Menuju konten utama
Lebaran 2021

Adab Bertamu dan Menerima Tamu dalam Islam Saat Lebaran

Dalam Islam, ada adab yang mengatur tata cara bertamu, termasuk saat silaturahmi ketika Lebaran.

Adab Bertamu dan Menerima Tamu dalam Islam Saat Lebaran
Mendikbud Nadiem Makarim (kiri) bertamu untuk bersilaturahmi dengan Rais Aam PBNU Miftahul Akhyar (kanan) di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (12/8/2020). ANTARA FOTO/Junaidi/wpa/foc.

tirto.id - Salah satu tradisi pada Hari Raya Idulfitri atau Lebaran di Indonesia adalah bertamu ke tetangga sekitar, saling mengunjugi karib-kerabat, kolega kerja, serta bermaaf-maafan atas kesalahan di masa silam. Dalam Islam, ada adab yang mengatur tata cara bertamu.

Tujuan bertamu adalah menjalin silaturahmi yang dianjurkan Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa ingin dilapangkan pintu rezeki untuknya dan dipanjangkan umurnya hendaknya ia menyambung tali silaturahmi,” (H.R. Bukhari)

Untuk Lebaran 1442 H atau 2021 M, ketika pandemi COVID-19 belum juga mereda, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalu fatwa No. 24 Tahun 2021 mengimbau agar silaturahmi sebaiknya dilakukan di keluarga inti, tidak bertemu dengan banyak orang, apalagi sampai memicu kerumunan.

Imbauan ini diperketat, khususnya di daerah berstatus zona merah atau oranye yang penyebaran virus Corona atau COVID-19) masih tinggi. Sementara itu, di daerah zona hijau dan kuning, yang tingkat penularannya rendah, maka silaturahmi harus menaati protokol kesehatan.

Di dalam ajaran Islam, untuk bertamu dan melakukan silaturahmi, terdapat adab-adab tertentu yang bisa dipraktikkan. Tujuannya untuk kenyamanan kedua belah pihak, baik itu tamu atau tuan rumah.

Dalam buku Akidah Akhlak (2020) yang ditulis Mahdum, terdapat sejumlah adab yang dapat diterapkan umat Islam dalam bertamu agar memperoleh berkah dan pahala di sisi Allah SWT.

Adab bertamu itu mencakup adab bagi orang yang bertamu dan tuan rumah yang menerima tamu tersebut, sebagai berikut:

Adab bagi Tamu

Seseorang yang akan bertamu diharuskan untuk menjaga adab dan sopan santunnya. Islam mengatur etika bertamu sebagai berikut.

1. Menguncapkan salam

Ketika sampai di rumah yang dikunjungi, seseorang yang hendak bertamu dianjurkan mengucapkan salam kepada tuan rumah, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah An-Nur ayat 27:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya, yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu selalu ingat.” (QS. An-Nur [24]: 27).

2. Meminta izin masuk

Setelah salamnya dijawab, maka tamu harus bertanya terlebih dahulu, apakah ia diizinkan untuk masuk.

Meminta izin adalah hal penting sebelum masuk ke kediaman tuan rumah. Bisa jadi, tuan rumah sedang istirahat, tidak ingin diganggu, dan sebagainya.

Dengan meminta izin, tamu memberi kesempatan bagi tuan rumah untuk berbenah diri sehingga siap menyambut tamu tersebut.

3. Jika tidak diizinkan, tamu sebaiknya pulang

Jika tamu sudah mengucapkan salam sebanyak tiga kali dan tidak ada jawaban, atau sudah meminta izin lalu tuan rumah sedang tidak berkenan, maka tamu harus mengurungkan niatnya bertamu.

Jangan sampai tamu memaksa untuk bertandang sedang tuan rumah tidak bersedia atas kedatangan tamu tersebut. Selain itu, tidak usah tersinggung atau merasa diabaikan karena memang sudah hak tuan rumah untuk menolak tamu.

Allah SWT berfirman dalam surah An-Nur ayat 28 sebagai berikut:

"Jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapatkan izin, dan jika dikatakan kepadamu: 'Kembalilah!', maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan Allah SWT Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS: An-Nur [24]:28).

4. Berdiri tidak menghadap pintu masuk

Saat mengetuk pintu sambil mengucapkan salam, berdirilah di samping atau membelakangi pintu.

Tamu yang menghadap pintu masuk, apalagi sampai mengintip-intip ke dalam rumah termasuk perilaku lancang dan tidak sopan. Larangan ini tergambar dalam hadis yang diriwayatkan Sa'ad RA, ia berkata:

”Seseorang berdiri di depan pintu Rasulullah SAW sambil menghadap ke dalam rumah, ia bermaksud minta izin. Kemudian Rasulullah bersabda,'Seharusnya kamu begini begitu [tidak menghadap ke depan pintu]. Sesungguhnya disunahkan meminta izin dan menjaga pandangan.” (H.R. Abu Dawud)

5. Menginap tidak boleh lebih dari tiga hari

Jika tamu hendak menginap, maka ia tidak boleh lebih dari tiga hari. Batasan tiga hari itu agar tidak menyulitkan tuan rumah untuk harus melayani tamunya terus-menerus. Bagaimanapun juga, tuan rumah membutuhkan privasi dan urusannya yang harus ia kerjakan.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW: "Jamuan hak tamu berjangka waktu tiga hari. Lebih dari itu, jamuan adalah sedekah. Tidak boleh bagi tamu untuk menginap di suatu rumah hingga ia menyusahkannya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Adab bagi Tuan Rumah

Bagi tuan rumah yang menerima tamu, ia dianjurkan untuk memuliakan tamunya, sesuai sabda Rasulullah SAW:

"Siapa saja yang beriman kepada Allah Swt dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.”(H.R. Bukhari dan Muslim).

Ketika ada seseorang bertamu, maka Islam memberi hak bagi tamu itu agar dilayani selama tiga hari. Dalam durasi waktu tersebut, tuan rumah harus menjamu dan memuliakan tamu sebaik-baiknya.

Tuan rumah juga dilarang menyusahkan tamunya tersebut. Jika ada keperluan, maka tuan rumah membantu dan berusaha memenuhi keperluan tamunya.

Sementara itu, jika tamunya akan pulang, maka ia disunahkan mengantarkannya sampai di pintu rumah atau gerbang depan.

Dengan menerapkan adab bertamu, diharapkan silaturahmi dan persaudaraan sesama muslim kian erat. Bagi tamu dan tuan rumah yang ikhlas, maka akan diluaskan rezeki dan memperoleh berkah di sisi Allah SWT.

Baca juga artikel terkait LEBARAN 2021 atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Iswara N Raditya