Menuju konten utama

Anak di Bantul Jadi Korban TPPO, Dicekoki Miras & Obat Terlarang

Anak berusia 14 tahun diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) pada Desember 2024.

Anak di Bantul Jadi Korban TPPO, Dicekoki Miras & Obat Terlarang
Tim kuasa hukum dari LHKP Pandawa bersama Temon Trimulyo dan Siti Khotimah melapor ke KPAD Bantul untuk mendapat pendampingan psikologis bagi korban TPPO, pada Jumat (14/2/2025). tirto.id/Fatimah Purwoko

tirto.id - Hati Temon Trimulyo hancur.

Konon, anak perempuan pertamanya yang masih berusia 14 tahun menjadi korban dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) pada Desember 2024.

Temon sudah melaporkan petaka yang menimpa buah hatinya ke Polres Bantul dengan nomor laporan LP/B/15/1/2025/SPKT/POLRES BANTUL/POLDA DI YOGYAKARTA.

Laporan itu mandek. Belum ada perkembangan berarti hingga kini.

"Enggak ada keterangan sampai sekarang," kata Temon, saat diwawancarai di Kantor Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD), Bantul, Jumat (14/2/2025).

Temon bersama istri, korban, dan kuasa hukum, kini mendatangi Kantor KPAD Bantul, bermaksud meminta pendampingan terhadap korban Secara psikologis.

Temon bercerita pelaku bernama Aditya Habib Alia Sofah awalnya membawa korban dengan dalih akan dipekerjakan sebagai penjaga gerai teh. Nyatanya, korban justru dieksploitasi secara seksual untuk tujuan ekonomi.

"Beberapa bulan [kemudian, korban] menelepon minta dijemput karena kena mental. Saya curiga," kenang Temon, mengulang percakapannya dengan anak.

Kecurigaan itu membuat Temon sadar, anaknya menjadi korban TPPO. "Sakit hati banget," kata Temon.

Setelah membuat laporan ke polisi, Temon pun sempat didatangi oleh Aditya dan kekasihnya yang mengeksploitasi korban. Konon, pelaku menawarkan uang Rp50juta. Namun, Temon menolak.

"Saya kecewa dengan dia, kecewa saya bukan masalah uang. Mau dikasih berapa pun, aku nggak mau," tutur Temon.

Temon sadar perbuatan pelaku telah mengeksploitasi anaknya. Dia ingin pelaku mempertangungjawabkan perbuatanya, sehingga tak ada korban berikutnya.

"Saya enggak terima. Saya ingin membuat dia jera. Tidak ada korban lain," tukas Temon.

Kuasa hukum korban dari LHKP Pandawa, Abdul Qadir, menyesalkan keterlambatan proses penanganan kasus korban. Menurut dia, unit PPA di Polres Bantul semestinya bertindak cepat sejak awal mendapat laporan.

"Karena keterlambatan itu, muncul keraguan dari kami kalau berlarut-larut tidak ditangani," kata Abdul.

Abdul meminta polisi lekas memproses laporan kliennya. Pasalnya, pelaku masih berkeliaran bebas.

"Intinya, Polres Bantul tidak boleh main-main. Sebab sampai saat ini pelaku masih berkeliaran bebas," tutur dia.

Febriawan Nurahabib, kuasa hukum korban yang lain, menjelaskan dugaan TPPO yang dilakukan oleh Aditya bersama Rina sejak Agustus 2024. Selain mengimingi pekerjakan, korban ditarik dengan membelikan pakaian.

"Akan tetapi pada prosesnya, akhirnya dia malah jadi eksploitasi secara seksual yang dipasarkan melalui aplikasi online oleh sepasang kekasih tersebut [Aditya dan Rina]," kata Febriawan.

Korban dijebak untuk terlibat prostitusi. Para pelaku mencekoki korban dengan minuman keras dan obat-obatan terlarang.

Syahdan, korban seterusnya ditawarkan dengan harga Rp150 ribu sampai Rp500 ribu. Korban dipaksa memuaskan birahi para hidung belang

"Anak ini kena kekerasan, dia seperti di jambak dan dipukul dia mengikuti untuk melakukan," bebernya.

Kasi Humas Polres Bantul, AKP I Nengah Jeffry Prana Widnyana, masih enggn menjelaskan kasus yang dilaporkan keluarga korban. Dia berdalih masih berada di jalan.

Baca juga artikel terkait TPPO atau tulisan lainnya dari Siti Fatimah

tirto.id - Hukum
Kontributor: Siti Fatimah
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama