tirto.id - Serial anime Beastars sering disebut sebagai Zootopia (2016) untuk orang dewasa. Pasalnya, plot serial ini mengisahkan dunia berisi hewan-hewan antropomorfik dalam SMA asrama populer Cherryton. Dikisahkan di sana seekor serigala bisa pacaran dengan kelinci yang tingginya hanya sampai sepinggang si serigala. Pada saat bersamaan, SMA Cherryton sedang ditimpa musibah karena seekor murid alpaka bernama Tem tewas di sekolah karena dimakan hewan lain. Polisi curiga pelakunya adalah murid lain di SMA Cherryton.
Anime Beastars yang kini sudah tayang dua musim diadaptasi tanpa perubahan cerita dari manga bestseller berjudul sama karya Paru Itagaki yang telah memenangkan berbagai penghargaan termasuk Manga Taisho Award 2018 yang bergengsi. Musim ketiga dikabarkan sedang dalam produksi.
Beastars yang diproduksi oleh studio Orange (Dimension W, Land of the Lustrous) menghadirkan visual yang sedap dipandang mata. Ia menggabungkan animasi 3D dengan 2D secara lugas. Tak hanya itu, animasi buatan Orange ini sangatlah kreatif. Ia berhasil mengambil esensi film noir, genre film kriminal tahun 1940-50an yang muncul dalam sinema Hollywood dan Eropa. Dalam tradisi film noir, pencahayaan dibuat dramatis. Latar dibuat gelap, sementara para tokohnya hidup di antara cahaya remang-remang kota saat malam hari yang selalu bisa menerangi elemen-elemen penting dalam film.
Tak hanya itu, studio Orange juga menggunakan perbedaan gaya animasi untuk dengan cair berganti dari dunia dalam kepala para karakter dengan dunia nyata, dengan dunia imajinasi karakter yang dibuat dalam gaya outline 3D yang khas.
Seperti yang ditulis kritikus film Rotten Tomatoes, Kate Sanchez, studio Orange mendesain karakter-karakter hewan Beastars agar tetap kelihatan ganteng dan cantik sesuai dengan genre anime ecchi yang diangkat, yaitu genre anime romantis yang masih bisa tayang di televisi karena tidak terlampau vulgar. Khusus Beastars, sub-genre anime ecchi yang digambarkan adalah genre ecchi SMA yang biasa dikenal melalui alur cerita hubungan romantis antara kakak kelas dan adik kelas yang diikuti panggilan “Senpai” (kata Jepang untuk kakak) yang khas.
Menurut Sanchez, desain karakter hewan-hewan Beastars ini membuat kita melihat daya tarik Furry, yang menurut interpretasinya—dan juga menurut budaya populer, terutama dalam meme—adalah komunitas orang-orang yang suka memakai kostum hewan saat berhubungan seksual. Namun, menurut survei yang dilakukan oleh Vox (), aktivitas seksual ternyata hanya tidak esensial dalam kegiatan komunitas Furry. Bahkan dalam wawancara Vox, seorang anggota komunitas Furry menyatakan bahwa sebagian besar anggota komunitas yang ia kenal tidak suka melakukan hubungan seksual dalam kostum Furry karena berpotensi merusak kostum yang harganya cukup mahal.
Survei Vox menemukan bahwa komunitas Furry ternyata adalah komunitas para penyuka media yang menampilkan hewan-hewan antropomorfik—yang diilustrasikan berkegiatan dan bertingkah layaknya manusia. Produk seperti Sonic the Hedgehog, bahkan Pokemon dan juga Lion King masuk ke daftar favorit komunitas Furry, dan mereka mengapresiasinya dengan cara memakai kostum fursona, persona hewan yang memiliki nama sendiri dan atribut-atribut lainnya yang terinspirasi dari karakter-karakter tersebut.
Daya tariknya mirip dengan ketika kita menonton media soal hewan-hewan yang bertingkah layaknya manusia. John Berger dalam buku About Looking (1980) menulis, kita mengonsumsi tontonan karakter hewan-hewan antropomorfik seperti Beatrix Potter dan Disney karena hewan-hewan ini bisa menjadi proyeksi idealisme fiksi kehidupan manusia dimana variasi antar spesies hewan dibuat selayaknya variasi ras, agama, dan atribut tatanan sosial manusia lainnya. Dengan kata lain, mereka menjadi perangkat fiksi untuk mendedah isu-isu sosial secara implisit, seperti halnya cerita fabel Si Kancil dengan pesan moral untuk anak-anak.
Dalam anime Beastars, fiksi ini hadir dalam bentuk ketegangan antar hewan karnivora dan hewan herbivora yang terpaksa harus hidup berdampingan dalam masyarakat. Ada tiga plot yang dijahit bersama dalam Beastars—Plot A mengikuti karakter utama Legoshi si Serigala Abu-Abu yang dengan cukup generik menggambarkan permasalah laki-laki remaja yang sedang mengeksplorasi kehidupan bermasyarakat, mulai dari kegalauan pasca-lulus SMA, urusan pacaran dengan kelinci kurcaci bernama Haru, hingga pandangan hidup seputar realitas sosial yang ternyata jauh dari mimpi-mimpinya.
Plot B mengikuti drama kriminal pengusutan pembunuhan si alpaka Tem, dan terakhir plot C yang mengikuti kehidupan protagonis pendukung bernama Louis, seekor rusa bertanduk dari keluarga kaya, teman Legoshi, sekaligus kakak kelasnya yang digandrungi semua orang . Louis digambarkan memiliki masa lalu kelam yang terus mempengaruhi hidupnya.
Musim pertama Beastars fokus pada Plot A, mengikuti serigala dan kelinci pacaran sambil membahas awal dari Plot C, dengan terbongkarnya masa lalu Louis. Barulah pada musim kedua kita melihat ketiga plot yang saling bersinggungan sebelum akhirnya Plot B mencapai puncak dengan ditemukannya pembunuh Tem. Resolusi plot dicapai pada akhir musim kedua dengan ditangkapnya si pembunuh. Musim ketiga rencananya akan melihat resolusi dari Plot A (Legoshi) dan Plot C (Louis).
Dari ketiga plot ini, bisa dikatakan plot paling menarik yang memberikan Beastars predikat neo-noir berkualitas hadir dalam Plot C. Penonton melihat Louis, si rusa populer idaman cewek-cewek SMA bertransformasi dari anak konglomerat menjadi bos geng Singa mirip Yakuza yang menguasai pasar gelaptempat daging hewan-hewan herbivora diperdagangkan secara ilegal. Transformasi ini terjadi perlahan-lahan, dan seperti kebanyakan dari progresi plot di Beastars, ia berlangsung karena motivasi karakter yang jelas.
Louis akhirnya tahu bahwa ia bukan anak kandung sang ayah yang konglomerat. Ia dulu lahir dan dibesarkan di pasar gelaplayaknya ternak. Bisnis sang ayah pun ada di area pasar gelapini. Saat berkunjung langsung ke pasar gelapinilah ayah Louis melihat hewan ternak kecil tanpa nama yang meski buta huruf, tetapi penuh kegigihan untuk bertahan hidup. Saking kagumnya sang ayah memutuskan untuk membeli hewan ternak ini dan mengangkatnya sebagai anak, dengan satu syarat: Louis harus mampu berkuasa dan menggantikan posisinya di perusahaan kelak.
Hasilnya, Louis sejak kecil sangat sensitif terhadap kekuasaan. Ia selalu ingin jadi yang paling berkuasa meski sangat menyadari kelemahannya sebagai seekor herbivora. Setelah masuk SMA dan menjadi bintang sekolah, barulah ia menyadari batasan kekuasaan yang ada dalam masyarakat. Dalam masyarakat itu, semua pihak tunduk dinamika pasar gelap, termasuk sang ayah dan para politisi yang katanya “berkuasa”. Semuanya tak berdaya ketika dihadapkan dengan para penguasa pasar gelap dan hanya bisa mengikuti aturan main mereka.
Perlahan kita melihat Louis memutuskan bahwa kekuasaan sesungguhnya itu ada di tangan para mafia karnivora yang menjalankan pasar gelap, tempat lahirnya dulu. Louis pun langsung berjuang merebut posisi bos grup mafia singa luar biasa kejam yang dikenal dengan nama Shishigumi.
Jauh dari ekspektasi para anggota Shishigumi, ternyata sang bos baru, Louis, justru membawa kesuksesan. Kalau sebelumnya mereka menguasai pasar gelapkarena rasa takut, kini mereka berkuasa karena rasa hormat. Louis mengubah citra Shishigumi sedemikian rupa sehingga para pemilik toko kini melihat grup Shishigumi sebagai pelindung pasar gelapdari berbagai malapetaka. Para pemilik toko di pasar gelap bahkan tidak segan mengirimkan Shishigumi hadiah-hadiah tambahan di luar uang keamanan. Shishigumi kini disapa dan dihormati, tidak hanya ditakuti, di seluruh penjuru pasar gelap.
Sayangnya saat Plot B (pembunuhan Tem) mencapai resolusinya di akhir musim kedua dengan pertarungan akhir antara si pembunuh dengan Legoshi, Louis yang diminta tolong oleh Legoshi malah memutuskan untuk berhenti begitu saja dari grup Shishigumi. Keputusan yang diambil Louis pun harus dibayar oleh darah anggota Shishigumi, dengan alasan harus membantu Legoshi. Keputusan ini membuat kita bertanya-tanya kenapa dia tidak mengerahkan saja grup Shishigumi untuk menghabisi si pembunuh. Atau, kalau dia memang masih remaja nekat yang keras kepala, bisa saja dia pergi membawa senapan, menghabisi si pembunuh Tem, dan kembali melanjutkan hidupnya sebagai bos grup mafia.
Menurut Professor James Hynes, novelis sekaligus pengajar creative writing di Universitas Iowa dalam buku Writing Great Fiction: Storytelling Tips and Techniques (2014), ada dua cara membungkus suatu progresi plot: yang pertama adalah cara believable (dapat dipercaya), yang kedua dengan cara satisfying (memuaskan).
Sebelum keputusan Louis untuk keluar dari Shishigumi, progresi plot Beastars ada dalam kategori believable (dapat dipercaya) karena digerakkan oleh aksi karakter berdasarkan motivasi masing-masing. Namun, keputusan Louis untuk keluar dari Shishigumi tidak didasari motivasi haus kekuasaan Louis yang sudah dibangun dua musim lamanya. Keputusan tersebut lebih didorong oleh progresi plot satisfying (memuaskan), yang disusun agar ekspektasi penonton terpenuhi.
Bisakah musim ketiga yang masih menunggu rilis ini menghadirkan akhir yang lebih believable sekaligus satisfying?
Penulis: Pia Diamandis
Editor: Windu Jusuf