Menuju konten utama

Tito: Masih Ada 36 Juta Orang Belum Miliki Antibodi COVID

Pemda dengan cakupan antibodi rendah diminta menggenjot vaksinasi.

Tito: Masih Ada 36 Juta Orang Belum Miliki Antibodi COVID
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memimpin Rapat Koordinasi dengan kepala daerah terkait kesiapan penanggulangan pandemi COVID-19 masa Natal dan tahun baru 20222, serta penanganan varian Omicron di Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Senin (27/12/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp.

tirto.id - Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian meminta masyarakat untuk tetap waspada karena masih ada 36 juta masyarakat yang belum memiliki antibodi terhadap COVID-19. Angka tersebut merupakan hasil riset dari Tim Pandemi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI pada November-Desember 2021.

"Saat ini kita jangan euforia melihat 86,6 persen masyarakat kita sudah memiliki antibodi, karena masih menyisakan 13,4 persen yang belum memiliki antibodi. Kita ini negara besar dengan 270 juta penduduk sehingga masih ada 36 juta orang yang belum memiliki antibodi terhadap COVID-19," kata Tito dalam konferensi pers virtual pada Jumat (18/3/2022).

Melihat angka tersebut, Tito meminta kepada sejumlah kepala daerah di Indonesia yang memiliki jumlah antibodi rendah baik di Jawa-Bali maupun di luar untuk terus menggenjot vaksinasi.

"Bagi pemerintah daerah yang memiliki angka antibodi di bawah 80 persen, diharapkan untuk mendorong vaksinasi terutama bagi lansia dan pemilik komorbid," jelasnya.

Selain itu, Tito juga mengungkapkan bahwa pemerintah secara perlahan mulai melakukan relaksasi kebijakan dalam menjalankan aturan protokol kesehatan.

"Masker dan protokol kesehatan tetap digunakan meski sudah memiliki antibodi, namun proses relaksasi dilakukan secara bertahap yang dilakukan setiap minggu. Sehingga diwujudkan dalam bentuk PPKM level," ujarnya.

Dirinya menjelaskan bahwa saat ini di sejumlah negara di dunia ada berbagai bentuk strategi penanganan COVID-19. Ada yang menggunakan total lockdown seperti di New Zealand, Australia dan Cina.

Ada pula yang memberi kebebasan warganya tanpa ada pengetatan seperti di Swedia. Hingga pengetatan terbatas seperti yang terjadi di Indonesia yang diwujudkan dalam bentuk PSBB hingga PPKM.

"Kalau terlalu ketat tanpa ada kebebasan maka hanya mengandalkan vaksinasi dan itu membutuhkan waktu lama. Sedangkan antibodi bisa diraih dengan natural infection local. Namun jika terlalu dibebaskan seperti Swedia, bisa berdampak pada lonjakan keterisian rumah sakit hingga angka kematian," ungkapnya.

Dari hasil riset Tim Pandemi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI ditemukan masyarakat yang belum pernah terdeteksi virus SARS-CoV-2 dan yang belum divaksin pada saat November dan Desember 2021 ada 73,9 persen sudah memiliki antibodi.

Kemudian sudah mendapatkan vaksinasi dosis pertama memiliki proporsi antibodi yang lebih tinggi yakni 91,3 persen pada November sampai Desember 2021. Sementara untuk orang yang sudah vaksin dosis kedua proporsi antibodi nya lebih tinggi lagi yakni 99,1 persen.

Adapun bagi mereka yang sudah terdeteksi SARS-CoV-2 proporsi antibodi lebih tinggi yakni bagi yang belum di vaksin proporsi antibodi 88,0 persen kemudian bagi orang yang sudah vaksin dosis pertama proporsi antibodi 96,0 persen, dan orang yang sudah divaksin dosis kedua proporsi antibodi 99,4 persen.

Baca juga artikel terkait PENANGANAN COVID-19 atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Fahreza Rizky