Menuju konten utama
Pendidikan Agama Islam

Pengertian Istiqomah, Dalil, dan Contohnya dalam Islam

Istiqomah adalah sikap yang perlu diterapkan setiap muslim dalam kehidupan sehari-hari. Simak pengertian istiqomah dan hikmah meneladaninya.

Pengertian Istiqomah, Dalil, dan Contohnya dalam Islam
Ilustrasi istiqomah. Istiqomah adalah sikap teguh dalam pendirian untuk mengerjakan kebaikan. foto/Istockphoto

tirto.id - Istiqomah adalah salah satu akhlak terpuji dalam Islam. Setiap muslim hendaknya bisa menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari pada urusan kebaikan. Apa arti istiqomah dan hikmah yang dapat dipetik?

Pengertian istiqomah adalah sikap teguh dalam melakukan suatu kebaikan, membela, serta mempertahankan keimanan dan keislaman. Seseorang tetap dalam pendiriannya meski dihadapkan dengan berbagai macam tantangan dan godaan saat menjalankannya.

Perilaku istiqomah terwujud pada diri seorang mukmin. Saat memiliki keyakinan pada sebuah kebenaran dan sikap, dirinya tidak goyah kendati menanggung risiko. Perilaku istiqomah akan membentuk diri seorang mukmin yang baik melalui akhlak dan perilaku sesuai ajaran Islam.

Dalil tentang Istiqomah

Sikap istiqomah memiliki anjuran untuk melaksanakannya dalam Al-Qur'an dan hadis. Berikut kumpulan dalil tentang istiqomah yang dapat dijadikan rujukan:

1. Dalil istiqomah untuk tetap berada di jalan yang benar

فَٱسْتَقِمْ كَمَآ أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا۟ ۚ إِنَّهُۥ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Fastaqim kamā umirta wa man tāba ma’aka wa lā taṭgau, innahụ bimā ta’malụna baṣīr.

Artinya: "Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (Q.S. Hud: 112)

2. Dalil untuk istiqomah dalam agama dan dakwah

فَلِذَٰلِكَ فَٱدْعُ ۖ وَٱسْتَقِمْ كَمَآ أُمِرْتَ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَآءَهُمْ ۖ وَقُلْ ءَامَنتُ بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِن كِتَٰبٍ ۖ وَأُمِرْتُ لِأَعْدِلَ بَيْنَكُمُ ۖ ٱللَّهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ ۖ لَنَآ أَعْمَٰلُنَا وَلَكُمْ أَعْمَٰلُكُمْ ۖ لَا حُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ ۖ ٱللَّهُ يَجْمَعُ بَيْنَنَا ۖ وَإِلَيْهِ ٱلْمَصِيرُ

Fa liżālika fad’, wastaqim kamā umirt, wa lā tattabi’ ahwā`ahum, wa qul āmantu bimā anzalallāhu ming kitāb, wa umirtu li`a’dila bainakum, allāhu rabbunā wa rabbukum, lanā a’mālunā wa lakum a’mālukum, lā ḥujjata bainanā wa bainakum, allāhu yajma’u bainanā, wa ilaihil-maṣīr

Artinya: "Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: “Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nya-lah kembali (kita).” (Q.S. Asy-Syura: 15)

3. Dalil istiqomah dalam ketauhidan

إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُوا۟ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسْتَقَٰمُوا۟ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Innallażīna qālụ rabbunallāhu ṡummastaqāmụ fa lā khaufun ‘alaihim wa lā hum yaḥzanụn

Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqomah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita." (Q.S. Al-Ahqaf: 13)

4. Dalil istiqomah dalam hati, lisan, dan iman

Dalam Musnad Imam Ahmad dari Anas bin Mâlik, dari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda:

لَا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ وَلَا يَسْتَقِيمُ قَلْبُهُ حَتَّى يَسْتَقِيمَ لِسَانُهُ وَلَا يَدْخُلُ رَجُلٌ الْجَنَّةَ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

Artinya: "Iman seorang hamba tidak akan istiqomah, sehingga hatinya istiqomah. Dan hati seorang hamba tidak akan istiqomah, sehingga lisannya istiqomah. Dan orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatan-kejahatannya, tidak akan masuk surga." (H.R. Ahmad no. 12636, dihasankan Syaikh Salim al-Hilali dalam Bahjatun-Nazhirin, 3/13)

5. Dalil istiqomah dalam ketakwaan kepada Allah

Dari Abu Sa’id al-Khudri secara marfu’ dan mauqûf, ia berkata:

إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الْأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُولُ اتَّقِ اللَّهَ فِينَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ فَإِنْ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنْ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا

Artinya: "Jika anak Adam memasuki pagi hari sesungguhnya semua anggota badannya berkata merendah kepada lisan: 'Takwalah kepada Allâh di dalam menjaga hak-hak kami, sesungguhnya kami ini tergantung kepadamu. Jika engkau istikamah, maka kami juga istikamah, jika engkau menyimpang (dari jalan petunjuk), kami juga menyimpang. (H.R. Tirmidzi no. 2407, dihasankan Syaikh Salim al-Hilali dalam Bahjatun-Nazhirin 3/17, no. 1521).

Contoh Perilaku Istiqomah dalam Kehidupan Sehari-hari

Contoh sikap istiqomah dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Contoh istikamah antarta lain seperti berikut:

  • Selalu menaati peraturan di segala tempat seperti rumah, sekolah, dan masyarakat.
  • Menjalankan kewajiban dengan ikhlas, senang, dan nyaman tanpa ada rasa keterpaksaan
  • Selalu mempertahankan sikap istiqomah dalam berbagai kebaikan untuk mencapai keberhasilan dan menjauhkan kegagalan.
  • Menaati perintah Allah subhanahu wa ta'ala dan menjauhi segala larangan-Nya
  • Tidak mudah terpengaruh dengan ajakan-ajakan teman yang membuat kita terjerumus ke dalam kenistaan.
  • Memberikan semangat positif terhadap diri sendiri untuk selalu berjuang dan menebar kebermanfaatan untuk banyak orang.
  • Memberantas kebodohan diri dan memberi contoh baik kepada orang lain.
  • Terhindari dari sikap menyalahkan Allah subhanahu wa ta'ala dalam takdir dan menguatkan kadar keimanan.

Hikmah Berperilaku Istiqomah

Istiqomah akan membentuk sikap dan perilaku yang baik sesuai ajaran agama Islam. Penerapan istiqomah tidaklah mudah dan memerlukan upaya maksimal.

Kendati demikian, seorang mukmin dapat menyemangati diri agar senantiasa istiqomah dengan memahami janji yang akan Allah berikan.

Salah satu hikmah utama sikap istiqomah bagi orang beriman disebutkan dalam surah Fushilat ayat 30-32. Allah berfirman:

إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَـٰمُواْ تَتَنَزَّلُ عَلَيۡهِمُ ٱلۡمَلَـٰٓٮِٕڪَةُ أَلَّا تَخَافُواْ وَلَا تَحۡزَنُواْ وَأَبۡشِرُواْ بِٱلۡجَنَّةِ ٱلَّتِى كُنتُمۡ تُوعَدُونَ -٣٠- نَحۡنُ أَوۡلِيَآؤُكُمۡ فِى ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَفِى ٱلۡأَخِرَةِ‌ۖ وَلَكُمۡ فِيهَا مَا تَشۡتَهِىٓ أَنفُسُكُمۡ وَلَكُمۡ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ -٣١- نُزُلاً۬ مِّنۡ غَفُورٍ۬ رَّحِيمٍ۬ – ٣٢

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Tuhan kami ialah Allah, kemudian mereka istikamah, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan memperoleh surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Fushshilat: 30-32)

Orang-orang mukmin yang istiqomah dalam beragama Islam telah dijanjikan Allah berupa kehidupan di surga. Selain itu, orang yang istikamah akan dilindungi dalam kehidupan dan akhirat.

Allah juga akan menjauhkan orang istiqomah dari rasa sedih dan takut yang negatif. Mengutip laman Muhammadiyah, rasa takut seperti ini misalnya takut dalam menyampaikan kebenaran, menjalani masa depan, hingga kemungkinan menghadapi kegagalan. Ketakutan negatif seperti itu bisa menjadi kendala yang menghambat kemajuan.

Ada rasa sedih yang dijauhkan dari orang istiqomah bukan yang sifatnya manusiawi seperti akibat meninggalkan anggota keluarga atau mengalami kegagalan. Rasa sedih tersebut berkenaan dengan kesedihan yang berlarut sampai menurunkan semangat dan senantiasa dihantui penyesalan.

Bagi orang yang istiqomah, mereka tidak gentar dalam menjalani masa depan dan tidak terlena dengan kesedihan. Semua keadaan negatif bisa dikendalikannya dan mereka dijanjikan kebahagiaan di surga sebagai karunia dari Allah.

Baca juga artikel terkait PENDIDIKAN atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Edusains
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Dhita Koesno
Penyelaras: Ilham Choirul Anwar