tirto.id - Debat Pilpres 2019 putaran keempat tinggal menghitung hari. Dalam acara yang diselenggarakan Sabtu (30/3/2019) nanti, Prabowo Subianto dan Joko Widodo akan adu ide soal ideologi, pemerintahan, pertahanan, keamanan, dan hubungan luar negeri.
Jika dikaitkan dengan konteks kekinian, maka salah satu yang perlu dibahas dalam debat kali ini adalah bagaimana keduanya memberi solusi terhadap masalah ideologi ekstrem, misalnya yang dianut ISIS--kelompok teror yang mendapat simpati segelintir orang dan bahkan membuat mereka memutuskan keluar dari Indonesia.
Pengamat militer dan terorisme dari Institute For Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan berdasarkan pernyataan-pernyataan dua kandidat yang terekam di media massa dan media sosial sebelumnya, ia memprediksi kalau pada Sabtu nanti tak bakal ada tawaran yang benar-benar menarik dari keduanya.
"Kedua paslon sama-sama tak punya tawaran yang menarik. Prabowo memang sempat menyebut kemiskinan sebagai penyebab terorisme, tapi itu juga tidak sepenuhnya tepat. Kemiskinan hanya salah satu potensi penyebab orang kehilangan harapan, putus asa, atau kecewa," Kata Fahmi kepada reporter Tirto, Rabu (27/3/2019).
Menurut Fahmi, pendekatan pemerintahan Jokowi memberantas ideologi ekstrem selama lima tahun terakhir tidak optimal, dan justru menimbulkan masalah baru.
"Yang terjadi justru peningkatan potensi ekstremisme dan makin terbelahnya masyarakat," Kata Fahmi.
Pernyataan Fahmi mengacu pada hasil survei SMRC terkait persepsi masyarakat terhadap ISIS. Survei itu menyebut responden yang menyetujui gagasan ISIS naik dari 0,8 persen di tahun 2016 menjadi 2,7 persen setahun setelahnya.
Kemudian, responden yang memandang ISIS sebaiknya dilarang turun dari 95,3 persen di tahun 2016 menjadi 91,3 di tahun 2017. Jumlah responden yang tidak menjawab berkurang dari 4,4 persen menjadi 1,2 persen.
Bagi Fahmi, hasil survei ini membuktikan pemerintah belum optimal dalam melakukan deradikalisasi.
"Hasil survei ini justru merupakan bantahan telak bahwa deradikalisasi, ideologisasi, pun program bela negara adalah resep jitu menghadang ISIS dan sejenisnya. Alih-alih menguatkan penolakan, apa daya data berbicara lain."
Apa penyebabnya? Bagi dia selama ini pemerintah hanya mengandalkan jargon 'Pancasila' demi menangkal ideologi lain. 'Pancasila' seperti jadi resep jitu bagi semua 'penyakit', padahal jelas tak mujarab. Ia mengacu pada era Orde Baru yang juga gagal mengindoktrinasi semua orang lewat Pancasila--dengan tafsiran mereka sendiri.
"Orde Baru melabeli semua resepnya di bidang politik, ekonomi, sosial budaya dengan 'Pancasila'. Apa yang terjadi? Kegagalan," katanya. "Lalu [strategi apa] yang tepat? Ya masyarakat harus diajak mikir yang dalam, tidak dangkal. Lalu pemerintah juga fokus menghilangkan faktor-faktor penyebab tumbuh suburnya ideologi perlawanan."
Apa Kata Tim Sukses?
Apa yang tidak diharapkan Fahmi muncul dalam debat sepertinya tak bakal terjadi. Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Arsul Sani, mengatakan salah satu cara menangkal ideologi berbahaya adalah dengan "empat konsensus bernegara", yang salah satunya adalah Pancasila.
"Konteksnya masih penguatan empat konsensus bernegara. Itu tema besarnya. Di bawah itu, tentu Pak Jokowi akan mengangkat hal-hal yang terkait deradikalisasi dan kontraradikalisasi lain," ujar Arsul di DPR.
Sayangnya ia tak mau menjawab spesifik bagaimana menangkal ideologi berbahaya karena takut dianggap curang. "Tergantung pertanyaan. Kami kan enggak tahu pertanyaannya. Kalau kami jawab, nanti dibilang dapat bocoran."
Hal senada diungkapkan Juru Bicara TKN Arya Sinulingga Selasa (26/3/2019) lalu. Politikus Perindo ini memastikan salah satu cara Jokowi mencegah ideologi berbahaya adalah dengan Pancasila. Pendekatan akan disesuaikan dengan itu. "Akan menjadi lebih menarik dari sisi pendekatan, metodologi. Itu akan menarik."
Sementara itu, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga memastikan Prabowo akan mengemukakan pendekatan ekonomi untuk menangkal ideologi ekstrem. Andre mengatakan, tim melihat penyebaran ideologi berbahaya adalah karena minimnya kesejahteraan masyarakat--poin yang dikritik Fahmi.
Menurut Andre, dengan meningkatkan kesejahteraan, masyarakat akan lebih resisten dengan ideologi berbahaya.
"Pendapatan meningkat, sejahtera, Insya Allah daya tahan masyarakat terhadap paham radikalisme bisa kita tingkatkan," katanya.
Dia juga memastikan Prabowo akan menjawab fitnah yang dialamatkan dirinya dalam debat nanti.
"Pak Prabowo akan menjawab fitnah dan hoaks yang ditujukan ke beliau bahwa ada islam radikal, ada HTI di belakang beliau," Kata Andre kepada reporter Tirto.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino