tirto.id - Salah satu perusahaan pengembang vaksin corona COVID-19, Johnson & Johnson mengatakan Senin (30/3/2020), pihaknya membuat kesepakatan $1 milyar dengan pemerintah Amerika Serikat untuk menciptakan lebih dari 1 milyar dosis vaksin yang sedang diuji untuk melawan virus corona baru.
Johnson & Johnson mengatakan telah memilih kandidat vaksin sendiri dan akan memulai uji coba manusia pada bulan September, dengan pertimbangan siap untuk digunakan darurat pada awal 2021, kata perusahaan itu pada hari Senin.
J&J juga berkomitmen lebih dari $1 milyar investasi bersama dengan agensi US Biomedical Advanced Research and Development Authority (BARDA) untuk mendanai penelitian vaksin, memperluas kolaborasi sebelumnya.
Virus corona baru, yang dimulai di Wuhan, Cina, telah menginfeksi orang di sebagian besar negara di dunia. AS sekarang memiliki kasus terbanyak secara global dan banyak di antaranya berada di New York, di mana rumah sakit melaporkan kelangkaan sumber daya untuk mengobati penyakit pernapasan COVID-19 yang disebabka corona.
J&J mengatakan pada Januari lalu, mereka telah mulai mengerjakan vaksin yang mungkin digunakan untuk coronavirus, menggunakan teknologi yang sama yang digunakan untuk membuat vaksin Ebola, demikian diwartakan Aljazeera.
Setelah mengumumkan uji coba vaksi tersebut, CNBC melansir, saham Johnson & Johnson naik 8 persen. Chairman dan CEO Alex Gorsky mengatakan, perusahaan sedang mengejar pembuatan vaksin "tidak-untuk-laba", tetapi dia menolak untuk memperkirakan berapa biaya yang harus dikeluarkan konsumen untuk mendapat vaksin tersebut.
Selain calon vaksin utama, J&J mengatakan memiliki dua cadangan. Perusahaan mengatakan mulai mengerjakan pengembangan vaksin COVID-19 pada Januari.
Perusahaan mengatakan, akan meningkatkan kapasitas produksi dengan situs baru di AS dan penambahan ke situs yang ada di negara lain untuk memproduksi dan mendistribusikan vaksin potensial dengan cepat. J&J mengatakan pihaknya berupaya memproduksi lebih dari 1 miliar dosis vaksin potensial.
“Kami memiliki indikator awal yang sangat baik yang tidak hanya dapat kita andalkan untuk menjadi basis vaksin yang aman tetapi juga yang pada akhirnya akan efektif berdasarkan semua pengujian awal dan pemodelan yang telah kita lakukan,” kata Gorsky.
J&J mengatakan langkah yang diharapkannya untuk mengembangkan vaksin lebih cepat daripada perkiraan lima hingga tujuh tahun.
Upaya global sedang dilakukan untuk mengembangkan vaksin untuk virus yang telah membunuh lebih dari 34.000 orang di seluruh dunia, tetapi para ahli telah memperingatkan bahwa dibutuhkan waktu lebih dari satu tahun untuk menyiapkan satu vaksin.
Seorang pasien diberi vaksin Moderna dalam uji coba tahap awal awal bulan ini, menjadikannya pelari terdepan dalam perlombaan untuk mengembangkan vaksin yang layak. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, kandidat lain dari CanSino Biological yang berbasis di Cina juga dalam uji coba fase 1.
Tanpa vaksin, beberapa otoritas kesehatan menggunakan obat antivirus Gilead Sciences, Remdesivir, yang diuji sebagai pengobatan yang mungkin selama wabah Ebola. Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Robert Redfield mengatakan awal bulan ini, obat itu digunakan di negara bagian Washington untuk mengobati pasien COVID-19.
Editor: Agung DH