tirto.id - Alunan denting piano mengalun syahdu dari ujung jari jemari Syifa (13). Nada-nada indah pun semakin menggema seantero ruang auditorium Kampus Terpadu UNU Yogyakarta, di Dowangan, Banyuraden, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (4/12/2023).
Setelah permainan piano itu, giliran rekannya, Yardan (17), yang unjuk kebolehan membacakan ayat-ayat suci Al-Quran. Para hadirin pun tertegun takjub atas kemampuan duo disabilitas netra dari Sekolah Luar Biasa (SLB) Yaketunis itu.
Itulah salah satu momen yang terjadi dalam rangkaian peringatan Hari Disabilitas Internasional dan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) 2023 yang digelar UNU Yogyakarta. Acara ini difasilitasi Center for Gender Equality and Social Inclusion (GESI) dan Pusat Studi Kependudukan dan Kesejahteraan Keluarga (PUSDEKA), bersama dengan 5 fakultas yang ada di UNU, sepanjang tiga hari, 4-6 Desember 2023.
Pada hari pertama peringatan Hari Disabilitas Internasional, selain penampilan anak-anak disabilitas Syifa dan Yardan, juga diluncurkan buku Arunika dalam Gulita, kumpulan puisi dari 26 penulis difabel netra dari berbagai wilayah di Indonesia.
Acara ini dihadiri ratusan peserta yang terdiri dari akademisi, pegiat, dan penyandang disabilitas. Hadir pula Komunitas Difabel Amanah yang datang dari Semarang dengan berbagai keterbatasan. Agenda ini juga menggandeng MAN 4 Sleman dan Briliant Study Club.
Wakil Rektor UNU Yogyakarta, Abdul Ghoffar, mengatakan UNU Yogyakarta berkomitmen menjadi kampus inklusif, sehingga menyediakan akses ramah difabel di Kampus Terpadu, seperti adanya lift dan toilet khusus untuk penyandang disabilitas.
“Kampus UNU Yogyakarta welcome kepada siapa saja, termasuk bagi teman disabilitas. Jadi teman-teman difabel tidak perlu khawatir untuk kuliah di UNU Yogyakarta,” kata dia dalam siaran pers yang diterima redaksi Tirto.
Saat ini, UNU Yogyakarta juga telah menerima sejumlah mahasiswa difabel, terutama difabel tuli. Sejak proses penerimaan mahasiswa baru, hingga kini menjalani kuliah, mereka mendapat pendampingan pembelajaran dan pelatihan khusus supaya tak tertinggal mengikuti kuliah.
Selain itu, dalam setiap penyelenggaraan acara, seperti seminar dan kuliah umum, UNU Yogyakarta juga menyediakan pendamping untuk penyandang disabilitas, seperti juru bahasa isyarat (JBI).
Ghoffar juga menjelaskan melalui upaya ini UNU Yogyakarta memberikan akses untuk semua, sehingga ke depan lahir pemimpin dan profesional dari berbagai kalangan, tak terkecuali bagi difabel.
“Jangan lupa, kita pernah punya Presiden (Abdurrahman Wahid) dan Ibu Negara difabel. Ini saya kira yang membuat teman-teman difabel tidak perlu berkecil hati karena Allah memberikan anugerah kepada siapapun,” kata dia.
Sementara itu, Direktur Center for GESI, Wiwin Rohmawati, menyatakan angka kekerasan terhadap perempuan di Indonesia masih tinggi, bahkan cenderung meningkat. Komnas Perempuan mencatat, pada 2021, ada 4.322 pengaduan langsung kekerasan terhadap perempuan dan meningkat menjadi 4.371 kasus pada 2022.
Kekerasan berbasis gender, baik fisik maupun psikologis, di lingkungan perguruan tinggi, menempati urutan pertama yakni 35 persen dari seluruh kasus yang dilaporkan.
Peringatan HAKTP juga tidak dapat dipisahkan dari kelompok rentan dan marginal, seperti difabel, transgender, transseksual, penderita HIV/AIDS, anak dan remaja, lansia, orang dengan gangguan psikososial, dan kelompok minoritas lainnya yang mendapat diskriminasi serta kekerasan.
“Di tengah kondisi yang tidak berpihak, karena adanya stigma, diskriminasi, dan kekerasan, mereka membutuhkan resiliensi suatu daya tahan atau daya lenting,” kata Wiwin.
Menurut dia, peringatan HAKTP setiap tahun menjadi signifikan dalam rangka pendidikan, penyadaran, dan advokasi kebijakan terkait isu-isu yang masih dihadapi oleh perempuan dan kelompok-kelompok rentan lainnya.
“Oleh karena itu, UNU Yogyakarta berupaya serius menciptakan kampus yang berkesetaraan gender, inklusif, dan bebas dari kekerasan seksual melalui berbagai program, salah satunya rangkaian peringatan HAKTP 2023," ujar Wiwin.
Kepala Pusdeka, Rindang Farihah, menambahkan kasus kekerasan seksual yang cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir, salah satunya disebabkan problem kesehatan mental, khususnya pada anak muda.
“Korban kekerasan seksual juga rentan mengalami trauma dan depresi. Fakta ini mendorong Pusdeka UNU Yogyakarta melakukan pencegahan kekerasan seksual yang efektif adalah dengan meningkatkan kualitas kesehatan mental,” kata dia.
Ia menekankan, keluarga memiliki peran sangat penting. Namun sebagian besar anak muda di Yogyakarta terutama mahasiswa tinggal jauh dari keluarga. Berangkat dari kondisi ini Klinik Konsultasi Keluarga dan Anak Muda (Klinik K2+) kampus UNU Yogyakarta melakukan upaya-upaya penguatan ketahanan mental mahasiswa.
“Upaya ini bagian dari menciptakan UNU Yogyakarta sebagai kampus yang inklusif, aman dan nyaman untuk siapa saja,” jelas Rindang.
Editor: Maya Saputri