Menuju konten utama

Anggota DPR Muda Berkantong Tebal, Bisa Apa untuk Demokrasi?

Masyarakat tidak terlalu banyak berharap dengan anggota DPR periode saat ini, apalagi para anggota muda. Apa penyebabnya?

Anggota DPR Muda Berkantong Tebal, Bisa Apa untuk Demokrasi?
Selebritis yang terpilih menjadi anggota DPR terpilih periode 2024-2029 dari PAN Verrell Bramasta tiba di Gedung Nusantara untuk mengikuti pelantikan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2024). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/app/rwa.

tirto.id - Raka menggelengkan kepalanya ketika diperlihatkan data harta kekayaan dari para anggota DPR berusia muda. Pria yang bekerja sebagai pegawai swasta perusahaan periklanan itu membelalak saat mengetahui anak-anak muda di Senayan punya harta miliaran rupiah. Tirto menunjukkan beberapa data LHKPN dari anggota DPR periode 2024-2029 yang berusia di bawah 30 tahun kepada Raka.

“Gile bener ya, hehe, ada yang sampai duitnya Rp69,5 miliar, duit dari mana ya,” ucap Raka ketika ditemui Tirto di Jakarta Pusat, Selasa (8/10/2024).

Pria berusia 27 tahun itu tidak begitu tahu bahwa ternyata lumayan banyak juga anak-anak muda yang lolos menjadi anggota dewan di Senayan. Raka cukup terkejut karena mayoritas anggota DPR muda memiliki harta hingga mencapai miliaran rupiah. Walaupun tak berbeda jauh dari segi usia, kata Raka, namun jurang nasib seakan menganga lebar.

“Rasanya kayak ada another level ye kalo ngeliat begini hehe,” ujar Raka sambil terkekeh.

Menurut temuan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), ada 18 anggota DPR periode 2024-2029 yang berusia di bawah 30 tahun. Empat orang anggota DPR muda bahkan merupakan petahana yang kembali lolos di periode sekarang. Rata-rata mempunyai harta tercatat hingga mencapai miliaran rupiah.

Mengacu data dari laman LHKPN, mayoritas memang memiliki harta yang gemuk. Cuma dua anggota dari 18 anggota DPR di bawah usia 30 tahun yang melaporkan harta kekayaan kurang dari Rp1 miliar.

Misalnya, kekayaan anak dari terpidana kasus korupsi KTP elektronik Setyo Novanto, yakni Gavriel Putranto Novanto yang mencapai puluhan miliar rupiah. Gavriel merupakan anggota DPR Fraksi partai Golkar dari dapil Nusa Tenggara Timur (NTT) II. Ia tercatat memiliki harta mencapai Rp69,5 miliar.

Ada pula putra Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, yakni Andi Amar Ma'ruf Sulaiman. Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra itu memiliki harta senilai Rp49,6 miliar. Selain itu, pesohor Verrel Bramasta yang merupakan anggota DPR dari Fraksi PAN mencatatkan harta sebesar Rp51,8 miliar.

Contoh lainnya, ada putri dari Ketua DPR RI Puan Maharani, yakni Diah Pikatan Orissa Putri Hapsari, yang sama-sama anggota DPR dari Fraksi PDIP. Diah melaporkan harta sebesar Rp38 miliar. Anggota DPR termuda, Annisa Maharani Alzahra Mahesa, melaporkan hartanya sebesar Rp5,8 miliar. Annisa merupakan anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra, dan merupakan putri dari mendiang politisi asal Gerindra, Desmond J Mahesa.

Menurut Salza (26), pegawai di salah satu bank swasta, tak mengagetkan jika anggota DPR muda memiliki harta segunung. Perempuan yang mengaku cukup mengikuti perkembangan politik parlemen itu menilai, anggota DPR muda memiliki hubungan kekerabatan dengan “orang-orang gede”.

“Jadi nggak kaget sih kalau harta kekayaan mereka bisa sampai puluhan miliar,” ucap Salza saat ditemui reporter Tirto.

Pelantikan anggota parlemen masa bakti 2024-2029

Putri Puan Maharani sekaligus anggota DPR terpilih periode 2024-2029 dari PDI Perjuangan Diah Pikatan O Putri Haprani tiba di Gedung Nusantara untuk mengikuti pelantikan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2024). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/app/rwa.

Salza mengaku tidak terlalu banyak berharap dengan anggota DPR periode saat ini, apalagi para anggota muda. Ia ragu jika para anggota DPR muda bisa menyuarakan masalah yang dialami generasi muda Indonesia. Meski demikian, Salza berujar agar mereka yang muda di Senayan tidak terbawa arus para politisi senior.

“Harusnya yang muda bisa dong ngubah kultur, orang-orang tua jangan di-iyain terus lah,” terang Salza.

Maraknya anggota DPR muda yang memiliki harta gemuk memang dikhawatirkan membuat mereka berjarak dengan konstituen, terutama generasi muda. Apalagi, banyak dari mereka yang memiliki kekerabatan dengan elite politik, pejabat publik, hingga jejaring figur pebisnis.

Litbang Kompas mencatat, ada 137 anggota (18,7%) dari seluruh anggota MPR periode ini tercatat berusia kurang dari atau sama dengan 40 tahun. Proporsi anggota muda di DPD mencapai 29,6 persen atau 45 orang, adapun di DPR mencapai 92 orang atau 15,9 persen. Lebih lanjut, tidak kurang dari 62 persen atau 85 anggota muda DPD dan DPR memiliki ikatan kekerabatan dengan pejabat publik atau tokoh politik berpengaruh.

Peneliti Formappi, Lucius Karus, menilai amunisi harta kekayaan yang melimpah memiliki pengaruh terhadap kemenangan anggota DPR muda. Padahal, kata dia, ada juga banyak anak muda lain yang masuk dalam daftar calon legislatif yang mengantongi modal pas-pasan dan terbukti gagal mendapatkan suara dominan agar bisa terpilih.

“Hampir semua yang terpilih adalah anak-anak yang berduit, tentu saja menjelaskan hubungan duit dan keterpilihan itu sangat dekat,” kata Lucius kepada reporter Tirto, Selasa (9/10/2024).

Dengan begitu, politisi muda di parlemen nampaknya malah menguatkan paradigma DPR sebagai lembaga wakil rakyat yang kehilangan konteks memperjuangkan konstituen. Anggota DPR muda berduit, Lucius menilai, akan berpikir menggunakan logika untung rugi.

Menurutnya, agar terpilih anggota DPR muda membuang duit banyak. Setelah terpilih, uang yang sudah keluar itu pasti diharapkan kembali lagi atau bila perlu dalam jumlah berlipat.

Jika kekhawatiran Lucius terjadi, nampaknya urusan rakyat tak jadi prioritas utama. Anggota DPR muda akan fokus pada agenda pribadi untuk memastikan duit yang sudah keluar bisa balik modal.

Lucius menambahkan, ada kalanya konstituen sesekali dipikirkan dalam konteks investasi politik. Tentu, agar anggota DPR tersebut bisa dipilih kembali, politisi muda parlemen pasti berusaha memelihara ingatan konstituen.

“Sulit mengharapkan politisi muda dengan latar belakang anak-anak kaya itu memperbaiki kualitas demokrasi. Mereka mungkin tak terlalu peduli dengan isu demokrasi,” ucap Lucius.

Menjaga Relevansi Konstituen

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Haykal, memandang anggota DPR muda punya tugas ekstra untuk menjaga relevansi dengan konstituen generasi muda. Pasalnya, meski mereka sama-sama berusia muda, namun mayoritas tergolong masuk dalam kelompok elite politik.

Di sisi lain, keterpilihan anggota DPR muda dengan harta yang fantastis menandakan keterwakilan anak muda di parlemen masih didominasi dengan sosok bermodal besar. Kasarnya, kata dia, DPR cuma bisa dimenangkan oleh orang-orang kaya. Haykal menilai, kebanyakan mereka diduga tidak melakukan proses meritokrasi politik secara bertingkat.

“Ini tentu saja bukan menandakan hal yang baik. Karena seharusnya mereka yang dari teman-teman muda lain memiliki kapasitas dan kapabilitas yang baik juga,” ucap Haykal kepada reporter Tirto.

Haykal sadar betul afiliasi kedekatan bahkan kekerabatan dengan elite-elite politik juga menjadi modal tambahan anggota DPR muda. Ia menyebutnya sebagai privilese dalam kehidupan sehari-hari dan cukup melapangkan jalan mereka lolos ke Senayan.

Indikasi politik dinasti memang terasa sangat kental dalam kehadiran anggota DPR muda di Senayan. Kedekatan dengan elite dinilai mendorong dan memuluskan jalan mereka lolos ke DPR dengan umur semuda itu.

Kendati demikian, Haykal tidak ingin patah arang dengan para anggota DPR muda. Bagaimanapun, mereka terpilih secara sah lewat pemilu dan memiliki konstituen yang menitipkan kepercayaan suara.

Haykal berharap anggota DPR muda bisa memperbaiki citra miring mereka karena memiliki indikasi politik kekerabatan dan harta melimpah, dengan menjalankan mandat rakyat. Ke depan, menurut Haykal, anak-anak muda harus lebih mendapatkan edukasi politik yang ideal. Jangan sampai, politik dipandang sebatas pragmatis dan mengabaikan meritokrasi dalam mematangkan jenjang politik.

“Karena jika terus begini, generasi muda hanya jadi penerus jabatan orang tuanya dan keluarga, maka itu tidak bisa dimaknai keterlibatan generasi muda di politik dan demokrasi,” ucap dia.

Pelantikan DPR MPR 2024

Pelantikan DPR MPR di Gedung Oarlemen Selasa 1/10/2024. youtube/TVR PARLEMEN

Sementara itu, Peneliti Bidang Politik dari The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII), Felia Primaresti, menilai fenomena ini sebagai sebuah tantangan bagi demokrasi di Indonesia. Menurutnya, politik dinasti muncul dengan hadirnya privilese atau hak istimewa dari keluarga berpengaruh kepada politisi muda di sistem politik saat ini.

Felia menekankan bahwa seharusnya demokrasi tetap memberikan ruang proses kaderisasi yang terbuka, transparan serta akuntabel. Hal itu bisa dilakukan dengan menerapkan prinsip meritokrasi. Anak muda yang terjun ke politik dipilih berdasarkan kapasitas, kiprah, kinerja, pengalaman, dan rekam jejak.

“Idealnya, regenerasi politik seharusnya tidak hanya didominasi oleh mereka yang berasal dari keluarga elite, tetapi juga oleh masyarakat secara umum, terutama mereka yang memiliki kapabilitas dan keterampilan politik,” ucap Felia kepada reporter Tirto.

Felia menambahkan, dominasi dinasti politik bisa menghambat perkembangan politik yang lebih terbuka dan adil. Riset The Indonesian Institute mencatat urgensi reformasi kelembagaan partai politik agar membuat salah satu pilar demokrasi ini inklusif, relevan, dan akuntabel dalam demokrasi dan proses kebijakan di Indonesia.

Selain itu, kata Felia, masyarakat perlu waspada terhadap potensi melemahnya inovasi politik dan keterlibatan yang lebih luas dari masyarakat umum. Kehadiran anggota parlemen muda seharusnya jadi momentum untuk memperkuat demokrasi di Indonesia, khususnya dalam memperjuangkan aspirasi generasi muda.

Felia menekankan, diskursus soal politik dinasti tidak pernah diniatkan untuk menyasar sosok personal. Melainkan, sebagai proses kritik sebab sering kali memangkas proses demokrasi yang berjalan sesuai mekanisme. Terlebih, berpotensi melanggengkan praktik buruk seperti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

“Politik dinasti dapat memperkuat struktur kekuasaan yang eksklusif dan menghambat keterlibatan politik yang lebih luas dan adil, serta mendangkalkan makna demokrasi yang sebenarnya," terang dia.

Baca juga artikel terkait PELANTIKAN DPR RI atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Anggun P Situmorang