tirto.id - PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) mengungkapkan pentingnya bagi perseroan untuk membeli hak partisipasi Rio Tinto di PT Freeport Indonesia (PTFI). Menurut Head of Corporate Communication Inalum, Rendi Witular, apabila hak partisipasi Rio Tinto yang sebesar 40 persen itu tidak diselesaikan, maka pendapatan negara akan jauh berkurang.
“Masalah Rio Tinto ini pelik. Selama ini ada yang bilang harga [saham yang harus dibeli] kemahalan. Komposisi pendapatan itu tidak seperti yang selama ini diketahui publik,” ungkap Rendi dalam Forum Merdeka Barat 9 di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (23/7/2018).
Dalam mengelola tambang Grasberg di Papua selama ini, memang terdapat dua pemegang hak saham (equity interest) yang terdiri dari PTFI dengan persentase sebesar 90,64 persen dan pemerintah melalui Inalum sebesar 9,36 persen. Lebih lanjut, dalam equity interest itu terkandung 40 persen hak partisipasi Rio Tinto yang disebut economic interest.
Upaya pemerintah membeli hak partisipasi Rio Tinto itu sebagai upaya untuk meningkatkan nilai keekonomian tambang menjadi 51 persen. Apabila pemerintah hanya membeli saham PTFI tanpa menyertakan hak partisipasi Rio Tinto, maka economic interest dan equity interest yang diharapkan mencapai 51 persen tidak akan tercapai.
Rendi menyebutkan bahwa proses untuk melakukan konversi hak partisipasi tersebut menjadi saham masih terus dilakukan. Adapun hasilnya nanti akan tertuang dalam exchange agreement yang bakal menjadi salah satu kesepakatan tindak lanjut seusai penandatanganan Head of Agreement (HoA) pada 13 Juli 2018. Hak partisipasi sendiri kedudukannya berbeda dengan saham.
“Namun ketiga belah pihak (Inalum, Freeport-McMoran, dan Rio Tinto) telah sepakat untuk melakukan konversi hak partisipasi menjadi saham. Tidak ada lagi negosiasi. Konversi saham itu harusnya setara dengan 40 persen hak partisipasi Rio Tinto,” jelas Rendi.
Masih dalam kesempatan yang sama, Rendi sempat mengibaratkan harga saham PTFI yang harus dibeli pemerintah tak ubahnya seperti membeli rumah milik nenek sendiri. Ia mengatakan penetapan harga jualnya saat ini tidak bisa tetap mengacu pada harga saat rumah tersebut pertama kali dibeli.
“Yang harus dilihat adalah bagaimana nilainya sekarang dan ke depannya bagaimana. Itu pendekatan kita, bukan lagi melihat ke belakang, tapi ke depan,” ujar Rendi.
Sementara untuk pemerintah daerah sendiri, Rendi menjamin ada pembagian saham sebesar 10 persen untuk Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika setelah divestasi. Ketentuan itu sendiri sebagaimana dituangkan dalam perjanjian yang diteken pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada Januari 2018.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Alexander Haryanto