tirto.id - Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Juri Ardiantoro, memandang wacana pemakzulan Presiden Jokowi mencoba mengganggu jalannya kemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.
Menurut Juri, mereka yang membangun narasi itu sebetulnya mengetahui bahwa pemakzulan sangat sulit.
"Mereka memerlukan manuver itu untuk terus-menerus mengganggu Pak Jokowi, mengganggu presiden yang intinya mengganggu jalan kemenangan Pak Prabowo," kata Juri di Kertanegara IV, Jakarta Selatan, Senin (15/1/2024).
Juri menilai wacana itu sengaja dibangun untuk memisahkan Jokowi dari Prabowo Subianto.
"Mereka nyata-nyata ingin memisahkan Bapak Jokowi dari Pak Prabowo," ucap Juri.
Kendati demikian, Juri memastikan TKN Prabowo-Gibran tak terganggu sedikitpun atas wacana pemakzulan itu. Dia menyebut pemakzulan itu hanya manuver politik di level elite.
"Bahkan pertemuannya sempat difasilitasi dan diterima oleh salah satu cawapres kita meskipun atas nama Menko Polhukam, tapi kita tahu semua sudah membaca ini manuver politik pemilu dan TKN mengganggap biasa saja," tutur Juri.
Sebelumnya, sejumlah warga sipil yang mengatasnamakan Gerakan Petisi 100, mengusulkan pemakzulan (impeachment) Joko Widodo dari kursi presiden.
Hal ini mereka sampaikan ketika bertemu dengan Menkopolhukam, Mahfud MD, pada Selasa (9/1/2024).
Perwakilan Petisi 100, Faizal Assegaf, mengklaim usulan ini ebagai solusi tepat untuk mencegah kecurangan dalam Pemilu 2024.
Mereka melapor ke Desk Pemilu Kemenko Polhukam karena merasa dugaan sejumlah kecurangan yang terjadi selama ini tidak ditindaklanjuti otoritas terkait.
Mahfud MD membenarkan bahwa dirinya menerima aspirasi berupa pemakzulan yang disampaikan Gerakan Petisi 100. Namun, dia menilai usulan tersebut kurang tepat disampaikan kepada dirinya.
“Saya bilang kalau urusan pemakzulan itu sudah didengar orang, mereka sampaikan di beberapa kesempatan, dan itu urusan parpol dan DPR, bukan Menko Polhukam,” kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Selasa (9/1/2024).
Mahfud menjelaskan, pemakzulan presiden baru bisa diproses melalui sidang pleno jika sepertiga anggota dewan mengusulkannya. Usulan tersebut juga baru bisa dipenuhi jika dua pertiga anggota dewan menghadiri sidang pleno dan menyetujuinya.
Karena itu, Mahfud menilai, wacana tersebut sulit terealisasi saat ini karena memerlukan proses dan waktu yang cukup panjang.
“Itu enggak bakalan selesai setahun kalau situasinya begini, enggak bakal selesai sampai pemilu [2024] usai,” ujar Mahfud.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Irfan Teguh Pribadi