tirto.id - Perang Bharatayuddha dalam cerita Mahabarata merupakan perang saudara yang melibatkan perebutan kekuasaan, rasa iri hati, dan berawal dari hasutan Sengkuni.
Perang ini terjadi antara keluarga Pandawa melawan Kurawa. Mereka terbilang masih saudara sendiri, namun bermusuhan demi menguasai Hastinapura.
Kisah dimulai ketika Pandu, ayah Kurawa, membawa pulang 3 gadis, yakni Kunti, Gandari, serta Madri. Salah satu dari mereka akan dinikahkan dengan Dretarastra, kakak Pandu yang buta.
Gandari akhirnya menjadi pilihan. Alasannya, ia mempunyai bobot paling berat daripada Kunti atau Madri. Dalam pikiran Dretarastra, Gandari kelak bisa memiliki banyak anak seperti yang didambakan selama ini.
Di lain sisi, Gandari merasa sakit hati atas perlakuan tersebut. Bersama adiknya, Sangkuni (tokoh antagonis dalam Mahabharata), mereka mendidik ratusan anak-anaknya (Kurawa) untuk selalu memusuhi anak Pandu yang berjumlah 5 orang atau disebut Pandawa.
Usai kematian Pandu, Kurawa mulai menyakiti Pandawa. Kekalahan dalam perebutan Kerajaan Amarta yang didirikan Yudistira turut membuat para Pandawa terusir selama 12 tahun.
Setelah itu, Pandawa menginginkan 5 desa agar menjadi haknya. Namun, hal ini ditolak mentah-mentah oleh Kurawa hingga menimbulkan perang Bharatayuddha.
Dalam Sejarah Budaya Nusantara, perang keluarga Bharatayuddha menjadi puncak permusuhan antara Pandawa dengan Kurawa, dengan Kurawa mencoba untuk menguasai penuh Hastinapura.
Jalan Cerita Perang Bharatayuddha
Perang Bharatayuddha terjadi di padang Kurusetra selama 18 hari. Pandawa membikin 7 divisi, sedangkan Kurawa mempunyai 11 divisi.
Sejumlah peraturan telah disepakati, di antaranya ialah:
- Pertempuran dimulai setelah matahari terbit dan selesai ketika matahari terbenam.
- Pertempuran berlangsung satu lawan satu.
- Tidak boleh membunuh prajurit yang menyerahkan diri.
- Tidak boleh membunuh atau melukai prajurit yang tidak bersenjata.
- Tidak boleh membunuh atau melukai prajurit yang tidak bersenjata
- Tidak boleh membunuh atau melukai prajurit yang dalam keadaan tidak sadar.
- Tidak boleh membunuh atau melukai prajurit yang tidak ikut perang
- Tidak boleh membunuh atau melukai prajurit dari belakang.
Pada hari pertama, Kurawa dipimpin Resi Bhisma dengan didampingi Pandita Dorna dan Prabu Salya. Sementara Pandawa mengutus Resi Seta selaku petinggi bersama adiknya, Raden Utara dan Raden Arya Wratsangka.
Pertempuran berjalan seru setelah pedang dari masing-masing pihak saling libas. Resi Bhisma dengan Resi Seta juga sempat terlibat duel dan adu ilmu.
Memasuki hari berikutnya, Kurawa dipimpin Gardapati dan Wresaya. Pandawa menempatkan Bima dan Arjuna di garda terdepan.
Perang terus berlanjut ketika matahari mulai muncul dan baru selesai pada saat surya tenggelam.
Akibat perang besar tersebut, korban meninggal akhirnya berjatuhan. Seperti Raden Arya Wratsangka yang dibunuh Cundamanik Dorna.
Patih Mahandraka juga tewas usai menghadapi gada Raden Utara. Daftar korban berikutnya adalah Bhisma, Abimanyu, Jayadrata, hingga Gatotkaca.
Menurut versi pewayangan Jawa, kisah Bharatayuddha dibagi ke dalam 10 babak:
- Babak 1: Jabelan (Kresna Duta)
- Babak 2: Tawuran (Bisma Gugur)
- Babak 3: Ranjapan/Renyuhan (Abimanyu Gugur)
- Babak 4: Timpalan (Jayadrata/Burisrawa Lena)
- Babak 5: Paluhan (Bogadenta Gugur)
- Babak 6: Suluhan (Gatotkaca Gugur)
- Babak 7: Jambakan (Durna/Dursasana Gugur)
- Babak 8: Tandhingan (Karna Gugur)
- Babak 9: Rubuhan (Salya/Duryodana Gugur)
- Babak 10: Landakan (Aswatama Nglandak/Parikesit Lahir)
Setelah perang selesai, Yudistira akhirnya ditetapkan sebagai Raja Hastinapura hingga kekuasaan diambil alih cucu Arjuna, Parkesit.
Sementara mengutip jurnal "Perang Bharatayuddha di Era Reformasi" oleh I Ketut Agus Murdiana dan I Made Arsa Wiguna terbit tahun 2020, munculnya perang saudara dalam cerita Mahabarata hingga kerap terjadi di Indonesia diakibatkan sejumlah hal, seperti haus kekuasaan, rasa iri hati, serta adanya "Sengkuni".
Dituliskan bahwa strategi politik yang tidak baik banyak digunakan untuk menjatuhkan lawan, seperti di Pemilu dan Pilkada. Sifat iri hati di dalam diri manusia juga akan menjadi kehancuran bagi diri sendiri maupun orang lain.
"Sengkuni" dalam Mahabarata merupakan sosok yang mempunyai masa lalu buruk, penuh dengan kebencian, iri hati, dan dengki. Rencana Duryodana untuk merebut kekuasaan dari Yudistira juga berasal dari "Paman Sengkuni" hingga terjadi perang saudara alias Bharatayuddha.