tirto.id - Palestina adalah salah satu negara yang mendukung kemerdekaan Indonesia di akhir era Perang Dunia II. Dukungan Palestina terhadap kemerdekaan Indonesia disampaikan oleh tokoh bernama Syekh Muhammad Amin Al-Husaini.
Berkat dukungan tersebut, Indonesia memperoleh cukup pengakuan dari internasional untuk bisa berdiri menjadi negara yang berdaulat. Lantas, apa alasan Palestina mendukung kemerdekaan Indonesia dan bagaimana sejarahnya?
Palestina merupakan negara yang terletak di Asia Barat Daya (disebut kawasan Timur Tengah). Negara ini terdiri dari wilayah Gaza dan Tepi Barat saling terpisah jauh dan dibatasi otoritas Israel.
Palestina saat ini masih berurusan dengan penjajahan dan perebutan lahan secara paksa. Padahal, negara tersebut sudah mendeklarasikan kemerdekaannya sejak 15 November 1988.
Kondisi itu membuat Indonesia yang menganut prinsip bahwa "kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa" berdiri di belakang Palestina.
Hubungan Indonesia dan Palestina tidak hanya dipengaruhi oleh prinsip dan situasi kemanusiaan, tetapi juga sejarah. Hubungan akrab Indonesia dan Palestina sudah berlangsung sebelum proklamasi kemerdekaan.
Hubungan ini terjalin berkat rakyat Palestina memberikan dukungan kepada Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan pada 1944 silam. Hal yang sama dilakukan Indonesia yang lantang menyuarakan kemerdekaan Palestina.
Mengutip situs DPR RI, Bung Karno pernah mengungkapkan pembelaannya terhadap Palestina pada 1962. Bung Karno juga tegas menyebut bahwa Israel adalah penjajah karena merebut wilayah Palestina.
Indonesia juga membantu para warga Palestina yang berkonflik dengan Israel. Salah satu bentuk bantuan Indonesia kepada Palestina adalah pendirian Rumah Sakit Indonesia di Gaza Utara yang digunakan sebagai fasilitas kesehatan.
Sejarah Palestina Mendukung Kemerdekaan Indonesia dan Alasannya
Ketika Belanda angkat kaki dari Indonesia, pemerintahan dipegang oleh Jepang. Pendudukan Jepang (1942-1945) membawa beberapa dampak bagi Indonesia, termasuk terbentuknya panitia untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Pembentukan panitia kemerdekaan ini merupakan tindak lanjut dari janji Perdana Menteri Jepang, Kuniaki Koiso. Koiso berjanji kepada rakyat Indonesia akan memberikan kemerdekaan melalui sebuah pernyataan pada 6 September 1944.
Janji Koiso kemudian ditanggapi oleh seorang Mufti Besar Palestina bernama Muhammad Amin Al-Husaini. Menurut M. Zein Hassan Lc dalam Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri (1980) melalui Al-Husaini lah Palestina menyatakan dukungannya terhadap kemerdekaan Indonesia.
Al-Husaini mengumumkan bahwa Palestina mengakui Indonesia sebagai negara secara de facto melalu siaran di Radio Berlin, Jerman pada 6 September 1944. Pengakuan kemerdekaan Indonesia tersebut disiarkan menggunakan bahasa Arab.
Adapun alasan Al-Husaini mendukung Indonesia adalah untuk menanggapi janji kemerdekaan yang diberikan Jepang. Alasan lain yang membuat Palestina mendukung Indonesia karena perasaan senasib dan sepenanggungan.
Palestina diketahui masih berada di bawah pendudukan Inggris dan Zionis saat memberikan dukungannya kepada Indonesia. Melalui pernyataan dukungan ini, Palestina ikut serta berkontribusi dalam upaya diplomasi kemerdekaan Indonesia.
Tidak hanya berkontribusi dalam upaya diplomasi, Palestina juga mendukung Indonesia secara materi. Setelah mendukung Indonesia sebagai negara yang berdaulat, saudagar kaya asal Palestina bernama Muhammad Ali Taher menyumbangkan dana kepada Indonesia.
Uang itu dikirim dari Bank Arabia untuk diserahkan ke Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia.
Berkat perjuangan rakyat ditambah dukungan Palestina serta negara-negara sahabat lainnya, Indonesia akhirnya memperoleh kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
Negara-negara lain yang mendukung kedaulatan Indonesia di antaranya adalah Mesir (22 Maret 1946), Suriah (2 Juli 1947), Lebanon (29 Juli 1947), Vatikan (6 Juli 1947), dan Irak (16 Juli 1947).
Selanjutnya negara-negara Timur Tengah lain seperti Afganistan (23 September 1947), Arab Saudi (24 November 1947), dan Yaman (3 Mei 1948) ikut mengakui kemerdekaan Indonesia.
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya & Yonada Nancy