tirto.id - Wakil Ketua Dewan Pakar Timnas AMIN, Amin Subekti, menyebut menemukan bukti penggelembungan suara dalam penghitungan riil (real count) yang masuk ke sistem atau situs web Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Menurutnya, temuan itu merupakan hasil riset dan verifikasi data dengan memvalidasi Formulir C1 dan data di situs web KPU.
"Kami melakukan pendalaman. Kami buka apa yang di website KPU, lalu mencoba memeriksa dalam beberapa jam terakhir, apakah ada sesuatu kelemahan dalam uploading," kata Amin di Sekretariat Koalisi Perubahan, Jl. Brawijaya X, Jakarta, Kamis (15/2/2024).
Amin memaparkan dalam beberapa jam terakhir saja, terdapat sekitar 335 laporan dari berbagai TPS yang berbeda antara angka di tabulasi dengan dokumen pendukung berupa Formulir C1 yang diunggah di situs web KPU.
Sebanyak 335 laporan itu tersebar di 181 kota dan 36 provinsi. Jadi, terdapat perbedaan angka di Formulir C1 dan tabel di situs web KPU. Laporan ini hanya menjadi sampel dari riset Timnas AMIN.
Menurutnya, dari 335 laporan yang masuk ke Timnas AMIN, terdapat penggelembungan suara untuk semua paslon. Akan tetapi, tambahnya proporsi penggelembungannya berbedap-beda.
Misalnya, kata dia, paslon 1 mendapatkan tambahan suara 19,6 persen, paslon 2 dapat tambahan suara 65 persen, dan paslon 3 dapat tambahan suara 15,4 persen di atas Formulir C1.
"Ini yang kami temukan di website [KPU]. Saya kira ini membuktikan bahwa apa yang dibicarakan masyarakat memang terjadi. Dan riset [verifikasi] ini bisa dilakukan semua orang, bisa menelusuri sendiri, dari sana akan kelihatan [ada perbedaan angka di Formulir C1 dan website KPU],” kata Amin.
Sementara Ketua Tim Hukum Nasional Timnas AMIN, Ari Yusuf Amir, mengklaim telah menerima laporan dugaan kecurangan sejak sehari sebelum pencoblosan.
Ari menjelaskan bahwa jajarannya telah mengelompokkan jenis-jenis kecurangan. Pertama, penggelembungan suara melalui sistem IT KPU. Menurutnya, ini telah dilakukan melalui verifikasi ribuan formulir C1 oleh Tim Hukum Nasional dan riset oleh Timnas AMIN.
Kedua, kecurangan dalam bentuk surat suara yang telah tercoblos sebelum pemungutan untuk paslon 2. "Itu banyak sekali, sedang kami kumpulkan," ujarnya.
Ketiga, pengerahan aparat melalui kepala desa. "Modus ini terjadi, betul pada hari H terjadi, bagaimana kepala desa memberi pengarahan langsung kepada KPPS dan ikut serta untuk pemenangan paslon tertentu," ungkapnya.
Keempat, pengarahan lansia oleh anggota KPPS. Kelima, jumlah surat suara yang lebih sedikit dari daftar pemilih tetap (DPT). Keenam, penghalangan pemilih untuk menggunakan hak pilihnya oleh Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN). Ketujuh, manipulasi data DPT. Kedelapan, upaya menghalangi saksi di TPS. Kesembilan, praktik politik uang (money politic).
"Ini pengelompokan dan modus [kecurangan] di lapangan yang sudah kami temukan. Pada waktunya secara bertahap akan kami sampaikan ke publik setelah verifikasi," pungkasnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Irfan Teguh Pribadi