Menuju konten utama

8 Jurnalis di DKI jadi Korban Polisi Saat Liput Demo Tolak Ciptaker

AJI Jakarta dan LBH Pers mencatat ada 8 jurnalis yang jadi korban kekerasan polisi saat meliput aksi penolakan UU Ciptaker pada 8 Oktober 2020.

8 Jurnalis di DKI jadi Korban Polisi Saat Liput Demo Tolak Ciptaker
Anggota kepolisian membentuk barikade saat mengamankan unjuk rasa menentang UU Cipta Kerja di Jakarta, Kamis (8/10/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.

tirto.id - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat ada 8 jurnalis yang menjadi korban kekerasan polisi saat meliput aksi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja atau Ciptaker pada 8 Oktober 2020.

Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani mengatakan jumlah tersebut masih akan bertambah seiring dengan verifikasi informasi yang mereka lakukan.

Asnil mengatakan salah satu jurnalis CNNIndonesia.com Tohirin mendaku dipukul saat meliput seorang demonstran dihajar polisi di Harmoni, Jakarta Pusat. Padahal ketika itu Tohirin sudah menunjukkan id pers dan mengenakan rompi bertuliskan "pers" pada bagian belakang.

"Polisi tak percaya kesaksiannya, lantas merampas dan memeriksa galeri ponselnya. Polisi marah melihat foto aparat memiting demonstran. Gawainya dibanting hingga hancur, maka seluruh data liputannya turut rusak," ujar Asnil dalam keterangan tertulis, Jumat (9/10/2020).

Tohirin menambahkan, "Saya diinterogasi, dimarahi. Beberapa kali kepala saya dipukul, beruntung saya pakai helm."

Jurnalis Suara.com Peter Rotti juga dihajar saat memotret polisi sedang mengeroyok demonstran di Thamrin, Jakarta Pusat. Peter diminta polisi berpakaian preman serba hitam dan seorang anggota Brimob untuk menghapus isi kamera. Peter urung mengizinkan bahan liputannya dihapus sewenang-wenang.

"Polisi menolak pengakuan Peter, lantas merampas kameranya. Peter diseret, dipukul, dan ditendang gerombolan polisi itu, hingga tangan dan pelipisnya memar," ujar Asnil.

Menurut Peter, akhirnya polisi mengembalikan kameranya, namun "mereka ambil kartu memorinya."

Hal yang sama juga dialami jurnalis Merahputih.com Ponco Sulaksono. Ia ditahan pihak kepolisian. Sebelumnya ia dikabarkan putus kontak dengan orang kantor dan kerabat.

"Ponco ditahan di Polda Metro Jaya. Aldi, jurnalis Radar Depok sempat merekam momen Ponco keluar dari mobil tahanan. Aldi bersitegang dengan polisi, nahas ia turut diciduk," ujarnya.

Selain itu, AJI Jakarta dan LBH Pers juga mencatat polisi menangkap jusrnalis dari pers mahasiswa Jakarta: anggota Lembaga Pers Mahasiswa Diamma Universitas Prof. Dr. Moestopo Jakarta Berthy Johnry; anggota Pers Mahasiswa Gema Politeknik Negeri Jakarta Ajeng Putri, Dharmajati dan Muhammad Ahsan. Serta anggota Perslima Universitas Pendidikan Indonesia Bandung Syarifah dan Amalia.

Kekerasan aparat terhadap jurnalis selalu berulang. Pada aksi Reformasi Dikorupsi pada 2019, aparat menghajar jurnalis juga. Perkara tersebut tidak rampung, hanya memberikan sanksi etik Polri kepada para pelaku anggota.

"Oktober tahun 2019, kami telah melaporkan 4 kasus kekerasan (2 laporan pidana dan 2 di Propam), namun tak satupun yang berakhir di meja pengadilan," ujarnya.

AJI Jakarta dan LBH Pers menegaskan penganiayaan oleh polisi serta menghalangi kerja jurnalis merupakan pelanggaran terhadap UU 40/1999 tentang Pers.

"Polri wajib mengusut tuntas kasus kekerasan yang dilakukan personel kepolisian terhadap jurnalis dalam peliputan unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja; serta menindaklanjuti pelaporan kasus serupa yang pernah dibuat di tahun-tahun sebelumnya," ujarnya.

Baca juga artikel terkait OMNIBUS LAW atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz