tirto.id - Pengertian wayang adalah kesenian tradisional yang menampilkan lakon-lakon tertentu menggunakan alat pewayang (wayangan/bayangan). Lantas, bagaimana sejarah wayang di Indonesia?
Secara umum, sejarah wayang sudah mulai teridentifikasi pertunjukannya sebelum abad ke-10 Masehi. Kisah-kisah yang dibawakan lewat pentas seni ini berbentuk cerita kuno tertentu.
Asal-usul wayang ini bisa dibilang kompleks, mengingat ada beberapa versi sejarah yang berpendapat berbeda. Untuk mengetahui pengertian wayang, sejarah, dan fungsinya, Anda bisa membaca penjelasan berikut.
Apa yang Dimaksud dengan Wayang?
Wayang atau disebut juga wayang kulit adalah pertunjukkan yang memperlihatkan cerita dengan dalang sebagai pembawa kisahnya. Adapun wayang kulit Indonesia biasa dibuat dari kulit kerbau.
Kulit tersebut akan dirancang untuk menjadi kostum, kemudian diberikan warna-warna tertentu. Dengan adanya unsur pewarnaan serta perbedaan bentuk, penonton bisa membedakan setiap karakter.
Wayang kulit berasal dari Jawa ini biasa menunjukkan lakon-lakon kerajaan. Dalang biasa membawakan karakter berupa tuan putri, raja, ksatria, raksasa, dan sejumlah tokoh lain di sekelilingnya.
Seiring perkembangan tradisi ini, sekarang wayang juga dapat ditambahkan unsur-unsur pencahayaan tertentu. Permainan cahaya memanfaatkan lampu minyak dan seprai katun, ditujukan agar suasana lebih hidup.
Jenis-Jenis Wayang di Indonesia
Ada berapa jenis wayang? Khususnya di Indonesia, wayang dibagi atas delapan macam, seperti dilansir dari laman Arts and Culture.
Berikut ini jenis-jenis wayang yang ada di Indonesia.
1. Wayang Purwa
Wayang purwa dianggap sebagai gaya tertua, paling populer, dan paling banyak digunakan. Pegangan wayang utama secara tradisional terbuat dari tanduk kerbau berada di tengah dan memegang seluruh bagian wayang.2. Wayang Parwa
Wayang parwa adalah wayang dari Bali. Wayang jenis ini biasanya dibawakan dengan menggunakan 'blencong', cahaya dari perunggu yang diisi dengan lilin minyak kelapa tertentu.3. Wayang Betawi
Wayang Betawi adalah gaya tertentu yang populer di kalangan masyarakat dan budaya Betawi. Budaya Betawi berakar di Batavia atau ibu kota Indonesia saat ini, yaitu wilayah Jakarta.4. Wayang Sasak
Gaya wayang ini berasal dari Nusa Tenggara Barat yang berada di bagian timur Indonesia. Adapun jenis wayang ini dikembangkan agar portabel, bersama dengan alat musik yang disederhanakan.5. Wayang Palembang
Gaya wayang ini populer di Palembang, bagian selatan Pulau Sumatera. Wayang jenis ini memiliki pilihan penggunaan warna yang berbeda dengan wayang yang dikembangkan di Jawa, mengadaptasi bahasa Melayu Palembang dalam pementasannya.6. Wayang Cirebon
Wayang Cirebon populer di daerah Cirebon, Jawa Barat. Wayang ini dibawakan dengan menggunakan campuran bahasa Sunda dan bahasa Jawa, sementara opsi warna pada peraga biasanya kontras.7. Wayang Kancil
Wayang tidak selalu menampilkan cerita tentang bangsawan dan dewa. Ada juga gaya yang hanya menampilkan cerita yang berhubungan dengan hewan, misal kancil yang dikenal suka mencuri mentimun.8. Wayang Ukur
Gaya wayang ini dianggap sebagai wayang kontemporer. Gaya ini berkembang pada tahun 70-an, mendobrak standar tradisional pembuatan wayang dengan pertunjukan yang lebih sederhana serta memanfaatkan musik digital.Sejarah dan Asal-usul Perkembangan Wayang di Indonesia
Sejarah wayang kulit di Indonesia diklaim sudah berkembang sejak sebelum abad ke-10 Masehi. Istilah pewayangan ini berasal dari kosa kata bahasa Indonesia “bayangan”, berarti bayangan yang menunjukkan figur-figur tertentu.
Jika dilihat secara periodik, sejarah wayang di Indonesia mencakup beberapa pembagian berikut.
1. Zaman Kuno
Berbagai cerita kuno sudah ditampilkan menggunakan kulit kerbau di Jawa, Indonesia, mulai tahun 800-an Masehi. Lakon romansa, kepahlawanan, maupun kerajaan sudah dijadikan bahan tontonan kala itu.Lantaran tahun itu sudah dipentaskan, kemungkinan penayangannya sudah ada sebelum perkiraan tersebut. Pertunjukan ini diklaim sebagai bentuk kesenian wayang tertua, disebut pula sebagai wayang kulit klasik.
2. Masa Hindu-Buddha
Dikutip dari laman Education Asian Art, ada seorang pujangga istana di pemerintahan Raja Airlangga (1035-1049) yang menulis pernyataan berikut.“Ada orang yang menangis, sedih, dan terharu melihat wayang, padahal mereka tahu bahwa itu hanyalah potongan-potongan kulit yang diukir yang dimanipulasi dan dibuat untuk berbicara. Orang-orang ini seperti laki-laki yang haus akan kesenangan indrawi, hidup dalam dunia ilusi; mereka tidak menyadari halusinasi ajaib yang mereka lihat tidak nyata."
Berdasarkan bukti sejarah itu, sejarah wayang kulit tampaknya berkembang secara luas pada periode Hindu-Buddha (800-1500 M). Bahkan, terdapat mitos tentang seorang pangeran yang bernama Aji Saka.
Pria itu dianggap membawa beberapa kebudayaan India ke Jawa, kemudian membuka ritual panjang melalui pertunjukan wayang. Ia membawa hanacaraka dan abjad Jawa Sansekerta, kemudian membaginya demi mewujudkan masyarakat yang melek huruf.
Adapun orang Bali percaya bahwa wayang baru diperkenalkan oleh pengungsi asal Majapahit. Suatu kerajaan pada masa Hindu-Buddha di Indonesia yang mengalami keruntuhan pada 1520.
Terdapat pula pendapat bahwa seni itu ditemukan oleh Wali Songo di Jawa. Sebagai contohnya adalah cerita yang dituturkan menggunakan bahasa Sunda oleh Sunan Gunung Jati.
Masyarakat percaya bahwa Sunan Gunung Jati menggambar sosok wayang di tanah menggunakan tongkat. Adapun Sunan Kalijaga mengerti dan menciptakan wayang kulit pertama, kemudian mementaskannya di masjid setempat.
Di sisi lain, wayang golek berasal dari Jawa Barat menyuguhkan penampilan wayang yang notabene berbeda. Pembuatan wayang ini memanfaatkan media kayu, sehingga bentuk bayangannya tiga dimensi.
Pementasan wayang golek diklaim sudah muncul di Indonesia pada abad ke-17, lebih muda usianya dibandingkan wayang kulit. Oleh sebab itu, pentas wayang berbahasa Sunda ini kerap dianggap sebagai bentuk pengembangan wayang kulit.
3. Mendapatkan Pengakuan UNESCO
United Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) resmi menetapkan wayang sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO. Istilah ini disebut dalam bahasa Inggris menjadi Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity.Penetapan itu dilakukan pada 7 November 2003 silam. Sesuai pendapat pihak terkait, wayang dianggap sebagai seni budaya yang bukan hanya indah, tetapi juga memiliki makna dan nilai tertentu.
Apa Saja Fungsi Wayang?
Mengutip jurnal berjudul Sejarah Perkembangan dan Perubahan Fungsi Wayang dalam Masyarakat, fungsi wayang adalah adalah menjadi media efektif dalam menyampaikan pesan, informasi, dan pelajaran.
Wayang dulu digunakan sebagai media efektif untuk menyebarkan agama, mulai dari agama Hindu sampai Islam. Wayang hingga saat ini eksistensinya masih kuat dan digunakan untuk berbagai keperluan.
Fungsi awalnya sebagai ritual yang ditujukan untuk roh leluhur bagi penganut kepercayaan “hyang”. Namun, sekarang wayang mengalami pergeseran peran, yaitu sebagai media komunikasi sosial.
Lakon-lakon yang ditampilkan melalui pewayangan biasa menyimpan nilai, seperti pendidikan, kebudayaan, dan ajaran-ajaran filsafat Jawa. Peran ini lambat laun mengalami pergeseran, sehingga wayang hanya sebatas hiburan atau tontonan.
Nilai Filosofi pada Wayang
Selain menyuguhkan hiburan kepada para penonton, dalang yang memainkan wayang kerap menuturkan tuntunan-tuntunan atau laku. Terdapat pula makna tersirat yang biasanya mengandung filosofi tertentu.
Beberapa hal yang menjadi nilai filosofi pada wayang mencakup daftar berikut:
1. Etika
Mengutip tulisan Paskalis Ronaldo dalam Jurnal Ilmu Budaya (Vol. 10, No.1, 2023), filosofi berupa etika kerap dilihat dari tokoh wayang yang dipentaskan. Hal yang dilakukan, dikatakan, maupun hal-hal yang berkaitan dengan etika lainnya, bisa dijadikan contoh dalam berkehidupan.2. Budaya
Merujuk sumber informasi serupa, budaya juga sering disampaikan lewat penokohan yang ada di wayang. Selain menunjukkan penampilan yang menghibur, wayang juga memperkenalkan budaya kepada yang belum tahu.3. Religiusitas
Disebut pula sebagai aspek keagamaan, wayang kerap digunakan sebagai media dakwah atau ceramah. Contoh peristiwa yang mengandung filosofis ini adalah kisah para Wali Songo.4. Pedoman Hidup
Nilai filosofis pada wayang yang terakhir adalah pedoman hidup, di mana tokoh biasanya menjalani cerita sesuai rekaan dalang. Pembawa cerita biasanya menunjukkan cara atau pedoman hidup lewat tokoh itu.Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Yuda Prinada