tirto.id - Banyak anak saat ini sudah terbiasa memegang gawai. Bahkan, beberapa anak lebih pandai dari orang tuanya dalam urusan penggunaan gadget.
Namun, sebenarnya terlalu dini memiliki ponsel bagi anak dapat berdampak berbahaya. Tak hanya untuk kesehatan fisiknya, tetapi juga bagi kondisi mental anak.
Salah satu kondisi fisik yang "digadaikan" ketika anak dibiarkan bermain ponsel adalah kesehatan mata. Dikutip dari Langdom, anak yang sering bermain gawai cenderung rentan mengalami iritasi mata dan kesulitan berfokus dalam jangka waktu tertentu.
Bahkan, postur tubuh anak juga berisiko tidak ideal jika ia terlalu sering menggunakan ponsel. Hal ini dapat terjadi karena fisik anak jarang digerakkan, waktu tidur yang kurang berkualitas, dan lain sebagainya.
Sementara itu, risiko penggunaan ponsel terhadap kesehatan mental anak dapat berupa ancaman kecanduan gim, menerima perundungan siber atau cyberbullying, menyaksikan konten vulgar dan pornografi, dan beragam pengaruh buruk lainnya.
Lalu, menimbang pelbagai dampak buruk di atas, haruskah orang tua menunda untuk memberikan ponsel kepada anaknya? Jawabannya adalah tidak.
Mengutip sebuah ulasan di laman Harvard, orang tua justru disarankan memperkenalkan teknologi kepada anak sejak usia dini. Sebab, pada era perkembangan cepat teknologi informasi seperti saat ini, anak tetap perlu dibiasakan memakai sarana komunikasi canggih, seperti posel pintal, agar dia tidak ketinggalan dari sebayanya.
Sebenarnya, tidak ada batasan kaku mengenai pada usia berapa anak mulai boleh menggunakan ponsel pintar. Pertanyaan yang lebih tepat adalah apakah ia sudah cukup bertanggung jawab dan sadar tentang arti gawai pintar bagi dirinya.
"Jadi, bukan soal perkara usia tertentu, melainkan tentang kesadaran sosial anak dan memahami arti teknologi itu sendiri," ujar dr. Jerry Bubrick, pakar psikologi klinis di Child Mind Institute.
"Bisa saja anak berusia 15 tahun, tetapi belum cukup dewasa memegang ponsel. Sementara itu, jika ia sudah matang secara sosial di usia 12 tahun, ia boleh diberi gawai," tambahnya.
Jadi, yang penting untuk menjadi catatan para orang tua adalah, apakah anak sudah siap memiliki ponsel sendiri atau belum.
Berikut beberapa pertimbangan yang perlu dipikirkan orang tua dan persiapan sebelum memberi si anak izin memiliki ponsel pintar.
1. Rasa tanggung jawab anak terhadap kepemilikannya
Orang tua sebaiknya mempertimbangkan apakah anak sudah cukup bertanggung jawab terhadap barang-barang yang ia miliki. Apakah ia sudah mengerti arti uang, memahami nilai data internet, dan menjaga baik-baik kepemilikannya, atau si anak masih sering serampangan memberlakukan kepemilikannya.
Jangan-jangan ia masih sering teledor. Misalnya, meninggalkan barang yang dimilikinya di sekolah atau kendaraan umum. Jika hal-hal seperti itu masih terjadi maka si anak belum layak mempunyai ponsel pintar sendiri.
2. Ancaman pornografi
Laman Aha Parenting menuliskan, rata-rata anak kecil yang sudah memegang ponsel terpapar konten pornografi pertama kali ketika mereka berada di usia delapan tahun.
Dalam buku berjudul Dampak Media Berkonten Pornofgrafi terhadap Anak (2018), karya Ruaida Murni dkk, disebutkan bahwa beberapa efek negatif paparan konten vulgar terhadap anak.
Pertama, anak dapat saja mengalami kecanduan (addiction). Dia akan merasa gelisah, reaktif, dan mudah mengkhayal hal-hal tak senonoh.
Kedua, eskalasi ke tahap yang lebih tinggi ialah saat si anak menyimpan banyak variasi konten-konten tersebut di gawai mereka.
Ketiga, desentisisasi, yaitu menganggap biasa hal-hal berbau vulgar dan berkurangnya sensitivitas terhadap hal tersebut.
Keempat, yaitu act-out, melampiaskan fantasi khayali yang selama ini ia lihat ke kehidupan nyata dan berupaya untuk mempraktikkannya.
Oleh karena itu, orang tua penting untuk memberikan edukasi kepada anak sekaligus mencegah ia mengakses konten-konten vulgar ketika usianya belum dewasa.
3. Risiko perundungan siber
Risiko perundungan siber juga patut dipertimbangkan. Beragam kata-kata kasar, ancaman, upaya mempermalukan, hingga pelecehan pada anak sering dijumpai di media sosial dan internet. Hal ini penting dipertimbangkan oleh orang tua. Sebab, perundungan siber (cyberbullying) dapat memicu dampak serius terhadap mental anak, bahkan di sebagian kasus, berujung pada bunuh diri.
4. Pengawasan orang tua
Jika orang tua memutuskan untuk memberikan ponsel kepada anak, pastikan ia diawasi baik-baik. Di gawai pintar, terdapat pengaturan untuk pengawasan orang tua, demikian juga YouTube for Kids, untuk konten video ramah anak. Pelbagai aplikasi dan media lain yang terhubung dengan internet juga sudah mengatur setelan yang ramah anak.
Oleh karena itu, orang tua sebaiknya memanfaatkan sumber daya itu untuk mengawasi anaknya jika diberi ponsel. Jangan sampai anak-anak kelewatan dalam memakai ponsel pintar sehingga perkembangan kognitif atau sosialnya malah terganggu.
5. Beri teladan penggunaan ponsel yang baik
Akan sulit untuk memberi tahu anak mengenai penggunaan ponsel yang baik jika orang tua malah melanggarnya. Misalnya, orang tua perlu memberi contoh untuk tidak menggunakan ponsel selama makan dan meletakkan gawai ketika akan tidur.
Laman Harvard menuliskan anak akan meniru perilaku orang tua, lebih daripada mendengarkan nasihat mereka. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya memberi teladan soal penggunaan gawai dan mengajak anak untuk menerapkan hal yang sama, alih-alih hanya mendikte mereka untuk mengikuti perintah dan saran dari orang dewasa.
6. Batasi waktu penggunaan ponsel
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan bahwa bayi dan anak-anak berusia satu tahun, serta yang berusia 2-5 tahun harus dibatasi satu jam meliat layar (screen time) per hari. Semakin sedikit waktu yang diberikan untuk memainkan ponsel, dianggap semakin baik.
Rekomendasi lain yang disampaikan WHO adalah:
- Bayi yang kurang dari satu tahun: maksimal 30 menit,
- Balita usia 1-2 tahun: maksimal menatap gawai, gadget, ataupun televisi adalah satu jam, kurang dari itu lebih baik.
- Balita usia 3-4 tahun: maksimal menatap gawai, gadget, ataupun televisi adalah satu jam.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom