Menuju konten utama

Untung Rugi Wajib Sertifikasi Halal bagi UMKM-Pedagang Kaki Lima

Pemerintah mewajibkan seluruh produk makanan dan minuman, termasuk pedagang kaki lima dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki sertifikat halal.

Untung Rugi Wajib Sertifikasi Halal bagi UMKM-Pedagang Kaki Lima
logo label halal terpampang di restoran, jakarta. tirto/andrey gromico

tirto.id - Pemerintah mewajibkan seluruh produk makanan dan minuman, termasuk pedagang kaki lima dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki sertifikat halal. Hal ini ketentuan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.

Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, Siti Aminah, menjelaskan pemerintah akan memberikan tenggat waktu sampai 17 Oktober 2024. Jika pedagang belum mempunyai sertifikasi halal, maka dikenakan sanksi administratif.

“Pertama akan ada sanksi, yaitu akan dibagikan sanksi administrasi kepada pelaku usaha yang belum bersertifikat halal," kata Siti dalam keterangannya, dikutip Kamis (1/2/2024).

Sertifikasi halal merupakan syarat untuk mendapatkan izin mencantumkan label halal pada kemasan produk yang dikeluarkan pemerintah. Sertifikasi halal sebelumnya bersifat voluntary, sedangkan setelah disahkan Undang-Undang Jaminan Produk Halal menjadi mandatory.

Karena itu, semua produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia saat ini wajib bersertifikat halal.

Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, melihat kewajiban ini sebenarnya menguntungkan seluruh konsumen, tidak hanya muslim saja. Karena pengertian halal dalam hal ini adalah 'Thoyib' atau baik dan tidak membahayakan kesehatan.

"Bagi pengusaha yang sudah mendapatkan sertifikasi, mereka akan mendapatkan kepercayaan yang bisa berujung meningkatnya penjualan," ujar dia kepada Tirto, Selasa (6/2/2024).

PKL GUNAKAN PEMBAYARAN NON TUNAI

Pembeli menunjukkan bukti transaksi pembayaran pada penjual gerobak alpukat kocok di kawasan Ki Gede Ing Suro Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (14/10/2020). ANTARA FOTO/Feny Selly/foc.

Piter mencontohkan, di negara maju kepentingan konsumen sangat diperhatikan. Sehingga kalau ada yang mau menjual makanan, maka pedagangnya dicek kesehatannya dan sebagainya dan ini mirip dengan sertifikasi halal.

"Jadi produk makanan minuman yang dijual harus benar-benar baik sehat atau dengan kata lain halal. Jadi sertifikasi halal sebenarnya menguntungkan semua pihak," ujar dia.

Meski begitu, kata Piter, tantangannya saat ini bagaimana membuat proses sertifikasi ini bisa dibuat sederhana dan dengan biaya yang semurah-murahnya. Jangan sampai kebijakan ini justru membebani pengusaha yang kemudian berujung kepada konsumen juga.

Untuk diketahui, pelayanan penerbitan sertifikat halal gratis dari pemerintah disediakan bernama program layanan fasilitasi sertifikasi halal gratis (SEHATI) oleh BPJPH Kementerian Agama.

Namun, pemerintah juga menunjuk lembaga yang bertugas melakukan kegiatan pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap kehalalan produk yakni Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).

PT SUCOFINDO selaku LPH, telah diakreditasi sebagai LPH Utama oleh BPJPH pada 17 Februari 2023 sebagai LPH Utama mengacu pada standar ISO 17065 dengan cakupan wilayah kerja nasional dan internasional.

Di luar itu, sebenarnya pemerintah juga mengatur biaya untuk permohonan sertifikat halal per sertifikat. Untuk usaha mikro dan kecil sebesar Rp300 ribu, usaha menengah Rp5 juta, dan usaha besar dan/atau berasal dari luar negeri Rp12,5 juta.

Anggaran tersebut belum termasuk biaya pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk, transportasi, dan akomodasi serta pengujian laboratorium jika diperlukan.

Bisa Menjadi Beban Baru

Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesa (Akumandiri), Hermawati Setyorinny, menilai kebijakan sertifikasi halal khususnya bagi pedagang kaki lima belum sepenuhnya tepat dan terburu-buru. Apalagi sosialiasi aturan kewajiban sertifikasi halal belum sepenuhnya dapat diketahui pelaku usaha mikro.

"Kebijakan ini belum sepenuhnya tepat [untuk PKL]. Terlalu terburu-buru," kata Hermawati kepada Tirto, Selasa (6/2/2024).

Menurut Hermawati, tidak semua pedagang kaki lima bisa menerima kebijakan tersebut. Mengingat diperlukan biaya tertentu mengacu pada klasifikasi usaha untuk mengantongi sertifikat halal dari pemerintah.

"Kewajiban itu justru akan menjadi beban bagi mereka," imbuh dia.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE), Mohammad Faisal, pun meminta kepada pemerintah untuk menanggung biaya sertifikasi halal bagi pelaku usaha mikro kecil atau pedagang kaki lima. Jangan sampai kebijakan itu dibebankan kepada mereka dengan harus membayar biaya sertifikasi halal.

"Kalau kemudian itu menjadi beban dengan tambahan sertifikasi, apalagi proses susah malah menambah beban usaha kecil mikro," kata Faisal kepada Tirto, Selasa (6/2/2024).

Dia menekankan, jika pemerintah murni mendorong sertifikasi halal di dalam negeri untuk kepentingan konsumen dan produsen, paling tidak tahap awal ada insentif. Caranya dengan memberikan keringanan bagi industri kecil dan mikro.

"Karena kalau tidak mereka malah menjadi enggan karena semakin diberatkan dari kondisinya karena sebetulnya kondisinya relatif tertekan," kata dia.

PENYERAHAN SERTIFIKAT HALAH IKM

Sejumlah pelaku Industri Kecil Menengah (IKM) menunjukan sertifikat halal di Kantor Walikota Depok, Jawa Barat, Kamis (31/1/19).Penyerahan sertifikat halah sebanyak 300 sertifikat dari 27 kabupaten/Kota se-jawa Barat tersebut guna menjamin kelayakan suatu produk kepada masyarakat muslim khususnya. ANTARA FOTO/ Kahfie kamaru/hp.

Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Edy Misero, tidak menampik bahwa salah satu kekhawatiran pelaku usaha mikro saat ini adalah masalah biaya sertifikasi. Jika diberikan secara cuma-cuma, maka akan sangat membantu.

"Kalau gratis semua ya mau, kalau enggak gratis ya mempunyai beban yang tinggi, perlu ongkos sertifikasi pedagang kecil juga berpikir,” ucap dia kepada Tirto.

Selain itu, dalam praktiknya, mengurus birokrasi seperti sertifikasi di Indonesia masih marak ditemui pungutan liar atau pungli. Oleh karenanya, pemerintah harus berkomitmen menjaga program sertifikasi dengan baik.

“Bisa saja [ada pungli], jangan mau dipungli, kalau gratis ya gratis,” pungkas dia.

Di sisi lain, Piter Abdullah justru menjamin bahwa proses sertifikat halal bisa lebih secara transparan. Apalagi prosesnya kini sudah berada di BPJPH.

"Sekarang sudah ada badan yang mengurus hal ini, yaitu BPJPH. Seharusnya pengurusan sertifikat halal sudah bisa lebih mudah lancar dan murah," terang dia.

Baca juga artikel terkait SERTIFIKASI HALAL atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang