tirto.id - Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Jawa Barat (Labkesda Jabar) menemukan bakteri saat melakukan pengujian sampel makan bergizi gratis (MBG) di Jawa Barat. Pengujian ini dilakukan imbas maraknya kasus keracunan di sejumlah daerah Jawa Barat (Jabar).
Kepala Labkesda Jabar, dr. Ryan Bayusantika Ristandi, menuturkan, berdasarkan 208 sampel yang diperiksa, sekira 8 persen dari sampel tersebut positif bakteri yang dapat membuat makanan menjadi busuk. Ia mengatakan, bakteri yang muncul didominasi bakteri salmonella dan bacillus cereus.
"Dari berbagai macam, memang paling banyak dari daging-dagingannya yang keluar. Hasilnya juga kalau Bacillus cereus itu biasanya dari karbohidrat malah, dari nasi biasanya yang sudah diproses lagi," ujarnya kepada awak media ditemui di Bandung, Jawa Barat, Jumat (26/9/2025).
Hasil laboratorium mikrobiologi itu, lanjut Ryan, menunjukkan ada bakteri vibrio cholerae, staphylococcus aureus, dan escherichia coli. Sementara itu, hasil uji lab kimia menunjukkan positif nitrik.
Menurut Ryan, sejumlah gejala bakal timbul akibat keracunan usai menyantap makanan tersebut, misalnya nyeri perut, mual, muntah, pusing, hingga kejang-kejang. Gejala itu pun sempat dialami ribuan siswa di Kabupaten Bandung Barat (KBB) usai memakan MBG.
Ryan menambahkan, ratusan sampel berasal dari 12 dinas kesehatan kota/kabupaten di Jabar. "Itu adalah sampel sisa makanan dari sekolah dan juga dari dapur MBG," tambahnya.
Ia menuturkan, kebersihan dapur dan bahan baku makanan menjadi faktor penentu kualitas, serta keamanan hidangan yang disajikan, termasuk pemasak dan pengantar makanan harus bebas dari bakteri dan tidak dalam kondisi sakit.
"Bahan makanannya harus segar, lalu tidak boleh digunakan sama sekali bahan kadaluarsa, bahan rusak," tuturnya.
Ryan menekankan, makanan pun harus disantap siswa maksimal 6 jam usai matang. Makanan juga harus berada di tempat dengan suhu di atas 60 derajat celcius atau di bawah 5 derajat celcius. Apabila tidak seperti demikian, kemungkinan bakteri tumbuh akan lebih tinggi.
"Kecuali bisa di suhu di atas 60 derajat celcius atau di bawah 5 derajat celcius dan itu pun kalau disimpan di suhu ruangan itu, tidak boleh di atas 6 jam misalnya, nanti akan tumbuh bakteri-bakteri pembusuk," lanjutnya.
Menurutnya, kendati penyakit bisa muncul apabila korban diserang bakteri dengan jumlah banyak, tapi apabila tidak segera ditangani, resiko penyakit lebih parah bakal terjadi. "Mudah-mudahan tidak sampai ada kematian," ungkap Ryan.
Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi, sebelumnya turut menanggapi kasus keracunan MBG yang terjadi di wilayahnya. Ia bakal memanggil kepala perwakilan MBG di Jabar. Pertemuan itu direncanakan berlangsung pada Senin (28/9/2025) nanti.
"Ya nanti kami hari Senin, kami bicara dulu dengan Kepala Perwakilan Jawa Barat, bagaimana komitmen dia. Setelah melihat komitmennya, nanti Pemerintah Provinsi akan mengambil keputusan," ungkap Dedi usai rapat paripurna Hari Jadi ke-215 Kota Bandung (HJKB) di DPRD Kota Bandung, Kamis (25/9/2025).
Dalam pertemuan nanti, pihaknya bakal membahas bersama-sama evaluasi peristiwa keracunan yang terjadi, mulai dari evaluasi kondisi dapur, audit bahan-bahan makanan, serta evaluasi jam masak MBG.
"Evaluasi jenis-jenis bahan makanan yang digunakan. Apakah itu merupakan bahan-bahan makanan yang dibutuhkan atau tidak," sambung Dedi.
Ia menambahkan, hal yang perlu diperhatikan juga yakni trauma makan MBG. Menurutnya anak yang mengalami keracunan, kemungkinan besar enggan makan MBG kembali.
"Ini harus menjadi perhatian serius. Jangan sampai dalam teknis pengelolaannya salah. (Dihentikan atau tidaknya) nanti hari Senin, kami putuskan," tandasnya.
Penulis: Amad NZ
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































