Menuju konten utama

Apa Itu Dating Violence & Harus Bagaimana Jika Mengalaminya?

Dating violence adalah tindak kekerasan yang dilakukan oleh seseorang yang sedang atau pernah menjalin hubungan romantis dengan korbannya.

Apa Itu Dating Violence & Harus Bagaimana Jika Mengalaminya?
Ilustrasi Kekerasan. foto/istockphoto

tirto.id - Kekerasan dalam pacaran atau dating violence merupakan kasus kekerasan yang rentan terjadi pada remaja. Sama seperti kasus kekerasan lainnya, dating violence merupakan tindakan yang ilegal.

Menurut survei dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) sebanyak 1 dari 12 remaja usia SMA pernah mengalami kekerasan dari pacarnya. Kekerasan yang dimaksud sebagai dating violence beragam, mulai dari kekerasan verbal, fisik, hingga seksual.

Salah satu kasus terkait dating violence yang masih hangat baru-baru ini adalah kasus kekerasan yang melibatkan mahasiswa Universitas Pelita Harapan (UPH).

Hal ini menyusul pengakuan seorang mahasiswi UPH pengguna akun Twitter @annisasknh8 (AS). Ia mengaku mendapatkan kekerasan fisik dari mantan pacarnya yang juga merupakan mahasiswa UPH.

Berdasarkan unggahannya di media sosial, AS mengaku sang mantan pacar memukuli, menjambak rambut, dan menghantam kepalanya ke dashboard mobil. Ia juga dicekik hingga kehabisan napas dan kekerasan verbal dari pelaku yang sama.

Masih berdasarkan pengakuan AS, tindakan mantan pacarnya itu kemudian dilaporkan ke Polres Tangerang Selatan.

Mengenal Apa Itu Dating Violence

Dikutip dari Justice, dating violence adalah tindak kekerasan yang dilakukan oleh seseorang yang sedang atau pernah menjalin hubungan romantis dengan korbannya.

Tindak kekerasan dalam dating violence umumnya didasari motif yang berkaitan dengan hubungan tersebut. Sebagai contoh, pelaku merasa cemburu dengan pasangannya, sehingga melakukan serangan fisik dan verbal.

Contoh lainnya, individu yang mengancam mantan pasangannya untuk berbalikan jika tidak akan menyebarkan video atau foto syurnya juga termasuk sebagai dating violence.

Selain serangan fisik, verbal, dan ancaman, tindakan yang termasuk dating violence juga termasuk penyerangan mental seperti gashlighting, kekerasan seksual, hingga penguntitan.

Masih berdasarkan laporan dari CDC, dating violence lebih umum dilakukan oleh laki-laki terhadap pasangan perempuannya. Selain itu, pasangan lesbian, gay, biseksual, transgender, atau queer (LGBTQ) juga lebih berisiko mengalami dating violence dari pasangannya.

Dampak Dating Violence pada Korban

Dampak dating violence pada korban kurang lebih mirip seperti tindak kekerasan lainnya. Pasangan yang mengalami kekerasan dari pasangannya kemungkinan akan mengalami serangkaian masalah fisik dan mental sebagai berikut:

  • mengalami luka fisik sedang hingga berat akibat serangan fisik maupun seksual;
  • mengalami gejala depresi dan kecemasan;
  • berisiko mengalihkan lukanya ke hal-hal lain seperti alkohol, rokok, hingga narkoba yang memicu masalah kecanduan;
  • menunjukkan perilaku antisosial, berbohong, mencuri, atau berkata dan berperilaku kasar;
  • memiliki pemikiran untuk bunuh diri.

Hal yang Harus Dilakukan Jika Mengalami Dating Violence

Hubungan yang diwarnai kekerasan atau dating violence bukanlah hubungan yang sehat. Bagi korban, dating violence membahayakan diri dari segi fisik dan mental.

Sedangkan bagi pelaku, dating violence sama saja merupakan tindakan ilegal yang bisa dikenai pidana. Oleh karena itu, setiap pasangan sebisa mungkin menghindari kekerasan satu sama lain.

Namun, bagi orang-orang yang sedang mengalami atau menjadi korban dating violence berpisah tentu bukan hal yang mudah. Ini bisa jadi karena ketakutan akan ancaman atau karena perilaku manipulatif pasangan.

Meskipun sulit, bukan berarti keluar dari dating violence bukannya tidak bisa dilakukan. Menurut Sutter Health ada beberapa cara yang bisa dilakukan korban untuk keluar dari situasi dating violence, sebagai berikut:

  • Beranikan diri menceritakan situasi ke orang-orang yang dipercaya, bisa orang tua, guru, atau kerabat dekat;
  • Rekam dan simpan bukti kekerasan yang dilakukan pelaku agar dapat digunakan untuk melaporkan tindakannya ke pihak berwenang;
  • Hindari menyalahkan diri sendiri, perilaku kekerasan tidak pernah dibenarkan dalam hubungan;
  • Putuskan koneksi dari pelaku, blokir nomor kontak jika perlu ganti nomor, e-mail, atau media sosial pelaku;
  • Jangan percayai janji pelaku yang tidak akan mengulanginya lagi jika dimaafkan. Ini merupakan siklus umum yang terjadi pada siklus hubungan beracun atau toxic relationship. Jika dimaafkan, maka akan lebih sulit bagi korban untuk keluar dari situasi yang bisa jadi lebih berbahaya;
  • Dapatkan pertolongan medis dan psikologis.

Baca juga artikel terkait LIFESTYLE atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Yantina Debora