Menuju konten utama

The Intercept dan Upaya Jurnalisme Agresif Melawan Penguasa

The Intercept dikenal sebagai media yang fokus pada pengungkapan kejahatan oleh negara berdasarkan dokumen yang dibocorkan Edward Snowden. Bagaimana reputasi media ini?

The Intercept dan Upaya Jurnalisme Agresif Melawan Penguasa
Ilustrasi. Artikel Allan Nairn di The Intercept.com. Tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Laporan 4.400 kata dari jurnalis Amerika, Allan Nairn, tentang usaha makar terhadap Presiden Joko Widodo yang dilakukan oleh mantan petinggi militer di Indonesia melahirkan sensasi. Terjemahan yang diunggah di Tirtodianggaphoax dan mengada-ada oleh Pusat Penerangan TNI AD. Laporan Nairn kali pertama diterbitkan The Intercept pada Rabu pagi, 19 April, di saat hari coblosan Pilkada DKI Jakarta.

Bagaimana The Intercept berdiri dan menjaga kredibilitasnya?

The Intercept adalah media online yang diluncurkan pada Februari 2014 oleh First Look Media. Media ini dibuat dan dibiayai oleh Pierre Omidyar, pengusaha keturan Iran-Amerika yang mendirikan eBay, sebuah situsweb lelang daring. First Look Media adalah organisasi yang dibangun Omidyar untuk menjamin amandemen pertama Amerika Serikat. Ia menekankan kebebasan berpendapat, berserikat, dan bersuara merupakan perkara paling esensial dalam kehidupan bernegara.

Banyak orang yang awalnya skeptis dengan kemunculan The Intercept, mengingat Omidyar adalah orang kaya dengan kepentingan bisnis, tetapi ia menjamin bahwa apa yang dikerjakan The Intercept akan dikelola secara independen dan tanpa intervensi. The Intercept dibuat agar pemerintah dan korporasi besar bisa bertanggung jawab atas skandal dan kesalahan yang mereka buat. Liputan yang dibuat melalui proses dan standar jurnalisme: penyuntingan skeptis dan verifikasi ketat serta bertanggung jawab.

Untuk mencapai cita-cita itu, Omidyar merogoh kocek 250 juta dolar dan mempekerjakan Glenn Greenwald, salah satu editor situs media paling bergengsi Inggris The Guardian, yang dikenal memiliki reputasi bersih dan berintegritas. Selain Greenwald, tim editor lain adalah Betsy Reed, yang mengemban tugas sebagai pemimpin redaksi, dan Jeremy Scahill, reporter senior untuk laporan-laporan investigatif.

Scahill pernah menulis tentang Blackwater, perusahaan militer swasta terbesar di dunia, yang menyediakan jasa keamanan dan tentara bayaran. Blackwater, yang pemiliknya terhubung dekat dengan petinggi Partai Republik AS, dapat untung besar setelah ditunjuk sebagai kontraktor keamanan dalam Perang Irak dan apa yang disebut oleh pemerintahan Bush junior "perang melawan teror". Reportase Scahill ini terbit dalam bentuk buku pada 2007 dan meraih George Polk Award dalam bidang jurnalisme pada tahun itu juga. (Buku Blackwater karya Scahill sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Mizan pada 2010)

Adapun Greenwald adalah salah satu wartawan yang dikenal berkat laporan mengenai aktivitas Badan Keamanan Nasional (National Security Agency/ NSA)) AS yang menyadap jutaan rekaman telepon warga AS dan warga negara asing lewat peran pembocor Edward Snowden, mantan kontraktor NSA. Laporan tersebut juga diganjar George Polk Award pada 2013 untuk kategori reportase keamanan nasional.

Infografik The Intercept

Laporan perdana yang dilepas The Intercept adalah tentang keterlibatan NSA dalam program pembunuhan terencana yang dilakukan pemerintah AS. Laporan ini menunjukkan ada metode yang kacau dan salah dari pemerintah saat mengenali target ketika menggunakan drone untuk operasi militer. Hasilnya, pemerintah AS dituduh bertanggung jawab atas kematian banyak orang tak bersalah karena serangan drone tersebut. Laporan ini menyertakan foto-foto dari lembaga intelijen AS yang kemudian dibantah pemerintahan Barack Obama.

Pada Maret 2014, The Intercept kembali mempublikasikan dokumen yang dibocorkan Snowden yang menunjukkan NSA membangun sistem yang mampu menginfeksi jutaan komputer di seluruh dunia dengan malware. Ia menunjukkan bagaimana NSA menyamar sebagai server Facebook untuk meretas komputer pribadi sebagai alat pengawasan. Laporan ini membuat pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, menelepon Presiden Obama dan mengeluhkan perilaku NSA.

Mengapa The Intercept demikian berani melaporkan pelbagai skandal terkait militer, intelijen, dan pemerintahan Amerika?

Ini sejalan dengan tujuan The Intercept yang ingin menciptakan "jurnalisme agresif dan sengaja berseberangan dengan penguasa atau korporasi, dan hal itu meliput pelbagai macam isu". Menurut pernyataan resminya, The Intercept adalah proyek jurnalisme yang dibuat dalam jangka panjang, dan diniatkan sebagai ikhtiar tanpa henti buat mengungkap pelbagai skandal intelijen AS yang mengawasi rakyatnya sendiri.

Pada Mei 2014 The Intercept merilis laporan tentang aktivitas NSA yang merekam dan mengarsipkan setiap percakapan telepon di kepulauan Bahama dan metadata ponsel di Meksiko, Filipina, dan Kenya.

The Intercept menjadi demikian populer dan terpercaya berkat serial laporannya yang membahas tentang penggunaan drone oleh militer AS dalam perang. Setidaknya ada empat laporan terkait penggunaan senjata drone tersebut. Salah satunya laporan yang dirilis pada April 2015 dengan menggandeng Der Spiegel, media dari Jerman, yang menunjukkan pemerintah AS memiliki program rahasia untuk perang di Yaman, Somalia, dan Afganistan.

Pada 2016, The Intercept memperoleh penghargaan National Magazine Award untuk kolom yang ditulis Barret Brown. Tulisan ini berfokus pada bagaimana korporasi raksasa DuPont mencemari masyarakat dan pekerjanya dengan racun kimia. Selain itu, The Intercept memperoleh penghargaan dari The New York Press Club Awards for Journalism karena berani menuliskan laporan penggunaan drone oleh militer AS untuk perang dan kejahatan kemanusiaan.

Pada 2016 The Intercept mendapatkan penghargaan dari the University of Florida Award dalam kategori investigasi jurnalisme data lewat laporan penggunaan drone oleh militer AS. Penghargaan ini diberikan untuk laporan berjudul The Drone Papers, yang menyajikan pendekatan multimedia dan kaya data mengenai dokumen rahasia yang mengungkapkan hubungan antara militer AS dalam pembunuhan warga sipil di Yaman, Afganistan, dan Somalia. Laporan ini dipuji oleh Edward Snowden dan Daniel Ellsberg, 'peniup peluit' dalam Pentagon Papers.

Tapi The Intercept bukannya tanpa cela. Redaksi The Intercept pernah menarik enam laporan tentang penembakan di Gereja Charleston oleh Dylann Roof. Laporan ini ditulis oleh Juan M. Thompson. Setelah serangkaian verifikasi dan pengujian data yang ketat, laporan itu ditarik karena ketahuan bohong. Editor Betsy Reed menyebut ada dugaan kebohongan dan kepalsuan yang ditulis oleh Thompson, termasuk pembuatan email palsu dan wawancara fiktif.

Upaya Betsy Reed melakukan verifikasi dan mencabut laporan ini layak dipuji sebagai usaha menjaga mutu serta kredibilitas The Intercept. Mereka berupaya melakukan verifikasi kepada dua kerabat Dylann Roof tentang satu orang anggota keluarga yang ditulis dalam artikel Thompson. Setelah diketahui sepupu yang dimaksud tak pernah ada, mereka lantas menarik laporan Thompson dan meminta maaf atas laporan tersebut. Ini menunjukkan bahwa The Intercept melakukan verifikasi berlapis dan konfirmasi ganda untuk menjaga mutu mereka.

Kini, dengan segala reputasi dan cara kerja The Intercept, bagaimana kita mempercayai laporan Allan Nairn?

Atas beragam upaya mendelegitimasi laporan Nairn sesudah dirilis The Intercept, Betsy Reed, dalam satu pernyataan resmi yang dikirim ke redaksi Tirto, menulis bahwa "We stand by our story, and we strongly support Tirto’s right to do its journalistic work free of intimidation or retaliation.” ("Kami bersikukuh dengan investigasi yang kami rilis, dan kami mendukung penuh Tirto untuk melakukan kerja-kerja jurnalistik yang bebas dari intimidasi atau serangan balasan")

Baca juga artikel terkait ALLAN NAIRN atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Politik
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Fahri Salam