tirto.id - Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa mengatakan pihaknya saat ini sedang memeriksa unsur pimpinan prajurit yang bertugas dalam pengamanan pertandingan sepak bola Arema versus Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022) malam.
Pemeriksaan itu menjadi tindak lanjut setelah TNI sudah memeriksa sedikitnya lima prajurit, yakni empat berpangkat Sersan Dua (Serda) dan satu lainnya Prajurit Satu (Pratu).
"Kami sedang memeriksa unsur pimpinan karena mereka ini kan Sersan Dua ada empat orang dan Prajurit Satu ada satu orang. Kita memeriksa yang lebih di atasnya," ujar Andika kepada awak media selepas mengikuti Upacara Peringatan HUT Ke-77 TNI di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (5/10/2022) dilansir dari Antara.
Andika mengungkapkan bahwa dari lima prajurit yang diperiksa setelah sudah ada bukti awal, empat di antaranya sudah mengakui perbuatannya, tetapi satu lainnya belum.
Berkenaan dengan pemeriksaan terhadap unsur pimpinan, TNI akan mendalami mengenai kesesuaian prosedur dan instruksi yang mereka sampaikan kepada prajurit yang bertugas di Stadion Kanjuruhan saat kejadian.
"Prosedur apakah yang mereka lakukan? Apakah mereka sudah mengingatkan? Dan seterusnya. Ini sampai dengan komandan batalyonnya yang ada di situ," katanya.
Andika menegaskan bahwa tindakan tertangkap video yang viral di dunia maya tidak pantas dilakukan prajurit TNI.
"Seperti yang ada di video ya, itu kan beberapa oknum. Itu kan mereka menyerang masyarakat atau individu yang tidak menyerang mereka, bahkan membelakangi. Itu menurut saya sangat-sangat tidak bagus," ujarnya.
Andika menegaskan para prajurit pelaku kekerasan dalam tragedi Kanjuruhan akan diberikan penindakan pidana.
"Saya berusaha untuk tidak [sanksi] etik. Bagi saya sudah sangat jelas itu pidana," katanya.
Berkenaan dengan unsur pimpinan yang diperiksa, Andika menyebutkan bahwa masih didalami bagaimana peranan mereka yang bukan tidak mungkin akan dikenakan pelanggaran terhadap Pasal 126 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM).
Pasal 126 tersebut berbunyi "bahwa militer yang dengan sengaja menyalahgunakan atau menganggapkan pada dirinya ada kekuasaan, memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara maksimum lima tahun".
"Ya tadi kalau misalnya komandan tidak memberikan 'briefing' yang jelas, apa tindakan dia apabila ada kerusuhan, berarti tidak melaksanakan perintah, tanggung jawabnya tidak dilaksanakan, berarti Pasal 126 KUHPM, misalnya. Dan ini kan pidana, KUHPM ini pidana bukan hanya etik atau disiplin," ujar Andika.