tirto.id - Belakangan banyak yang ingin mengetahui mengenai La Nina usai prediksi BMKG menyebut bahwa fenomena hidrometeorologi tersebut menjadi pemicu curah hujan tinggi yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia saat ini. Lantas, apa itu bencana hidrometeorologi La Nina dan prediksi BMKG?
"Fenomena La Nina mengakibatkan potensi penambahan curah hujan hingga 20-40 persen. Fenomena ini akan berlangsung mulai akhir tahun 2024 hingga setidaknya April 2025," kata Kepala Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, Jumat (22/11/2024) dalam siaran pers.
Selain itu, intensitas dan volume curah hujan di berbagai wilayah Indonesia juga didukung oleh dinamika atmosfer yang terjadi bersamaan pada akhir tahun seperti Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Cold Surge yang bergerak dari daratan Asia (Siberia) menuju wilayah barat Indonesia.
Dwikorita mengingatkan, fenomena La Nina berpotensi mengakibatkan deretan bencana hidrometeorologi. Maka itu, BMKG meminta masyarakat untuk selalu waspada dengan segala kemungkinan buruk.
"Kami mengimbau masyarakat untuk mempersiapkan diri menghadapinya karena fenomena ini dapat berdampak signifikan pada kondisi cuaca. Utamanya bagi masyarakat yang bermukim di wilayah perbukitan, lereng-lereng gunung, dataran tinggi, juga sepanjang bantaran sungai," ungkap Dwikorita.
Apa Itu Bencana Hidrometeorologi La Nina?
Bencana hidrometeorologi La Nina adalah bencana yang terjadi di atmosfer, air, atau laut yang terjadi akibat perubahan cuaca yang dipicu oleh fenomena La Nina. Bencana hidrometeorologi yang dimaksud seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, dan puting beliung.
Mengutip US National Oceanic and Atmospheric Administration, La Nina mengacu pada pendinginan suhu permukaan laut secara berkala di Pasifik ekuator bagian tengah dan timur-tengah. Biasanya, peristiwa La Nina terjadi setiap 3 hingga 5 tahun sekali, tetapi kadang-kadang dapat terjadi selama beberapa tahun berturut-turut.
BMKG menulis, fenomena La Nina terjadi ditandai dengan keadaan suhu permukaan laut (SPL) atau sea surface temperature (SST) di Samudra Pasifik tropis bagian tengah dan timur yang lebih dingin dibandingkan suhu normalnya.
Kondisi ini biasanya diikuti dengan berubahnya pola sirkulasi Walker (sirkulasi atmosfer arah timur barat yang terjadi di sekitar ekuator) di atmosfer yang berada di atasnya.
Perubahan suhu tersebut mempengaruhi pola curah hujan tropis dari Indonesia hingga pantai barat Amerika Selatan. Perubahan pola curah hujan tropis ini mempengaruhi pola cuaca di seluruh dunia.
Pada periode Juni-Juli-Agustus (JJA), La Nina menyebabkan peningkatan curah hujan di hampir sebagian besar wilayah Indonesia. Pada periode September-Oktober-November (SON), La Nina berpengaruh pada meningkatnya curah hujan di wilayah tengah hingga timur Indonesia, sedangkan pada Desember-Januari-Februari (DJF), dan Maret-April-Mei (MAM), La Nina berpengaruh pada meningkatnya curah hujan di wilayah Indonesia bagian timur.
Peningkatan curah hujan saat La Nina umumnya berkisar 20-40 persen lebih tinggi dibandingkan curah hujan saat tahun Netral. Namun, terdapat juga beberapa wilayah yang mengalami peningkatan curah hujan lebih dari 40%.
Pada periode puncak musim hujan (DJF), La Nina tidak memberikan dampak peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia bagian tengah dan barat, ini disebabkan adanya interaksi dengan sistem monsoon pada wilayah tersebut.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Beni Jo