tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan hingga hari ini, 20 Mei 2022, terdapat 13 kasus suspek (dugaan) hepatitis akut berat yang belum diketahui penyebabnya atau misterius terhadap anak Indonesia. Dari 13 kasus tersebut, terdapat 1 probable dan 12 pending classification.
Kemenkes juga melaporkan adanya 4 anak yang meninggal dengan 1 probable dan 3 pending classification. Selain itu, pasien yang masih dirawat ada 9. Data ini didapatkan dari Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril kepada Tirto, Jumat (20/5/2022) sore.
Dari data tersebut, Kemenkes mencatat terdapat 10 anak laki-laki dan 3 anak perempuan. Dengan kelompok usia 0-5 tahun 9 anak, 6-10 tahun 2 anak, dan 11-16 tahun 2 anak.
Dia menerangkan gejala yang dialami para pasien adalah sesuai dengan gejala hepatitis akut berat seperti mual, muntah, diare berat, demam ringan, buang air kecil (BAK) berwarna pekat seperti teh, buang air besar (BAB) berwarna putih pucat, serta warna mata dan kulit menguning.
“Sesuai dengan gejala hepatitis akut,” singkat Syahril.
Untuk sebaran provinsi dari 13 kasus hari ini, ada 1 pending classification di Sumatera Barat (Sumbar), 1 pending classification di Jambi, 1 pending classification di Kepulauan Bangka Belitung (Babel), 1 probable dan 4 pending classification di DKI Jakarta, 2 pending classification di Jatim, 2 pending classification di Pulau Bali, serta 1 pending classification di Provinsi NTB.
Syahril menjelaskan data kasus suspek hepatitis akut berat dapat berubah sewaktu-waktu, salah satunya karena discarded.
“Tiap hari berubah [datanya], mungkin ada yang tambah, ada yang kurang ya,” ucap dia saat dihubungi Tirto.
Mengutip laman resmi Kemenkes, probable yaitu hepatitis akut (virus non hepatitis A-E), yakni pada saat pemeriksaan laboratorium tidak ada hepatitis A-E, Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) atau Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) di atas 500 internasional unit per liter (IU/L), dan berusia di bawah 16 tahun. Lalu pending classification artinya sedang menunggu hasil pemeriksaan laboratorium untuk hepatitis A-E, tetapi pasien ini sudah tinggi SGOT maupun SGPT nya yakni di atas 500 IU/L, dengan usia di bawah 16 tahun. Untuk kasus yang tidak tergolong ke dalam semua definisi kasus tersebut, didefinisikan sebagai discarded.
Pada 19 Mei 2022, Syahril menuturkan ada 10 kasus suspek hepatitis akut berat misterius di Indonesia dengan 1 probable dan 9 masih pending classification. Untuk sebaran provinsi dari sepuluh kasus kemarin itu ada 1 pending classification di Provinsi Sumbar, 1 pending classification di Jambi, 1 pending classification di Provinsi Kepulauan Babel, 1 probable dan 3 pending classification di DKI Jakarta, 2 pending classification di Jatim, dan 1 pending classification di Bali.
Untuk keadaan pasien 19 Mei 2022, lanjut dia, ada 4 anak yang meninggal dengan 1 probable dan 3 pending classification. Kemudian ada 6 anak yang masih dirawat dan 4 yang sudah sembuh atau dipulangkan.
Syahril menyebut ada 7 anak laki-laki dan 3 anak perempuan dari 10 kasus kemarin. Dengan kelompok usia 0-5 tahun ada 6, 6-10 tahun ada 2, dan 11-16 tahun ada 2.
Dia mengimbau agar masyarakat tetap waspada dan jangan panik terhadap hepatitis akut berat misterius ini. Apabila tertular, dia menyarankan cepat dilakukan pertolongan supaya tidak terjadi gejala lebih berat dan bisa menyebabkan kematian karena keterlambatan.
Selain itu, Syahril mengatakan bahwa deteksi dini terhadap penyakit tersebut itu penting. Rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) juga harus tanggap. Untuk pemerintah daerah (pemda), dia menganjurkan agar mereka tetap menggalakkan hidup sehat.
“Jangan sampai ini menjadi lalai karena kita mengganggap biasa-biasa. Tapi dengan kita waspada, maka kita akan cepat dan tanggap,” imbau dia.
Ia menambahkan, “Untuk itu, masyarakat harus diedukasi terus, diingatkan terus. Contoh dengan [memakai] masker, cuci tangan. Karena kalau sudah sakit kan repot semua.”
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Abdul Aziz