tirto.id - Tarian menjadi salah satu keanekaragaman budaya yang berkembang di Jawa Barat. Ada banyak tarian dari Jawa Barat yang dikenal luas di masyarakat di antaranya jaipong, topeng, sintren, mereka, ronggeng gunung, hingga wayang.
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berada di bagian barat Pulau Jawa. Provinsi dengan ibu kota Bandung ini, memiliki wilayah mencapai 35.377,76 kilometer persegi. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung yang diperbarui 23 Juli 2024, jumlah penduduk Jawa Barat telah mencapai 50,3 juta jiwa.
Dalam catatan sejarah, wilayah Provinsi Jawa Barat ini telah ada semenjak masa kerajaan-kerajaan di Nusantara. Meskipun demikian, Provinsi Jawa Barat dijadikan sebagai wilayah administrasi di Indonesia secara resmi, baru pada 19 Agustus 1945 silam.
Tarian Tradisional Jawa Barat
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang syarat dengan keanekaragaman budaya seperti rumah adat, seni musik, tarian, senjata, hingga bahasa daerah. Jawa Barat disebut-sebut, sebagai gudangnya berbagai jenis tarian. Lantas, apa saja tari dari Jawa Barat? Berikut ini akan diulas mengenai sejumlah tarian adat Jawa Barat:
1. Tari Jaipong
Jaipong merupakan tari tradisional yang terkenal sekaligus telah menjadi identitas kesenian Provinsi Jawa Barat. Dalam berbagai acara di Jawa Barat, tari jaipong tidak luput untuk dipentaskan. Salah satunya, tari ini berperan sebagai penyambut tamu penting dalam maupun luar negeri yang berkunjung.
Popularitas jaipong tidak dapat dilepaskan dari sosok Gugun Gumilar, seniman yang telah menciptakan tari ini. Inspirasi pembuatan jaipong, Gugun Gumilar peroleh di antaranya dari gerakan-gerakan tari ketuk tilu, kliningan, dan ronggeng.
Salah satu ciri utama tari jaipong adalah gerakan yang cenderung berirama cepat dan bersemangat. Tari jaipong dapat dilakukan penari perempuan atau secara berpasangan dengan diiringi tabuhan suara gendang.
2. Tari Ketuk Tilu
Ketuk tilu merupakan tarian pergaulan khas Sunda yang banyak ditemukan di daerah Priangan, Bogor, dan Purwakarta, Jawa Barat. Ketuk tilu mulanya digunakan sebagai tarian upacara adat menyambut musim panen untuk mengungkap rasa syukur kepada Dewi Sriwedari, dewi padi dalam kepercayaan masyarakat Sunda.Salah satu ciri utama dalam tari ketuk tilu adalah gerakannya mengandung unsur silat. Dalam suatu pementasan, tari ketuk tilu dapat dimainkan 12 orang dengan susunan 6 penari laki-laki dan 6 penari perempuan.
3. Tari Wayang
Tari wayang adalah tari yang dipentaskan dengan berlatarkan cerita wayang. Beberapa contoh cerita wayang yang dapat disajikan dalam tari ini seperti Tari Adipati Karna, Tari Jayengrana, Tari Gatotkaca, dan Tari Badaya. Tari wayang dapat ditampilkan secara tunggal, berpasangan, atau masal.
4. Tari Sintren
Sintren merupakan salah satu jenis tarian asal Cirebon, Jawa Barat yang diambil dari kisah cinta kasih antara Sulasih dan Sulandono. Tari ini dianggap mengandung unsur magis, sehingga tidak boleh dibuat untuk permainan belaka.Tari sintren di masa lalu, bahkan dilakukan ketika malam bulan purnama yang sunyi, sehingga roh halus dapat masuk ke tubuh sang penari. Penari tari sintren adalah seorang wanita yang memakai kacamata hitam dengan kostum khusus.
5. Tari Wangsa Suta
Tari wangsa suta adalah tarian ciptaan Toto Sugiarto yang mengisahkan tentang pertempuran Wangsa Suta dan pasukannya melawan algojo utusan Demang Kartala. Pertempuran terjadi setelah Demang Kartala menculik Nyi Pudak Arum, orang yang akan dipersunting Wangsa Suta.Tari wangsa suta dilakukan tujuh orang yang menggunakan pakaian khusus berwarna kuning. Para penari akan menampilkan beberapa formasi pertempuran yang terjadi antara angsa Suta dan pasukannya melawan Demang Kartala.
6. Tari Boboko Mangkup
Boboko mangkup merupakan tarian adat Jawa Barat yang melambangkan kondisi sulit yang terjadi di masyarakat. Kesulitan di masyarakat tersebut digambarkan dengan Boboko, wadah nasi yang mangkup (terbalik).7. Tari Kedok Ireng
Tari kedok ireng adalah tarian yang mengisahkan kehidupan manusia dari dua sisi meliputi baik dan buruk. Sepanjang hidupnya, manusia terkadang akan menutupi kedua sifat tersebut dengan topeng-topeng. Oleh sebab itu, para penari kedok ireng akan menggunakan topeng sebagai implementasi makna tersirat.8. Tari Merak
Tari Merak merupakan tarian yang diciptakan Rd. Tjetje Somantri pada 1955 silam. Tari ini terinspirasi dari merak, burung yang terkenal akan keindahan bulunya. Tari Merak, mulanya dikembangkan Tjetje untuk menghibur para delegasi dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955.9. Tari Topeng Kelana Kencana Wungu
Salah satu jenis tari topeng yang berkembang di Jawa Barat adalah tari topeng kelana kencana wungu. Tari yang dibuat oleh Nugraha Suradireja ini mengisahkan tentang Ratu Kencana Wungu yang dikejar-kejar Prabu Minak Jingga karena tergila-gila atas kecantikannya.
Ciri utama penari tari topeng kelana kencana wungu adalah menggunakan topeng. Mereka menari dengan karakteristik gerakan lincang dengan diiringi suara khas yang didominasi kendang dan rebab.
10. Tari Ronggeng Gunung
Tari ronggeng gunung merupakan tarian khas yang berasal dari daerah Priangan Timur. Tarian ini berkembang dari kesenian bajidor dan pencak silat yang mengisahkan kerinduan kepada kekasih dan sindiran kepada para perompak yang membunuh Anggalarang.
11. Tari Sampiung
Tari sampiung adalah tari tradisional Jawa Barat yang juga disebut sebagai tari ngekngek atau jentreng. Tari sampiung ditampilkan dalam berbagai acara penting mulai pesta panen, seren taun, rebo wekasan, hingga HUT Kemerdekaan Indonesia.Salah satu keunikan tari ini adalah ditampilkan secara tertutup di dalam rumah yang mempunyai bale pendopo. Di Kampung Pojok Desa Rancakalong, Kabupaten Sumedang, tari sampiung digunakan sebagai sarana pengobatan alternatif.
12. Tari Kamonesan
Tari kamonesan merupakan tari yang menunjukkan cara hidup masyarakat Sunda dengan kearifan lokalnya. Bakul (boboko) menjadi salah satu properti yang menjadi ciri khas tari kamonesan. Bakul tersebut akan diletakkan di pundak sang penari yang seakan-akan bergerak menuju sawah dan ladang.Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Dhita Koesno