Menuju konten utama

Win-win Solution dengan Anak

Untuk dapat mencapai win-win dengan anak, orang tua harus memiliki posisi psikologis I’m OK-You’re OK ini. Orang tua dengan posisi psikologis keempat ini akan bersikap percaya diri namun juga sangat menghormati dan menghargai anaknya. Ia akan mampu menerima anak apa adanya. Ia sadar bahwa anak adalah makhluk dengan bakat dan potensi yang berbeda dengan dirinya.

Win-win Solution dengan Anak
avatar noor rahmani

tirto.id - Di dunia kerja, kita sering mendengar negosiasi win-win solution, yaitu negosiasi antara dua pihak yang akan mendapatkan keuntungan sama banyaknya. Kebalikan dari win-win solution adalah win-lose solution dan lose-lose solution. Pada win-lose solution, satu pihak menang dan mendapatkan yang ia inginkan, namun pihak lain kalah dan tidak mendapatkan apa-apa. Sementara pada lose-lose solution, kedua pihak tidak mendapatkan apa-apa.

Bagaimana caranya agar dalam bernegosiasi dapat tercapai situasi win-win? Ada syarat posisi psikologis yang harus dimiliki oleh kedua pihak agar situasi itu dapat tercapai. Seperti dalam dunia kerja, posisi psikologis maupun aplikasi win-win solution dapat juga kita lakukan ketika berhadapan dengan anak.

Mengikuti konsep yang dikemukakan oleh T.A. Harris (1969), kita dapat mencapai win-win dalam bernegosiasi. Menurut beliau, ada empat macam posisi psikologis yang mempengaruhi kita dalam berinteraksi dengan orang lain. Posisi psikologis pertama adalah I’m not OKYou’re not OK. Orang dengan posisi psikologis ini merasa dirinya tidak "OK". Ia merasa rendah diri, merasa gagal, punya banyak kekurangan, tidak menarik dan ciri negatif lainnya. Ia juga memandang orang lain tidak "OK". Artinya ia memandang orang lain juga punya banyak kekurangan, tidak menarik, tidak menyenangkan dan ciri negatif lainnya. Efek dari posisi psikologis ini adalah ia menjadi tidak menyukai dirinya sendiri dan juga tidak menyukai orang lain. Pengaruh sikap ini terhadap perilaku adalah ia menjadi enggan berinteraksi, berusaha menghindari orang lain dan malas bergaul.

Di tempat kerja, orang seperti ini terlihat lesu, malas ke kantor dan sering membolos. Jelas orang seperti ini tidak akan mampu bernegosiasi karena berangkat ke tempat negosiasi saja ia enggan. Sebagai orang tua dengan posisi psikologis seperti ini, ia tak peduli pada diri sendiri dan acuh tak acuh pada anak. Ia tidak berinteraksi dengan anak dan menjadi orang asing di rumah.

Posisi psikologis kedua adalah I’m not OK-You’re OK. Sama seperti jenis pertama, orang ini merasa dirinya tidak "OK", memiliki banyak kekurangan, dan tidak menarik. Namun bedanya, dia memandang tinggi orang lain. Orang lain selalu lebih OK. Ada perasaan rendah diri dan cenderung mengalah bila berhadapan dengan orang lain.

Di tempat kerja, orang seperti ini terlihat pendiam, pengalah, selalu menurut dan sangat patuh. Walaupun patuh, tapi ia kurang inisiatif, kurang kreatif dan kurang ide. Ketika harus bernegosiasi, ia akan selalu kalah karena rendah diri. Orang tua dengan posisi psikologis ini akan selalu mengalah pada anak dan tak punya inisiatif dalam mengurus anak, kecuali menjalankan aktivitas sehari-hari saja. Misalnya seorang ibu yang hanya memasak, mengurus rumah, mengurus kebutuhan fisik anak, tetapi tidak pernah menginspirasi ataupun memberikan pengaruh pemikiran kepada anak.

Posisi psikologis ketiga adalah I’m OK-You’re not OK. Untuk jenis ketiga ini, justru sebaliknya dibanding dengan yang kedua. Orang ini merasa dirinya serba hebat, serba benar dan kepercayaan dirinya terlalu tinggi. Pengaruh sikap ini terhadap perilaku adalah ia cenderung meremehkan, memandang orang lain tidak sehebat dirinya. Penampilan orang jenis ini terlihat dari gayanya yang selalu merasa paling benar dan tidak mau dibantah.

Di tempat kerja ia dominan, selalu ingin menang sendiri, tidak mau mendengarkan pendapat lain, dan mudah menyalahkan orang lain. Ia akan berusaha membuat lawan negosiasinya kalah dan tidak mendapatkan apa-apa. Orang tua dengan posisi psikologis seperti ini akan dominan di rumah, selalu merasa paling benar, selalu meremehkan anak dan memaksakan kehendaknya kepada anak.

Hanya posisi psikologis keempatlah, I’m OK-You’re OK, yang akan mampu mencapai win-win saat berinteraksi dengan orang lain, termasuk dengan anaknya. Orang dengan posisi psikologis ini memiliki kepercayaan diri yang tinggi tetapi juga sangat menghormati orang lain. Bekerja dengannya akan terasa nyaman. Bernegosiasi dengannya pun menjadi lancar karena ia mampu mengeksplorasi agenda-agenda yang ingin ia capai dan sekaligus bersedia memahami dan memfasilitasi agenda-agenda lawan negosiasinya.

Perlu dipahami bahwa kepercayaan diri bukanlah kemampuan merasa hebat atau prima. Kepercayaan diri adalah kemampuan mengenali kelebihan dan terutama kekurangannya, diikuti dengan kemampuan untuk menerima diri dan menjadi apa adanya. Orang dengan kepercayaan diri tinggi mudah ditengarai. Ia akan tampil rileks dan menjadi dirinya sendiri. Bahasa tubuhnya santai dan nyaman didekati. Tidak punya topeng-topeng di mana ia berusaha bersembunyi menutupi kekurangannya dan menjadi orang lain.

Untuk dapat mencapai win-win dengan anak, orang tua harus memiliki posisi psikologis I’m OK-You’re OK ini. Orang tua dengan posisi psikologis keempat ini akan bersikap percaya diri namun juga sangat menghormati dan menghargai anaknya. Ia akan mampu menerima anak apa adanya. Ia sadar bahwa anak adalah makhluk dengan bakat dan potensi yang berbeda dengan dirinya. Ia memahami bahwa bakat dan potensi itu adalah karunia Tuhan dan tugasnya di dunia ini adalah mengembangkan bakat dan potensi anak hingga semaksimal yang ia mampu. Ia tidak akan memaksa anak untuk melakukan hal-hal yang tidak cocok dengan bakat dan potensi anaknya.

Misalnya, walaupun ia seorang dokter dan menginginkan anaknya menjadi dokter, namun karena sang anak dikaruniai bakat bermusik, maka ia tidak akan memaksakan sang anak untuk menjadi dokter. Ia justru memfasilitasi anak agar dapat bermusik hingga maksimal. Kecintaan orang tua pada anak diwujudkan pada kemampuannya untuk mengerti potensi maupun keinginan anaknya dan selalu berusaha membantu mewujudkannya. Hal ini dapat dilakukan jika orang tua memiliki kepercayaan diri dan sangat menghormati anaknya.

Anak dengan orang tua yang berada pada posisi psikologis I’m OK-You’re OK, akan meniru dan mewarisi posisi psikologis yang sama. Anak akan belajar bagaimana caranya meraih kepercayaan diri dan bagaimana caranya menghormati orang lain. Pada saat terjadi perbedaan pendapat, keinginan, dan pengambilan keputusan antara orang tua dengan anak, maka kedua pihak dengan posisi psikologis yang sama ini akan mampu berdialog untuk menyampaikan sudut pandang masing-masing. Mereka kemudian mampu memahami dan menghargai sudut pandang satu sama lain. Penyelesaian perbedaan antara orang tua dan anak terjadi melalui diskusi-diskusi panjang yang nikmat, mencerdaskan dan penuh cinta kasih. Pada akhirnya keputusan akhir dari diskusi-diskusi panjang ini merupakan keputusan yang memuaskan kedua belah pihak, baik orang tua maupun anak. Win-win pun tercapai.

Sebagai orang tua, kita harus sudah di posisi psikologis I’m OK-You’re OK saat anak mulai dapat mengkomunikasikan keinginan-keinginannya. Jika sejak awal kita memiliki kepercayaan diri tinggi, selalu menghormati anak, dan mengutamakan diskusi untuk mencapai win-win, maka akan menyebabkan anak merasa nyaman untuk selalu dekat dengan kita. Hubungan batin kita dengan anak pun semakin dekat. Anak akan selalu ingin bertemu, berkomunikasi, bercanda, meminta nasehat, dan mendiskusikan masalah maupun keputusan hidupnya kepada kita.

Bukankah dambaan setiap orang tua adalah saat dapat mencapai kesepakatan dengan anak dan saling membahagiakan? Apalagi jika mereka tidak enggan berdiskusi sambil memeluk kita walaupun mereka sudah dewasa.

*) Isi artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya.