Menuju konten utama
News Plus

Trump-Netanyahu Meregang, Dukungan AS Kian Hilang

Keretakan hubungan Trump dan Netanyahu sudah terbaca sejak lama. Keduanya punya sikap yang bertolak belakang, terutama terkait konfil di Gaza.

Trump-Netanyahu Meregang, Dukungan AS Kian Hilang
Donald Trump dan Benjamin Netanyahu. REUTERS/Ronen Zvulun

tirto.id - Hubungan antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu diisukan merenggang. Isu ini bermula saat pertemuan kedua pemimpin negara itu di Gedung Putih, April lalu. Kala itu, Netanyahu duduk hampir tanpa bicara selama lebih dari setengah jam, sementara Trump berbicara panjang lebar tentang topik yang tidak ada hubungannya dengan Israel.

The New York Times melaporkan pertemuan pada bulan April itu menandai awal perpecahan hubungan yang semakin besar antara keduanya. Belakangan Trump dan Netanyahu semakin berbeda pandangan dalam beberapa isu keamanan kedua negara, khususnya bagi Israel.

Isu keretakan ini semakin menguat saat Trump bersiap melakukan perjalanan besar internasional perdananya pada masa kepresidenan kedua. Kunjungan ke luar negari pertama Trump (di luar menghadiri pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan), mencakup tiga negara Teluk; Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab (UEA).

Dalam agenda internasionalnya, Trump tidak memasukan Israel sebagai salah satu negara tujuan kunjungannya. Politisi Partai Republik AS tersebut dikabarkan juga menolak keinginan Netanyahu untuk menggelar aksi militer bersama untuk menghancurkan kemampuan nuklir Iran.

Trump justru memulai pembicaraan dengan Iran dan mengumumkan kesepakatan dengan milisi Houthi yang didukung Teheran di Yaman. Kesepakatan ini membahas upaya menghentikan serangan udara AS terhadap kelompok tersebut. Sebagai gantinya, Houthi setuju menghentikan serangan terhadap kapal AS di Laut Merah.

Seperti yang dikabarkan, The New York Times, manuver Trump ini cukup mengejutkan Netanyahu. Dalam video singkat, Netanyahu menanggapi pengumuman Trump soal Iran tersebut dengan mengatakan: “Israel akan mempertahankan dirinya sendiri. Jika pihak lain bergabung dengan kami, seperti sahabat kami Amerika, sangat baik. Jika tidak, kami akan bertindak sendiri.”

Mike Huckabee, Duta Besar AS untuk Israel, mengatakan dalam wawancara televisi Israel, pada Jumat (9/5/2025) bahwa, “Amerika Serikat tidak perlu meminta izin dari Israel.”

Hubungan antara Netanyahu dengan Trump –usai dilantik menjadi Presiden AS yang kedua kalinya– awalnya berjalan dengan baik. Pemimpin Israel tersebut membanggakan diri sebagai pemimpin dunia pertama yang mengunjungi Trump di masa jabatan keduanya pada bulan Februari 2025 lalu.

Pada April, dua bulan kemudian, Netanyahu bahkan tercatat menjadi pemimpin pertama yang mencoba memulai negosiasi untuk perjanjian dagang baru setelah Trump mengumumkan tarif impor besar-besaran.

Namun, ia harus pulang dengan tangan hampa. Netanyahu bahkan harus berhadapan dengan kekhawatiran baru, bahwa AS akan mulai menegosiasikan kesepakatan nuklir baru dengan Iran.

Dalam beberapa pekan terakhir, Trump juga membuat serangkaian langkah yang membuat Netanyahu tampak frustasi. CNN mencatat pemimpin negara Paman Sam tersebut melanjutkan negosiasi dengan Iran mengenai program nuklirnya. Ia juga menyetujui gencatan senjata dengan kelompok Houthi, meski kelompok tersebut tidak menghentikan serangannya ke Israel. Trump juga tidak lagi menuntut normalisasi hubungan Saudi-Israel sebagai syarat untuk program nuklir sipil Saudi.

Puncaknya, pemerintahan Trump melewati Israel dan langsung mencapai kesepakatan dengan Hamas untuk membebaskan Edan Alexander, satu-satunya sandera Amerika yang masih hidup di Gaza.

Perbedaan Pandangan Soal Konflik Timur Tengah

Dosen Hubungan Internasional Universitas Pelita Harapan (UPH), Edwin Martua Bangun Tambunan, menilai keretakan hubungan antara Trump dan Netanyahu sebenarnya sudah terprediksi. Hanya waktunya saja yang tidak terduga.

Ia mencontohkan dunia pernah terkejut bahwa Israel bersedia untuk ambil bagian dalam gencatan senjata dengan Hamas. Momen ini berlangsung hampir bersamaan waktunya dengan peralihan kekuasaan di AS dari Biden ke Trump.

“Banyak pihak yang menafsirkan bahwa kesepakatan gencatan senjata yang diikuti dengan pembebasan tawanan oleh Hamas sebagai keberhasilan pemerintahan Biden. Namun, saya lebih meyakini invisible hand Trump yang bekerja untuk menekan atau menjanjikan sesuatu kepada Netanyahu agar masuk ke dalam perundingan,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Rabu (14/5/2025).

Donald Trump bertemu Benjamin Netanyahu

Presiden Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengadakan proklamasi yang ditandatangani, setelah pertemuan mereka ketika Perdana Menteri meninggalkan Gedung Putih, Senin 25 Maret 2019, di Washington. AP / Jacquelyn Martin

Menurut Edwin, Trump dan Netanyahu juga memiliki perbedaan sikap yang saling bertolak belakang, terutama soal konflik antara Israel dan Palestina di Gaza. Bagi Trump, berhentinya perang berarti berhentinya juga kewajiban AS untuk mendukung Israel membiayai perang yang telah memakan ribuan korban jiwa. Penghamburan anggaran negara AS untuk mendukung agresivitas Israel bisa berakhir.

“Trump lebih memilih langkah taktis ala pebisnis untuk mengejar tujuan pemerintahannya dalam menghentikan Hamas, dengan memanfaatkan mitra strategisnya, yaitu Mesir, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Tiga negara yang terakhir, masuk dalam agenda kunjungan (internasional perdana) Trump,” ujar Edwin menambahkan.

Sebelumnya, sumber yang diwawancarai CNN menyebut Trump memiliki tujuan untuk melakukan negosiasi secara langsung dengan Hamas dan negara Timur Tengah. Dia ingin melakukan negosiasi kesepakatan damai secara langsung tanpa melibatkan Israel.

Meskipun kesepakatan menyeluruh untuk mengakhiri perang masih jauh dari jangkauan, Trump dengan jelas menyatakan bahwa itulah tujuannya. “Semoga ini menjadi langkah awal dari rangkaian langkah terakhir untuk mengakhiri konflik brutal ini,” kata Trump di media sosial pada hari Minggu (11/5/2025).

Edwin berpendapat, Trump juga masih terobsesi dengan perluasan Abrahamic Accord. Ambisi tersebut yang mungkin dapat menggiring Iran ke dalamnya dengan langkah awal menetralisasi program nuklir mereka. Langkah Trump ini sangat bertolak belakang dengan garis kebijakan Netanyahu dan pemerintahannya.

“Kegagalan pemerintahan Netanyahu untuk mendeteksi serangan Hamas 7 Oktober 2023 dan kegagalan memulangkan tawanan meskipun telah melakukan invasi militer besar-besaran, semakin memperburuk popularitas Netanyahu dan partai (Likud) di dalam negeri,” ujarnya.

Benjamin Netanyahu

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memimpin rapat kabinet mingguan di Yerusalem, Minggu (3/3/2019). Ronen Zvulun/Pool via AP

Opsi yang paling baik bagi Netanyahu dan partainya untuk terus berkuasa adalah dengan terus memperkuat sentimen ancaman eksistensial bagi Israel yang datang dari kelompok-kelompok anti-Israel. Setidaknya, langkah Netanyahu ini akan tetap dapat mendulang simpati dari partai-partai kanan dan kelompok radikal di Israel.

“Manuver Trump yang sedang merencanakan membuka kontak kembali dengan Iran, bagi Netanyahu sulit untuk ditoleransi karena akan semakin membuat kebijakan luar negerinya kehilangan relevansi dan dukungan publik tergerus,” katanya

Terpisah, Pengamat hubungan internasional dari Fakultas Humaniora Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor, Sofi Mubarok, menilai tekanan internasional terhadap genosida Israel yang dilakukan Netanyahu belakangan turut menyeret Trump masuk dalam tekanan global maupun domestik. Kondisi tersebut mempengaruhi hubungan AS dengan beberapa negara sahabat, termasuk negara-negara Arab dan uni eropa.

“Maka, tujuan utama Trump yang berbeda dengan Netanyahu hanyalah pendekatan. AS menginginkan pertukaran tawanan selesai dulu, maka perlu ada lanjutan gencatan senjata,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Rabu (14/5/2025).

Dampak Keretakan Hubungan Trump-Netanyahu ke Kondisi Politik Global

Edwin dari UPH mengatakan ada alasan Trump dan pemerintahannya melakukan manuver politik di Timur Tengah saat ini. Dia ingin meyakinkan publik domestik Israel bahwa ada jalan alternatif untuk menyelesaikan masalah Israel-Palestina dengan cara-cara non-agresif.

“Perubahan drastis mengikuti rencana Trump untuk mengkonfigurasi sistem regional di Timur Tengah hanya akan berlangsung apabila terjadi perubahan di dalam negeri Israel dengan tampilnya pemerintahan yang lebih moderat. Pemilu Israel baru akan berlangsung 27 Oktober 2026,” ujarnya.

Presiden AS Donald Trump

Presiden AS Donald Trump memberikan pidato pada pengarahan pemulihan pasca Badai Helene di hanggar Bandara Regional Asheville di Fletcher, North Carolina, pada 24 Januari 2025. Trump mengatakan ia mungkin akan 'menyingkirkan FEMA,' jika dianggap perlu. Badan Penanggulangan Bencana Federal Badan Penanggulangan Bencana (FEMA) bertugas mengoordinasikan respons terhadap bencana. (Foto oleh Mandel NGAN / AFP)

Ia menambahkan, di balik proses ini sudah bisa dipastikan bahwa AS juga menaruh kepentingan besar, bisa kembali menancapkan pengaruh regionalnya di Timur Tengah. Upaya tersebut dipercaya yang akan mengalirkan keuntungan ekonomi bagi AS. Apabila skenario ini yang terjadi, maka moderasi kelompok-kelompok radikal anti-Israel akan bisa dilakukan oleh negara-negara mitra regional AS.

“Akhirnya, solusi dua negara akan lebih mudah diwujudkan. End game-nya adalah AS akan tetap menjadi negara ekstra-regional yang paling memiliki pengaruh di Timur Tengah. Manuver AS saat ini adalah untuk memenangkan kontestasi politik global di masa mendatang,” ujarnya menambahkan.

Terpisah, Ketua Delegasi Grup Kerja Sama Bilateral (GKSB) DPR RI untuk Palestina, Syahrul Aidi Maazat, menilai kabar keretakan hubungan Trump dan Netanyahu bisa menjadi angin segar bagi perjuangan kemerdekaan Palestina.

Anggota DPR-RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyebut dinamika hubungan politik antara dua tokoh besar tersebut dapat membuka ruang diplomatik baru yang bisa dimanfaatkan oleh dunia internasional, termasuk negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), untuk memperkuat tekanan terhadap Israel dan memperjuangkan kemerdekaan Palestina.

unjuk rasa warga Palestina

Warga Palestina mengibarkan bendera dan merayakan di luar Gerbang Damaskus setelah penghalang yang dipasang oleh polisi Israel disingkirkan, memungkinkan mereka untuk mengakses alun-alun utama yang telah menjadi fokus bentrokan selama seminggu di sekitar Kota Tua Yerusalem, Minggu (25/4/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Ammar Awad/RWA/sa.

“Mudah-mudahan itu menjadi kebaikan. Kita mendengar kemarin di media bahwa Trump dan Netanyahu ini sedang ada clash. Kita harap mudah-mudahan ini positif bagi Palestina, ada momentum,” ujarnya, Selasa (13/5/2025) dalam keterangan resmi.

Melihat situasi geopolitik saat ini, Syahrul menyampaikan optimismenya bahwa Palestina akan mencapai kemerdekaannya. Ia juga menekankan peran penting Indonesia dalam perjuangan ini.

“Kita punya optimisme besar bahwa Palestina bisa merdeka. Dan saham Indonesia dalam perjuangan ini cukup besar. Kita bangga dengan sikap pemerintah Indonesia, terutama di era Presiden Prabowo. Beliau telah menunjukkan posisi kuat, baik secara langsung maupun melalui Menteri Luar Negeri,” tuturnya.

Pandangan berbeda diberikan Sofi dari UNIDA Gontor, menurutnya keretakan hubungan kedua tokoh tidak akan banyak merubah situasi yang ada di Palestina. Karena secara prinsip, tak ada yang berubah. Donald Trump juga masih tetap memandang bahwa Gaza harus dikuasai.

“Begitupun Netanyahu. Paling banter, dengan ada pergerakan Trump ke Arab hari-hari ini, akan ada tekanan dari negara-negara Arab untuk terjadinya gencatan senjata kedua,” tutup Sofi.

Baca juga artikel terkait INTERNASIONAL atau tulisan lainnya dari Alfitra Akbar

tirto.id - News Plus
Reporter: Alfitra Akbar
Penulis: Alfitra Akbar
Editor: Alfons Yoshio Hartanto