Menuju konten utama
Google Gen AI SEA Media Summit

Vertex AI & Duet AI, Bersiap Era Baru Kecerdasan Buatan

Gen AI tengah bertransformasi melakukan tugas lebih, yakni bagaimana AI mampu mengurangi polusi, memerangi kejahatan siber hingga meningkatkan bisnis.

Vertex AI & Duet AI, Bersiap Era Baru Kecerdasan Buatan
Mitesh Agarwal, Managing Director Solutions & Technology Google Cloud Asia Pacific. (Tirto.id/Restu Diantina)

tirto.id - “AI is the new electricity."

Artificial intelligence atau AI adalah listrik masa kini. Demikian diucapkan Mitesh Agarwal, Managing Director Solutions and Technology Asia Pacific, Google Cloud mengutip seorang profesor Oxford pada gelaran Google Cloud Gen AI SEA Media Summit 2023 di Singapura, Selasa (17/10/2023).

AI saat ini memang tengah menjadi perbincangan. Kendati sesungguhnya bukan teknologi yang baru-baru amat, tapi inovasi ini dinilai akan memberi terobosan revolusioner dalam cara hidup masyarakat baik dalam kehidupan sehari-hari maupun bekerja.

Google, perusahaan raksasa teknologi, sudah menggunakan pondasi awal AI generatif atau gen AI sejak empat tahun lalu pada Gmail, Google slide, Google sheet, dan lain-lain. Hal ini dapat terlihat pada penggunaan spelling and grammar check, auto reply, smart reply, hingga suggestion.

Namun, Agarwal menekankan bahwa saat ini gen AI tengah bertransformasi untuk melakukan tugas lebih daripada itu, yakni bagaimana AI mampu mengurangi polusi, memerangi kejahatan siber, mengoptimasi waktu hingga memberi peningkatan pada bisnis.

“Namun AI saja tak mampu memberikan diferensiasi produk. Tapi data dan AI bisa. Kita pakai data yang kita punya, proses, baru itu akan bisa punya value,” ujar Agarwal di kantor Google Asia Pasifik, Singapura.

Umumnya, orang banyak salah kaprah soal gen AI bahwa semua pihak memiliki kebutuhan dan pertanyaan yang sama. Padahal ada perbedaan yang cukup fundamental antara AI untuk konsumen dan AI untuk enterprise.

Untuk itu, beberapa waktu lalu Google Cloud, layanan komputasi awan milik Google, meluncurkan Vertex AI dan Duet AI.

Vertex AI dirancang untuk pembuat program, sementara Duet AI dirancang untuk pengguna dalam infrastruktur Google Workspace dan Google Cloud.

Vertex AI digunakan untuk perusahaan dalam upaya-upaya menjawab persoalan seperti bagaimana mereka mengelola dan mengolah data yang mereka miliki, bagaimana biayanya, bagaimana keamanan datanya hingga pada akhirnya dapat membantu peningkatan bisnis mereka.

Sejumlah perusahaan dalam testimoni mereka menyebut Vertex AI membantu meningkatkan bisnis mereka. Misalnya, Bank Rakyat Indonesia (BRI). Vertex AI memungkinkan BRI untuk dapat memverifikasi data nasabah baru yang tadinya bisa dalam beberapa hari menjadi hanya dalam hitungan detik dengan teknologi Optical Character Recognition. Dengan kata lain, BRI dapat meraup potensi loan baru dengan menggunakan Vertex AI.

Selain perbankan, Gen AI juga dimanfaatkan pada sektor ritel. Gen AI diklaim mampu mentransformasi interaksi brand atau ritel terhadap pelanggan dengan lebih responsif dan akurat.

Di sisi lain, perusahaan juga lebih mampu menyediakan etalasi yang lebih terpersonalisasi. Google menyebut Gen AI bisa menjadi 4 peran: analis, customer service, advisor.

"Ini meningkatkan time to value dalam menavigasi dan menyediakan konten berdasarkan data yang dimiliki," terang Sameer Dhingra, Director, Retail & Consumer Industry, APAC.

Percakapan dengan konsumen bisa lebih mudah dengan Gen AI, menjadi asisten ketika berbelanja, hingga memberi rekomendasi berdasarkan permintaan yang sangat spesifik.

Saya dan sejumlah jurnalis Asia Tenggara berkesempatan melakukan hands on pada versi beta Vertex AI. Kami dihadapkan dalam studi kasus untuk mendirikan sebuah kafe baru. Tugas kami adalah membuat kampanye digital, copywriting, menu beserta harganya, hingga disain gambar, sementara deadline hanya tinggal satu jam lagi.

Yang perlu kami lakukan hanyalah memasukkan instruksi sedetail mungkin pada tab language untuk membuat daftar menu. Kemudian menuliskan instruksi pada tab vision, untuk membuat gambar menu makanan atau minuman.

Hasilnya, cukup memuaskan. Daftar menu yang dibuat cukup detail kendati untuk desain gambar masih perlu ada penyesuaian.

Era Baru AI

Duet AI digadang-gadang akan menjadi terobosan dalam mengeliminasi tugas-tugas membosankan atau bahkan ‘menyakitkan’.

“Duet AI adalah era baru dalam menyelesaikan pekerjaan,” ujar Darryl McKinnon, Director Google Cloud Asia Pasifik dalam kesempatan yang sama.

Pada Google Meet misalnya, Duet AI nantinya akan dapat melakukan live transcript captions dengan berbagai bahasa, memberikan efek studio look pada tampilan video meeting, real-time teleprompting, notulensi otomatis sehingga semua peserta meeting tetap fokus pada isi rapat dan memberikan kontribusi, hingga mengelola kalender.

Super sibuk dan tidak bisa menghadiri semua rapat yang dijadwalkan? Ada fitur Attend by Me, yang memungkinkan Anda tetap dapat menghadiri meeting dengan digantikan menggunakan avatar lengkap dengan pertanyaan yang sudah disiapkan.

Pada ekosistem Google Workspace, nantinya akan ada fitur help me write, yakni membantu pengguna menulis email dengan tonasi yang diperlukan seperti formal, santai, dan sebagainya.

Terdapat pula fitur summary email tanpa membuka email yang dimaksud hingga menyimpulkan beberapa email dan membuatnya menjadi bahan presentasi.

Dengan kata lain, pengguna dapat membuat laporan berdasarkan data-data selama tiga bulan, misalnya, yang tadinya bisa berjam-jam, kini hanya dalam hitungan menit.

Namun kembali lagi pada pernyataan Agarwal, bahwa jika hanya bermodal AI saja, tak mampu melakukan, perlu adanya data-data penunjang.

Masalahnya, apakah budaya bekerja di Indonesia sudah dapat menunjang optimalisasi gen AI?

Siapkah Indonesia?

Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi menyebut, apa yang ditawarkan Google memang menarik untuk dicoba baik untuk enterprise maupun pengguna perorangan. Namun, perlu diketahui bagaimana ketertarikan orang Indonesia untuk menggunakannya.

“Kita belum bisa prediksi bagaimana. Tapi memang butuh waktu untuk banyak orang dan enterprise menemukan keasyikan dan manfaat menggunakan AI tersebut,” ujar Heru.

Tantangannya adalah banyak aplikasi gen AI yang berbayar, sehingga tak jarang banyak pengguna yang hanya sekali memakai aplikasi tersebut kemudian melupakan.

Yang akan berkembang, lanjut Heru, adalah yang gratis dan bermanfaat.

Megawaty Khie, Direktur Channel & Partnership Google Cloud South East Asia mengakui bahwa sebagian besar pelanggan Google Cloud masih berasal dari perusahaan swasta.

Padahal menurut dia, kantor-kantor pemerintah kendati bukan berorientasi bisnis, juga dapat memanfaatkan platform ini untuk meningkatkan pelayanan publik.

“Tantangannya ada di mindset. Siap atau tidak itu bukan pilihan. Perubahan itu bukan soal apakah akan terjadi atau tidak, tetapi kapan itu terjadi. Organisasi atau negara harus lebih cepat menerima perubahan ini dan lebih pentingnya lagi menyiapkan diri,” terang Mega kepada wartawan di sela-sela acara.

Yang menjadi persoalan, sebanyak 80 persen dari perusahaan-perusahaan masih pakai server room sendiri.

”Padahal kalau ingin pakai gen AI, teknologi server room mereka enggak bisa,” imbuh Mega.

Jika dikaitkan dengan keamanan, Megawaty menegaskan, keamanan data Google Cloud sudah terjamin, bahkan jika dibandingkan dengan kasus-kasus kebocoran data yang terjadi di Indonesia, data yang bocor justru dari mereka yang menggunakan server sendiri.

“Bukan dari Google. Kami pastikan aman. Itu data bukan data kami. Kami cuma bantu simpan,” kata dia menegaskan.

Baca juga artikel terkait ARTIFICIAL INTELLIGENCE atau tulisan lainnya dari Restu Diantina Putri

tirto.id - Bisnis
Reporter: Restu Diantina Putri
Penulis: Restu Diantina Putri
Editor: Abdul Aziz