tirto.id - Calon wakil presiden Nomor urut 02, Sandiaga Uno berencana untuk melegalkan kembali penggunaan cantrang di kalangan nelayan.
Langkah itu, menurut Sandi, perlu dilakukan lantaran nelayan menurutnya merugi akibat penerapan kebijakan itu meskipun di saat yang sama ia menyadari dampaknya terhadap lingkungan.
Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi - Ma'ruf Amin, Agus Sari menilai pernyataan Sandi merupakan janji populis untuk menggaet pemilih nelayan.
Namun, di saat yang sama janji itu akan mengakibatkan efek samping pada masalah kesejahteraan nelayan di kemudian hari lantaran penggunaan cantrang kembali diperbolehkan.
“Sandiaga Uno menggunakan sentimen populis nelayan untuk menang pemilihan presiden dan wakil presiden, walaupun mengorbankan habitat ikan. Untuk menjamin kesejahteraan nelayan pada jangka panjang, penggunaan cantrang justru harus dilarang,” kata Agus saat dihubungi reporter Tirto pada Kamis (28/3/2019).
Ia menilai, langkah cawapres nomor urut 02 itu bertolak belakang dengan semangat pembangunan yang berkelanjutan. Dalam hal ini langkah yang diusulkan Sandi dinilai malah berdampak buruk pada sumber daya alam.
"Legalisasi kembali penggunaan cantrang menunjukkan bahwa Sandi tidak mengerti pembangunan berkelanjutan. Dia tidak mengerti peran penting menjaga sumber daya alam dan daya dukungnya untuk kesejahteraan masyarakat, ” ucap Agus.
Agus yang juga merupakan caleg Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini menilai, antara lingkungan hidup dan pembangunan tidak melulu harus bertentangan, tetapi dapat bergerak beriringan.
Hal ini penting lantaran tanpa pengelolaan lingkungan yang baik, maka ekonomi yang menjadi sasaran tindakan itu akan sulit bertahan hingga jangka panjang.
Menurut Agus alasan ini juga yang mendasari pemerintah saat ini melarang penggunaan cantrang. Pemerintah, kata Agus, saat ini lebih memilih mempertahankan kesejahteraan nelayan untuk jangka panjang lantaran keuntungan yang diperoleh tak sepadan dengan kerugian yang mungkin dihasilkan.
Sepengetahuan Agus, penggunaan cantrang hanya menghasilkan 18–20 persen dari tangkapan yang bisa dikonsumsi. Sementara itu tangkapan yang lain (bycatch, 60–82 persen dari jumlah tangkapan), terpaksa dibuang dalam keadaan mati.
Alhasil dapat mengganggu data stok sumber daya perikanan karena banyak yang akan tidak tercatat.
Di sisi lain, Agus menuturkan penggunaan cantrang ini juga merusak ekosistem dan habitat biota laut, yang akan mengusir ikan ke tempat lain lantaran perlu mencari habitat lain yang lebih baik.
Dengan demikian, nelayan harus melaut dengan jarak yang semakin jauh, tetapi stok ikan yang dimiliki juga semakin sedikit.
"Penggunaan cantrang memberikan manfaat finansial besar seketika, tetapi merugikan dalam jangka panjang," tukas Agus.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno