Menuju konten utama

Demokrasi Digital & Politik Anak Muda di Indonesia

Dengan akses yang luas, anak muda Indonesia kini memiliki peran yang semakin vital dalam lanskap politik.

Demokrasi Digital & Politik Anak Muda di Indonesia
Header Perspektif Suko Widodo. tirto.id/Tino

tirto.id - Disrupsi teknologi digital telah mengubah secara signifikan berbagai aspek kehidupan, termasuk politik. Di Indonesia, yang sudah mulai mengalami ledakan demografis, anak muda yang didominasi Gen X hingga Gen Z merupakan kelompok demografis yang dinamis dan berpengaruh dalam proses demokrasi.

Dengan akses yang luas dan terbuka ke media sosial dan platform digital lainnya, anak muda Indonesia kini memiliki peran yang semakin vital dalam membentuk opini dan persepsi publik, mengorganisir gerakan sosial, dan berpartisipasi dalam proses politik.

Lansekap Partisipasi Anak Muda dalam Politik di Indonesia

Anak muda Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan dalam partisipasi politik dalam beberapa tahun terakhir. Studi CSIS dan demografi pada Pemilu 2024 mencatat 50% lebih pemilih adalah anak muda. Selain itu, gerakan-gerakan seperti #ReformasiPendidikan dan #StopKorupsi menunjukkan betapa anak muda menggunakan platform digital untuk menyuarakan aspirasi mereka.

Yang terbaru adalah dominasi gerakan politik melalui tagar #IndonesiaDarurat berhasil menyelamatkan demokrasi Indonesia dari akrobat elite politik. Tidak hanya sebagai gerakan sosial, tetapi diskursus di media sosial sangat mungkin untuk berkembang menjadi gerakan aktual politik yang mampu mempengaruhi secara langsung proses politik yang sedang berlangsung.

Fenomena politik lain yang cukup menjadi catatan adalah kampanye politik yang dilakukan calon presiden Anies Baswedan di Pemilu 2024 lalu. Melalui tagar #DesakAnies, terbukti mobilisasi anak muda bisa terjadi secara konstruktif.

Media sosial seperti Instagram, Twitter, TikTok, dan Facebook menjadi media utama bagi anak muda Indonesia untuk terlibat dalam politik. Menurut survei We Are Social dan Hootsuite (2023), sekitar 75% pengguna internet di Indonesia adalah anak muda yang aktif menggunakan media sosial untuk mendapatkan informasi politik, berpartisipasi dalam diskusi, dan mendukung kampanye tertentu. Karakter unik media sosial yang terbuka 24 jam yang memungkinkan interaksi berlangsung asimetris dan asynchronous, menjadikannya media yang tepat untuk pertukaran informasi yang dialektis dan egaliter.

Instagram dan TikTok sering digunakan untuk menyebarkan konten visual dan video yang menarik perhatian, sementara Twitter menjadi platform untuk diskusi politik dan tagar seperti #IndonesiaDarurat beberapa waktu lalu. Keterlibatan pemengaruh dan akun-akun yang memiliki jangkauan luas mampu membawa tagar tersebut lintas platform. Pemanfaatan media sosial ini memungkinkan anak muda untuk mengorganisir protes, kampanye digital, dan bahkan mempengaruhi kebijakan publik melalui tekanan digital.

Pada satu sisi, beragamnya jenis media sosial yang ada memungkinkan anak muda Indonesia memilih untuk aktif di media sosial yang sesuai dengan karakternya. Secara tidak langsung, berbagai jenis media sosial ini kemudian membentuk segmentasi psikografis tersendiri. Kreatifitas anak muda juga memungkinkan pesan-pesan politik disampaikan dalam berbagai format dan karakter yang unik. Dengan isi pesan yang sama, percakapan publik di Facebook, TikTok, atau Twitter bisa hadir dengan gaya yang sama sekali berbeda.

Jika format pesan politik yang disampaikan dirasa sangat relate dengan dirinya, secara otomatis anak muda Indonesia menemukan alasan penting untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses politik. Apatisme dan skeptisisme yang mengemuka terhadap proses politik saat ini, di samping akrobat para elite, adalah karena anak muda belum sepenuhnya merasa proses politik memiliki pengaruh langsung terhadap dirinya. Komunikasi politik yang konvensional belum mampu menyampaikan pesan secara efektif mengenai pentingnya proses politik.

Bersama dengan potensi bagaimana lansekap media digital dan media sosial bisa menmpengaruhi proses politik dan iklim demokrasi, muncul juga dampak kolateral yang negatif terhadap sistem demokrasi di Indonesia. Di satu sisi, digitalisasi meningkatkan akses informasi dan mempermudah partisipasi politik. Anak muda dapat dengan cepat mengorganisir gerakan sosial, menyebarkan informasi, dan meningkatkan kesadaran tentang isu-isu penting.

Namun, di sisi lain, demokrasi digital tidak bisa dipungkiri juga menghadirkan tantangan seperti penyebaran misinformasi dan polarisasi opini. Menurut laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2023, sekitar 40% konten politik yang beredar di media sosial mengandung informasi yang tidak terverifikasi. Hal ini bisa sangat kontra produktif di kalangan anak muda, yang akan menumbuh-suburkan apatisme dan skeptisisme. Yang pada gilirannya akan menghambat proses demokrasi yang sehat.

Tantangan dalam Partisipasi Politik Digital Anak Muda

Anak muda Indonesia, sebagaimana pengguna internet lainnya, terpapar masalah kronis yang sama dalam dunia digital. Khusus dalam konteks politik, masalah kronis ini sangat berpeluang besar menarik mundur proses demokrasi yang berjalan. Beberapa masalah yang dihadapi anak muda Indonesia dalam partisipasi politik digital antara lain:

Akses dan Kecerdasan Digital yang Tidak Merata. Meskipun penetrasi internet di Indonesia tinggi, masih terdapat kesenjangan digital antara daerah perkotaan dan pedesaan. Hal ini membatasi partisipasi politik bagi anak muda di daerah terpencil. Literasi Digital, yang menjadi satu komponen penting di dalam Kecerdasan Digital, yang masih rendah menjadikan pertukaran informasi menjadi sangat tidak berimbang. Aktor politik yang lebih menyukai kampanye negatif memanfaatkan celah ini dalam membentuk opini dan persepsi publik.

Disinformasi, Misinformasi dan Malinformasi. Memanfaatkan karakter media digital dam media sosial yang sangat cepat dan menyebar ke segala arah, aktor politik yang tidak bertanggung jawab menggunakannya untuk kampanye negatif. Disinformasi, misinformasi dan malinformasi dapat mempengaruhi opini dan keputusan politik anak muda. Bahkan ketika penyimpangan informasi tersebut dikoreksi, tidak serta merta koreksi tersebut berhasil memulihkan kepercayaan publik.

Perundungan, Keamanan dan Keselamatan Digital. Anak muda yang terlibat aktif di media sosial dalam diskusi politik tidak jarang menghadapi ancaman dan perundungan digital. Hal tersebut menjadikan anak muda menjadi tidak nyaman dan tidak lagi merasa aman dalam menyuarakan aspirasinya. Hal ini niscaya, karena karakter platform digital yang ada sangat terbuka dan belum ada mekanisme yang tepat untuk mitigasinya. Tantangan ini dapat mengurangi partisipasi anak muda dalam politik, bahkan menjadi isu kesehatan mental yang cukup serius.

Regulasi dan Kebijakan. Sebagaimana disampaikan Edward O. Wilson, salah satu tantangan peradaban adalah kombinasi dari perkembangan teknologi yang pesat, kemampuan kognitif manusia yang masih primitif dan perangkat institusi dan regulasi yang masih di abad pertengahan. Perkembangan dunia digital yang sangat pesat tidak bisa diimbangi dengan tepat oleh perangkat regulasi yang ada. Tidak heran apabila ada yang berpendapat bahwa dunia digital adalah dunia liar dan tidak beradab, karena perangkat sosial kemasyarakatan masih dalam proses tanpa henti untuk beradaptasi. Salah satunya adalah kebijakan pemerintah terkait penggunaan media sosial dan kebebasan berpendapat yang mampu menjaga partisipasi politik anak muda namun tetap menjaga keamanan dan ketertiban.

Aktor Politik yang Tidak Bertanggung Jawab. Karakter media digital dan media sosial memunculkan celah-celah yang kemudian dieksploitasi oleh aktor-aktor politik yang tidak bertanggung jawab. Melalui mekanisme rekayasa sosial dan rekayasa persepsi yang cukup kompleks, dengan dukungan modal kapital yang besar, mereka mampu menguasai narasi secara cepat dan membangun opini publik yang kuat. Kecenderungan politik untuk kekuasaan belaka melahirkan akibat-akibat negatif yang tidak diinginkan ini.

Masa Depan Demokrasi Digital

Potensi dan peluang yang ditawarkan oleh partisipasi aktif anak muda dalam lansekap digital terlaku berharga untuk diabaikan. Bahkan dengan tantangan yang sedemikian kompleks dan serius, potensi dan peluang ini layak untuk terus diperjuangkan. Diperlukan kolaborasi dan kebijaksanaan bersama (crowd wisdom) untuk mengawal proses tumbuh kembang politik anak muda ini. Masa depan negara ini ada di tangan para anak muda ini.

Kecerdasan Digital perlu terus diupayakan, bersama dengan akses yang harus terus diperluas sehingga menjangkau semakin banyak orang. Edukasi tentang cara mengenali informasi yang valid dan kredibel, mengenali dan menghindari misinformasi harus menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan dan keahlian anak muda dalam berselancar di dunia digital.

Keamanan dan Keselamatan Digital juga perlu diperkuat, dimulai dengan kesadaran individu untuk menjaganya. Di sisi lain, pemerintah harus mempertimbangkan dan mendengarkan masukan-masukan dari para ahli di bidang ini, tidak hanya melihatnya dari sisi stabilitas politik kekuasaan saja. Penyusunan kebijakan digital haruslah melindungi anak muda dari ancaman digital untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman, nyaman dan inklusif. Kolaborasi antara Pemerintah dan Masyarakat Sipil mutlak diperlukan untuk untuk mengembangkan regulasi yang mendukung demokrasi digital sekaligus menjaga integritas informasi.

Dan apabila memungkinkan adalah mengembangkan platform digital untuk partisipasi politik yang terbuka. Hadirnya aplikasi dan platform khusus yang memfasilitasi diskusi politik, pengambilan keputusan kolektif, dan partisipasi dalam pemilu dapat meningkatkan keterlibatan anak muda dalam demokrasi. Hal ini adalah salah satu tawaran solusi ketika algoritma media digital dan media sosial yang ada saat ini belum sepenuhnya memungkinkan untuk hal itu.

Dominasi anak muda yang sangat aktif di dunia digital, haruslah bisa diarahkan untuk terus meningkatkan kualitas demokrasi kita. Sebab jika tidak, lansekap demgrafis ini akan menjadi bencana demografi, alih-alih bonus demografi.

*) Isi artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya.