tirto.id - Harapan perubahan yang tertuang dalam 17+8 Tuntutan Rakyat mulai mendapat tanggapan dari pemerintah dan para wakil rakyat.
Presiden Prabowo menyampaikan pada Minggu (31/8/2025) kalau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mencabut sejumlah tunjangan dan melakukan moratorium kunjungan ke luar negeri. DPR, lewat dalam kesempatan khusus menanggapi 17+8 Tuntutan Rakyat, Jumat (5/9/2025), memastikan pemberhentian tunjangan perumahan, pemangkasan tunjangan dan fasilitas, serta penangguhan kunjungan ke luar negeri sudah dipastikan akan terjadi.
Prabowo, yang kemudian bertemu dengan sejumlah pimpinan media massa di kediamannya, di Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Sabtu (6/9/2025), bahkan mengatakan sejumlah tuntutan masuk akal dan bisa dirundingkan.
"Kita pelajari, sebagian masuk akal, sebagian kita bisa berunding, kita bisa berdebat. Ya, saya katakan, tuntutan ada banyak yang masuk akal, dan banyak yang menurut saya normatif, dan itu bisa kita bicarakan dengan baik," kata Prabowo menanggapi secara khusus 17+8 Tuntutan Rakyat.
Meski pernyataan Prabowo menyiratkan akan mempertimbangkan terhadap poin-poin 17+8 Tuntutan Rakyat, namun para menteri kompak menyatakan bahwa tuntutan tersebut tidak semua bisa dipenuhi, setidaknya tidak dalam waktu dekat.
Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menuturkan, sejumlah tuntutan berkaitan dengan Undang-Undang harus mengikut proses revisi. Sementara sebagian lain terkait dengan pemilihan umum (pemilu), yang masih sekitar empat tahun lagi.
"Walaupun tidak semua dari tuntutan dapat segera diwujudkan. Oleh karena memerlukan waktu antara lain misalnya perbaikan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada, menunggu pemilihan umum tahun 2029, dan seterusnya," kata Yusril dalam konferensi pers, Senin (8/9/2025).
Meski tidak bisa langusung memenuhi tuntutan masyarakat, namun Yusril berjanji akan terus menjalin komunikasi dengan DPR sebagai mitra pemerintah untuk merespons 17+8 Tuntutan Rakyat. Dia memastikan bahwa pembenahan aparatur pemerintah dan hukum menjadi komitmen bersama.
"Sehingga, betul-betul aparat penegak hukum itu, menjalankan tugas sejalan dengan koridor hukum yang berlaku dan juga mengedepankan asas penghormatan, pengakuan, dan sekaligus perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Kami akan teguh memegang prinsip ini," ujarnya.
Pernyataan serupa juga keluar dari Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, Wiranto. Dia menyebut tuntutan-tuntutan masyarakat itu tidak semuanya bisa dipenuhi.
Wiranto menuturkan Prabowo mendengar tuntutan masyarakat, tetapi menindaklanjuti tuntutna akan dilakukan secara perlahan. "Presiden juga tentu sedapat mungkin telah mendengarkan itu, kemudian memenuhi apa yang diminta, tentunya tidak serentak ya semua dipenuhi. Kalau semua permintaan dipenuhi, kan juga repot ya," kata Wiranto di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (4/9/2025).
Sementara DPR, seperti yang disampaikan Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, telah merumuskan enam putusan secara khusus untuk mengakomodasi 17+8 Tuntutan Rakyat.
Selain terkait tiga poin yang disebutkan di awal, terdapat juga poin terkait anggota DPR nonaktif tidak akan digaji. Tak kalah penting DPR juga mengikrarkan janji untuk membuka transparansi dan partisipasi publik terhadap kinerja anggota DPR.
“DPR RI akan memperkuat transparansi dan partisipasi publik yang bermakna dalam proses legislasi dan kebijakan lainnya,” kata Dasco, Jumat (5/9/2025).
Pembenahan Birokrasi dan DPR Hanya Setengah Hati
Pendiri sekaligus Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menuturkan, sikap DPR terhadap 17+8 Tuntutan Rakyat hanya sekadar respons cepat dan belum bisa memuaskan publik.
Keputusan DPR 5 September 2025 hanya memotong tunjangan DPR sebagian kecil dan para legislator tersebut masih membawa uang Rp65 juta setelah dilakukan pemangkasan. Menurut Lucius, pemotongan tersebut memenberi kesan respons setengah hati.
"Karena baru respons cepat, ya keputusan DPR belum memuaskan publik. THP (Take Home Pay) Rp65 juta masih dianggap terlalu tinggi dibandingkan dengan pendapatan per kapita penduduk," kata Lucius saat dihubungi Tirto, Senin (8/9/2025).
Oleh karenanya, Lucius mendesak DPR untuk kembali mengulas anggaran yang masih menjadi perdebatan publik tersebut. Dia menegaskan bahwa proses penganggaran tidak hanya dievaluasi dalam satu masa periode jabatan DPR namun juga harus diteruskan dalam setiap masa kerja lima tahun berikutnya.
Lebih lanjut Lucius mengatakan hasil evaluasi diharapkan akan menjadi rujukan penetapan tunjangan baru DPR yang lebih masuk akal dan sesuai dengan harapan publik.
"Di samping itu DPR harus juga menjamin transparansi dan akuntabilitas terkait penggunaan tunjangan-tunjangan itu. Khususnya yang terkait dengan kepentingan rakyat seperti tunjangan komunikasi intensif. Apa dasar perhitungan tunjangan ini dan kenapa perlu?" ujarnya.
Dia menegaskan bahwa tata kelola DPR harus diarahkan pada penguatan peran anggota sebagai wakil rakyat. Lucius juga mendesak pembenahan sistem partai, sehingga harus dibatasi agar anggota DPR bisa memaksimalkan perannya sebagai wakil rakyat.
"Mekanisme pembagian peran ini harus terumuskan dalam UU MD3 dan Tatib DPR," jelasnya.

Tidak DPR yang menjadi sorotan, pemerintah juga menjadi perhatian dalam proses pembenahan tata birokrasi. Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno mengungkap bahwa realisasi 17+8 Tuntutan Rakyat harus dicermati sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan dan permasalahan rakyat.
"Realisasi Tuntutan 17+8 tentu sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan," kata Adi, Senin (8/9/2025).
Adi menambahkan, meski 17+8 tuntutan Rakyat terkesan adalah isu lama, tapi kumpulan isu tersebut adalah gambaran permasalahan lama yang selama ini tidak pernah didengarkan apalagi diperhatikan.
"Di luar itu, isi tuntutannya adalah isu-isu lama yang memang tidak pernah didengarkan selama ini," kata Adi.
Dari poin-poin tuntutan, 17 di antaranya adalah tuntutan yang diharapkan bisa selesai dalam waktu singkat, sekitar satu minggu, yang jatuh tenggat waktu pada 5 September 2025 lalu. Minimnya realisasi tuntutan memancing ketidakpuasan dan kekecewaan masyarakat.
Tirto telah berupaya menghubungi sejumlah pimpinan DPR yang kini masih aktif, namun semuanya kompak tak memberi jawaban. Sementara salah seorang anggota DPR lain yang menanggapi pesan kami, menjelaskan saat ini lembaga legislatif tersebut tengah fokus pada progres dan kinerja pada Senin (8/9/2025).
Penulis: Irfan Amin
Editor: Alfons Yoshio Hartanto
Masuk tirto.id


































