Menuju konten utama

Apa Pengertian Pencak Silat dan Sejarahnya di Indonesia

Sejarah pencak silat di Indonesia dan berdirinya Ikatan Pencak Silat Indonesia.

Apa Pengertian Pencak Silat dan Sejarahnya di Indonesia
Pesilat putra Indonesia Amirullah Karim (kanan) melakukan tendangan ke arah pesilat putra Laos Feng Vongphakdy (kiri), pada pertandingan final pencak silat putra kelas F 59-63 kg ASEAN Schools Games (ASG) 2019, di Rama Shinta Ballroom Patra Jasa Semarang, Jawa Tengah, Selasa (23/7/2019). ANTARA FOTO/R. Rekotomo.

tirto.id - Pencak silat merupakan seni bela diri asli yang berasal dari Indonesia. Ia diwariskan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya di Nusantara. Umurnya sudah berabad-abad, diperkirakan menyebar di Nusantara sejak tahun 1600-an.

Secara definitif, pencak silat diakui sebagai cabang olahraga yang didasarkan pada ketangkasan menyerang dan membela diri, baik itu dengan menggunakan senjata atau tanpa senjata apa pun, sebagaimana dikutip dari buku Sejarah Perkembangan Pencak Silat (2008) yang ditulis oleh Hasan Alwi, dkk.

Sebelum diakui sebagai cabang olahraga, pencak silat adalah keterampilan mempertahankan diri tradisional yang dipelajari secara mandiri di komunitas masyarakat tertentu. Tujuannya adalah untuk membela diri dari berbagai ancaman alam, binatang, maupun sesama manusia.

Sejarah Pencak Silat di Indonesia

Ada anggapan bahwa pencak silat sudah berkembang di Nusantara sejak masa prasejarah. Ia berasal dari cara bertarung suku-suku asli yang mendiami wilayah kepulauan Asia Tenggara.

Gerakan pencak silat diduga terinspirasi dari gerakan berbagai macam binatang. Salah satu aliran silat Cimande mengisahkan pesilat perempuan mencontoh gerakan pertarungan antara harimau dan monyet.

“Peran binatang sebagai sumber inspirasi dalam menciptakan gerakan pencak silat juga diketahui melalui beberapa kepercayaan orang-orang Melayu yang luas,” tulis Aditya Charisma Permadi dalam Peranan Eddie Marzuki Nalapraya dalam Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI): Dari Lokal ke Internasional (2013).

Pencak silat berkembang secara luas ketika diadopsi sebagai keterampilan yang harus dikuasai prajurit di masa kerajaan-kerajaan di Nusantara, misalnya kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Salah satu contoh penguasa yang menggunakan jasa pendekar sebagai prajuritnya adalah penguasa Sunda Kelapa Pangeran Jayakarta.

“Diperkirakan pada tahun 1618 jumlah prajurit Jayakarta sekitar 6.000 sampai 7.000 orang. Umumnya seorang praktisi ilmu beladiri yang mumpuni diangkat menjadi senopati, mengepalai beberapa prajurit, atau setidaknya sebagai pengawal terdekat raja,” tulis G.J. Nawi dalam Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi (2016:3).

Pencak silat terus dipelajari hingga masa Islam, kemudian juga untuk mempertahankan diri di masa kolonial. Karena itulah, pemerintah kolonial Belanda melarang praktik pencak silat di Nusantara.

Berdirinya Ikatan Pencak Silat

Selepas kemerdekaan, pengakuan secara luas terhadap pencak silat dimulai ketika berdiri Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSSI) di kongres pencak silat pada 28 Mei 1948 di Surakarta.

Sebelum IPSSI berdiri, sudah ada berbagai macam perguruan silat yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, seperti Persaudaraan Setia Hati di Madiun yang didirikan oleh Ki Ageng Soerodiwirjo pada 1917, Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) yang didirikan oleh SH Terate, dan perguruan-perguruan silat lainnya.

Salah satu tujuan berdirinya IPSSI adalah untuk mempersatukan aliran-aliran pencak silat di Indonesia, selain juga bermaksud memasukkan pelajaran pencak silat sebagai bagian dari mata pelajaran di sekolah.

Pada 1950, IPSSI kemudian berganti nama menjadi Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), yang salah satu visinya adalah menjadikan pencak silat sebagai salah satu cabang olahraga (cabor) yang dipertandingkan dalam Pekan Olahraga Nasional (PON).

Nyatanya visi IPSI sudah terlampaui, selain juga dimasukkan sebagai pelajaran di sekolah-sekolah, pencak silat juga dilombakan di PON, bahkan juga dipertandingkan secara internasional pertama kali sejak SEA Games 1987 di Jakarta.

Baca juga artikel terkait atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dipna Videlia Putsanra