dicky Setyawan
Masuk tirto.id







































