tirto.id - Rombongan turis yang menuju negara bagian Kentucky di Amerika Serikat biasanya akan diarahkan untuk mengunjungi Cumberland Falls, sebuah air terjun besar. Situs itu menjadi pemandangan utama dan lokasi wisata andalan di Cumberland Falls State Resort Park, yang tak hanya menarik bagi turis mancanegara tapi juga banyak dijadikan lokasi perkemahan yang menyenangkan.
Tapi Kentucky tak hanya dikenal karena air terjun itu. Tak jauh dari Cumberland Falls ada sebuah museum yang dibangun untuk mengenang Colonel Harland David Sanders, perintis rumah makan cepat saji Harland Sanders Restaurant. Pada akhir 2019, rumah makan sederhana itu telah bertransformasi dan dikenal lewat 22.621 cabang di 150 negara di seluruh dunia dengan nama Kentucky Fried Chicken.
Awalnya, tak ada yang menyangka restoran yang dirintis Harland Sanders itu akan dikenal luas di AS. Sanders sendiri sebenarnya bukan seorang koki yang punya karir panjang. Di masa mudanya, ia harus bergonta-ganti pekerjaan untuk menyambung hidup. Hidup merantau mengantarnya pada rupa-rupa pekerjaan, seperti buruh pabrik mesin uap, hingga menjadi agen asuransi. Bidang kuliner baru ia tekuni ketika menyajikan makanan di North Corbin, Kentucky sejak 20 Maret 1930.
Di lokasi itu, ia menyulap sebuah stasiun pengisian bahan bakar yang biasa dikunjungi oleh para pengemudi truk besar yang melintas, menjadi sebuah rumah makan sederhana.
“Seperti kebanyakan orang, Sanders terkena dampak depresi 1929. Banyak bisnis harus bersusah-payah bertahan. Beruntung, perusahaan Shell memberikan satu stasiun pengisian bahan bakar untuk Sanders,” kata Sheila Griffin Llanas dalam bukunya, Colonel Harland Sanders: KFC Creator (2015:12).
Stasiun bahan bakar pemberian Shell itu ia renovasi. Sama seperti semua awalan, tak mudah bagi Sanders untuk memulai bisnisnya. Sanders malah kelabakan karena, menurutnya, mengolah ayam memerlukan waktu yang lama. Padahal para pengunjung menginginkan makanan cepat saji sebelum kembali berangkat ke tujuan utama mereka. Oleh karena itu, Sanders menawarkan menu-menu lain seperti steak dan ham yang waktu penyajiannya relatif lebih singkat.
Restoran sederhana di Route 25 itu pun bertahan selama 4 tahun. Dalam kurun waktu singkat itu, Sanders sukses mengumpulkan cukup modal untuk membeli stasiun pengisian bahan bakar yang lebih besar. Restoran rintisannya pun berekspansi dan menambah kapasitas kursi. Pada 1936, kesuksesan yang terlihat singkat tapi terpampang nyata ini membuat Ruby Laffoon, gubernur Kentucky kala itu, memberi gelar kehormatan ‘Colonel’ pada Sanders. Satu tahun kemudian, kapasitas kursi bertambah lagi menjadi 142. Sebuah penginapan kecil di seberang restorannya pun ia beli dan dinamai ulang menjadi Sanders Court & Cafe.
Menekan Durasi Penggorengan dan Sistem Waralaba
Meski berhasil mengembangkan usaha kulinernya, Sanders masih punya satu ganjalan: durasi menggoreng ayam. Baginya, 35 menit waktu menggoreng ayam dengan panci besi adalah hal yang menyiksa. Masalahnya, ia ngotot menggunakan panci itu dan menolak sistem deep frying. Baginya cara itu menurunkan kualitas ayam yang dimasak.
Lamanya waktu menggoreng sebetulnya bisa diatasi dengan menggoreng dulu sebelum pesanan datang. Tapi rupanya banyak ayam terbuang karena jumlah pesanan tak bisa ditaksir dengan presisi. Beruntung, pada 1939 ada teknologi penggorengan baru yang dikenal dengan sebutan pressure cooker, yang sebenarnya ditujukan untuk mengukus sayuran. Sanders yang penasaran memutuskan untuk membeli satu unit dan memodifikasinya menjadi pressure fryer. Ia pun bereksperimen dengan menggoreng ayam di alat barunya itu.
Eksperimen itu membuahkan hasil positif. Sanders menyimpulkan, durasi penggorengan bisa berkurang secara signifikan dan kualitas ayam bisa terjaga. Selain itu, Sanders rupanya bereksperimen juga dengan beragam bumbu yang digunakan sebelum ayam digoreng.
Dalam perkembangan dunia bisnis modern, bumbu ini diangkat menjadi nilai jual ayam dengan 11 bumbu rahasia. Belakangan, 11 bumbu rahasia dan metode penggorengan bertekanan ini didaftarkan ke lembaga hak paten.
Sanders kemudian menyadari potensi bisnis kulinernya yang bisa meraup keuntungan finansial besar. Pada 1952, akhirnya, waralaba ayam goreng pertamanya dibuka di South Salt Lake, Utah. Pete Harman, kawan Sanders di Utah, sepakat untuk mengelolanya.
Keputusan ini terbilang tepat karena tata kota di Kentucky kala itu mulai mengalami perubahan drastis. Pada 1955, rute jalan di depan restorannya pun resmi berubah fungsi. Padahal, keuntungan utama bisnis restoran itu datang dari para pengunjung yang melintasi jalan utama itu. Sanders pun bergerak cepat. Ia memutuskan untuk menjual restorannya dan berkeliling AS untuk menawarkan resep jitu pengolahan ayam goreng yang ia kembangkan.
Beberapa restoran sepakat menjual ayam racikan Sanders dengan harga 4 sen per potong sebagai upah waralaba dan hak untuk menggunakan nama ‘Colonel’ Sanders untuk kebutuhan iklan dan promosi. Selain itu, dalam klausulnya, menu ayam goreng itu juga dimuat di dalam daftar makanan yang disajikan di berbagai restoran itu.
Don Anderson, seorang tukang cat yang dipekerjakan oleh Pete Harman, mengeluarkan ide tentang nama KFC, singkatan dari ‘Kentucky Fried Chicken’. Bagi Harman, menu baru ini membuat restorannya lebih laris ketimbang restoran lain karena dianggap sebagai menu asli dari Kentucky. Oleh karena itu, ia menempelkan istilah ‘It’s finger lickin good’ yang belakangan menjadi slogan bisnisnya.
Kerja keras dan inovasi mereka kemudian makin meraup keuntungan finansial besar. Harman kemudian memperkenalkan ‘bucket meal’ pada 1957. Menu ini berisi 14 potong ayam, 5 roti gulung, dan saus. Menu itu disajikan dengan kertas atau kotak karton yang kemudian menjadi ciri khas makanan cepat saji. Hingga 1963, cabang KFC telah mencapai 600 restoran. Jumlahnya terus meningkat hingga mencapai 24 ribu cabang di seluruh dunia pada 2020 dan menjadi salah satu jenama paling masyhur di dunia.
Penulis: Tyson Tirta
Editor: Nuran Wibisono