tirto.id - Peneliti bidang hukum dari The Indonesian Institute (TII), Christina Clarissa Intania, menyayangkan absennya pembahasan capaian penegakan hak asasi manusia (HAM) dalam pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo di Sidang Tahunan MPR RI 2024 dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI 2024, Jumat (16/8/2024).
“Sangat disayangkan belum berhasilnya penegakan HAM untuk bisa dijadikan satu hal yang ikut dirayakan saat ulang tahun Republik Indonesia. Padahal, penegakan HAM menjadi poin pertama dalam Nawacita yang menjadi bintang utara pelaksanaan pemerintahan Jokowi,” kata Christina dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Jumat (16/8/2024).
Saat ini, kata Christina, pembatasan-pembatasan HAM terutama hak berpendapat di Indonesia masih sering terjadi, begitu pula usaha-usaha untuk mengkriminalisasi opini.
"Contohnya dalam kasus Fatia-Haris, Daniel Tangkilisan, dan Meilia Nurul Fajriah. Walaupun kemenangan diperoleh oleh ketiganya, namun hal ini tetap menunjukkan bahwa masih ada celah dalam peraturan perundang-undangan kita yang dapat mengkriminalisasi opini kritis,” ucap Christina.
Christina juga menyoroti soal belum terwujudnya pemenuhan kehidupan yang layak untuk masyarakat adat. Terlebih, keberlangsungan kehidupan masyarakat adat masih terancam, salah satunya oleh konflik lahan yang berlarut-larut.
"Konflik seperti di Rempang, Boven Digoel, dan Sorong hanya beberapa dari dari konflik lahan yang media tahu. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat adat masih terus memperjuangkan haknya untuk hidup sebagai warga negara Indonesia pada umumnya,” jelas Christina.
Christina juga mengatakan bahwa belum ada lagi langkah aktual ke arah penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.
“Selama Aksi Kamisan dan protes atas pelanggaran HAM masih berlangsung, maka perjuangan para korban belum berakhir. Begitu pula perjuangan masyarakat sipil untuk memperjuangkan negara dengan penegakan HAM yang baik dan berintegritas.” ujar Christina.
Oleh karena itu, Christina menyerukan agar usaha memperjuangkan HAM terus dilanjutkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat sipil, kata Christina, perlu mempererat usaha-usaha kolektif untuk mengadvokasi isu HAM.
"Namun, masyarakat tidak mungkin bergerak sendiri. Pemerintah sesuai mandat konstitusi wajib menjamin perlindungan dan penegakan HAM melalui regulasi dan penegakan hukum,” tutur Christina.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Fadrik Aziz Firdausi