tirto.id - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M Isnur mendesak DPR dan pemerintah untuk menghapus sejumlah pasal antidemokrasi di dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Apabila penghapusan pasal tersebut tidak dilakukan, maka YLBHI meminta RKUHP tidak disahkan.
"RKUHP saat ini masih disusun berdasarkan paradigma hukum yang menindas serta diskriminatif," kata Isnur dalam rilis tertulis pada Kamis (24/11/2022).
Sejumlah pasal yang didesak agar dihapus antara lain, pasal mengenai ancaman pidana penghinaan presiden dan wakil presiden (Pasal 218 sampai Pasal 220). Kemudian pasal penghinaan terhadap pemerintahan yang sah, pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara (Pasal 349 sampai Pasal 351).
Selanjutnya, pasal mengenai pencemaran nama baik, hingga pasal ancaman pidana kepada penyelenggaraan aksi demonstrasi yang tidak didahului dengan pemberitahuan (Pasal 256).
"Persoalan serius yang menjadi sorotan utama adalah RKUHP dapat menjadi instrumen yang mengancam demokrasi dan kebebasan sipil," tegasnya.
Dirinya menilai pasal tersebut dibuat secara serampangan dan berpotensi digunakan secara ugal-ugalan oleh aparat penegak hukum. Isnur menyebut pejabat negara lebih sering memprioritaskan kepentingan oligarki, ketimbang kepentingan publik.
"Apabila masih dipaksakan, paradigma hukum yang demikian akan memunculkan satu masalah besar, yakni ancaman over-kriminalisasi kepada rakyat," jelasnya.
Isnur juga membantah argumen pemerintah dan DPR yang merancang RKUHP sebagai bentuk dekolonialisasi KUHP yang merupakan warisan era Belanda.
"Namun, hal demikian terbantahkan dengan sendirinya karena sifat kolonial justru berasal dari pasal-pasal yang antidemokrasi dan masih diakomodir oleh penguasa," terangnya.
Selain menolak sejumlah pasal, Isnur juga menganggap bahwa produk hukum ini diskriminatif karena subjek pengaturan pidana hanya ditujukan kepada rakyat dengan segala ketentuan batasan dan larangan-larangannya.
"Alih-alih mendekolonialisasi, RKUHP justru merekolonialisasi politik hukum pemidanaan Indonesia," pungkasnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Fahreza Rizky