tirto.id - Masyhur sebagai seorang ulama, politikus dan pernah menjabat sebagai Gubernur NTB, nama Tuan Guru Bajang (TGB) atau Muhammad Zainul Majdi tidak asing di telinga masyarakat. Mengenakan kemeja berkerah dan peci hitam khasnya, Tuan Guru Bajang bertandang ke kantor Tirto untuk berbagi pandangan hidup dan kiprahnya di dunia politik, dalam Podcast Tirto For Your Pemilu (FYP).
Salah satu yang menjadi sorotan TGB Zainul Majdi soal politik identitas yang sempat menimbulkan kekisruhan dalam kontestasi politik Tanah Air. Menurutnya, identitas dalam politik merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa dihindarkan.
Kendati demikian, identitas ini bisa bak pisau bermata dua jika digunakan untuk mengganyang lawan politik dengan fitnah dan keburukan. “Kalau kita semua ini menjadikan identitas kita sebagai amunisi. Untuk menghantam orang, kan yang terjadi di antara kita kan pasti kehancuran,” kata TGB Zainul Majdi saat wawancara khusus di kantor Tirto, beberapa waktu lalu.
Pria berumur 51 tahun ini juga ditunjuk sebagai Wakil Ketua Umum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo di Pilpres 2024. Seperti diketahui, TGB Zainul Majdi merupakan Ketua Harian Nasional DPP Partai Perindo. Perindo masuk dalam koalisi partai politik yang mendukung Ganjar Pranowo sebagai capres dalam Pilpres 2024, bersama PDI Perjuangan, PPP, dan Hanura.
TGB Zainul Majdi juga berbagi soal nama-nama yang mengerucut menjadi calon wakil presiden Ganjar Pranowo. Termasuk, dirinya sendiri yang menjadi salah satu nama dalam pusaran cawapres pendamping Ganjar. Lantas, bagaimana TGB M Zainul Majdi menanggapi kemungkinan tersebut?
Berikut ini petikan wawancara redaksi Tirto dengan TGB Muhammad Zainul Majdi:
Anda pernah di partai-partai besar, Anda jadi gubernur itu kan diusung oleh PKS dan pernah di PBB. Kemudian pindah ke Demokrat, kemudian ke Golkar. Nah, sekarang ke Perindo gitu. Apa sih pertimbangannya?
Perindo itu punya visi yang bagus menurut saya. Jadi meyakini bahwa persatuan kita itu tidak mungkin kokoh kecuali kalau ada kesejahteraan. Dan kesejahteraan itu harus ada pemerataan. Karena itu Perindo itu memang bicara bagaimana kita menghadirkan kebijakan-kebijakan afirmatif.
Sehingga pertumbuhan ekonominya itu berkeadilan. Nah, itu yang menjadi garis perjuangan Perindo. Karena itu Perindo itu bagi-bagi gerobak, mengadvokasi UMKM, memberikan bantuan modal yang murah tanpa bunga. Kemudian juga memberikan pelatihan-pelatihan kewirausahaan kepada banyak sekali anak-anak muda kita dan seterusnya.
Kalau bagi saya pribadi, itu menarik. Karena sudah tidak lagi bicara tentang ideologi. Jadi kalau kita berpartai lalu masih terus sibuk membicarakan tentang ideologi. Apalagi membangun perkubuannya yang sering terjadi.
Yang diwarisi sekian lama misalnya, ada kubu nasionalis, ada kubu islamis, atau religius. Ini kan sebenarnya untuk masa sekarang dan seterusnya untuk Indonesia, saya melihat sebaiknya tidak lagi di situ.
Tapi sebaiknya berpolitik itu sudah betul-betul konkret bagaimana bisa membangun kesejahteraan bersama. Itu menurut saya menarik. Tidak lagi bicara ideologi.
Ideologi dalam arti hal-hal yang semata hanya teori, makro. Namun, memang langsung kita ingin nih UMKM kita yang 60 juta bagaimana bisa mandiri lalu bisa menyerap tenaga kerja. Itu satu, lalu yang kedua, Perindo membuka ruang bagi saya untuk bisa mengaktualisasikan ide-ide politik saya.
Kalau misalnya diperhatikan saya cukup lama berbicara tentang bagaimana misalnya di dalam konteks Indonesia ini kita membangun sikap moderat. Jadi kalau dalam Islam itu moderasi beragama. Itu penting sekali.
Karena kalau umat beragama menjadikan semangat moderasi beragama itu menjadi mainstream, maka kita akan nyaman dalam perbedaan. Tapi kalau moderasi beragama itu dipinggirkan lalu semua menonjolkan eksklusivitasnya, semua bicara menang-menangan, maka bangsa yang sangat beragam ini pasti akan sangat terganggu.
Soal Anda ke Partai Perindo, apa ini juga ada alasan Pak Hary Tanoesoedibjo menarik Anda ke partainya? Mungkin untuk meloloskan partainya ini ke Senayan, salah satunya?
Menurut saya sih semangatnya kemitraan ya, bekerja bersama. Bagi saya Perindo memberikan ruang yang cukup untuk saya bisa kerja-kerja politik yang konstruktif. Di sisi lain juga Pak Hary Tanoesoedibjopunya visi yang seperti saya sampaikan tadi, kita jumpa dalam kehendak yang sama.
Yuk, kita sama-sama bermitra. Tentu bersama seluruh pimpinan Partai Perindo dan kader Perindo, kita bergerak, berjuang. Perindo bisa masuk (Senayan), karena semua cita-cita tadi itu tidak mungkin optimal kecuali kita punya perwakilan di parlemen pusat. Walaupun di parlemen daerah kita punya lebih dari 400 anggota DPRD per hari ini.
Anda ditunjuk sebagai Ketua Harian Nasional Perindo. Tugasnya seperti apa? Apa bedanya dengan Ketua Umum?
Sebenarnya itu menunjukkan kehendak kuat dari Ketua Umum untuk membangun kemitraan. Jadi itu memang nomenklatur baru di Perindo yang di situ ada ruang gerak yang sangat luas. Ke dalam maupun keluar. Bersama-sama dengan Ketua Umum.
Anda ditunjuk juga sebagai Wakil Ketua Umum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo. Ini sebagai jatah Perindo atau bagaimana?
Bisa dikatakan seperti itu. Bisa juga memang dalam tanda kutip adalah representasi dan kredensial mungkin sebagai, mungkin tokoh Islam atau intelektual muslim dan yang seperti itu.Karena kan di struktur sudah ada Pak Andika juga di situ. Ada Pak Andika, ada Pak Gatot Edi, kemudian saya ada di situ. Kita sama-sama lah.
Tapi itu bagaimana sih prosesnya? Sampai akhirnya ditunjuk jadi Waketum TPN?
Kesepakatan dari para pimpinan partai politik. Ketua-ketua umum partai. Pak Hary Tanoe, Ibu Megawati, Pak Oesman Sapta, dengan Pak Mardiono. Nah, kalau kita lihat dari struktur itu ada ulama di sana, ada jenderal, mantan jenderal. Ada pengusaha juga ketuanya, Mas Arsyad.
Tapi yang menarik tidak ada perwakilan PPP di sana. Anda tahu enggak soal itu?
Ada kesepakatan bahwa TPN itu tidak harus secara saklek representasi itu dalam satu level. Tetapi secara keseluruhan, seluruh partai terwakili.
Pertimbangannya apa sih, tidak harus semua partai koalisi masuk TPN?
Kan begini, kita struktur itu mengikuti fungsi. Nah, fungsi-fungsi itu pun banyak. Nanti di dalam fungsi-fungsi itu para representasi dari partai-partai politik bekerja bersama-sama.
Yang kalau dilihat secara utuh, ya TPN itu merepresentasi semua. Itu satu.
Yang kedua, memang ada kesadaran sebenarnya di TPN, untuk menjadikan TPN ini adalah wajah dari ikhtiar keseluruhan elemen bangsa. Jadi bukan bagi-bagi perwakilan partai saja.
Tetapi menunjukkan bahwa, oh Mas Ganjar itu yang mengikhtiarkannya untuk bisa berhasil, itu adalah seluruh elemen. Jadi di situ ada pengusahanya, ada masyarakat, ada milenial, ada kaum perempuan, disabilitas, semua ada. Nanti akan terlihat dari struktur keseluruhan.
Ada kabar bahwa Pak Sandiaga Uno sebelumnya tengah lobi-lobi dengan Demokrat. Apa ini alasannya PPP tidak masuk di TPN?
Enggak, saya pastikan itu tidak.
Artinya koalisi masih kuat?
Bukan hanya kuat, menurut saya. Jadi pertemuan-pertemuan TPN, pertemuan para pimpinan partai-partai yang melakukan kerja sama politik atau bahasa pers itu koalisi, tapi kita lebih suka [disebut] kerja sama politik. Di dalam tim pemenangan untuk ikhtiar Mas Ganjar itu bukan hanya solid, tapi menurut saya satu hati. Jadi kita sudah bicara itu jauh sekali.
Dalam arti gerak-gerak di lapangan, kemudian komunikasi kita itu sangat cair. Insyaallah no drama, semua commit. Insyaallah no drama, sudah terlalu banyak drama dilihat dari publik ini. Insyaallah semua commit [berkomitmen]. Dan semua ingin berjuang untuk bahwa di situ ada continuity [keberlanjutan], tentu improvement [pengembangan], dan hal-hal yang memang harus kita kejar sebagai satu bangsa.
Nah, soal gerak di lapangan, mesinnya sudah jalan belum sih?
Relawan sudah lebih dari 500 organ. TPN per 27 akan lengkap strukturnya. Dan bahkan sebelum lengkap struktur, sebenarnya seluruh partai yang empat ini sudah bergerak juga. Melalui para calegnya, melalui ya, termasuk Perindo, misalnya ada beberapa media yang terafiliasi secara langsung tidak langsung dengan kita itu juga bekerja.
Setiap capres memiliki kekurangan dari masa lalunya. Misalnya, Ganjar dengan kasus Piala Dunia U-20 dan kasus Wadas. Apakah itu akan jadi tantangan di kampanye Ganjar?
Tantangan dalam arti sesuatu yang harus dijelaskan ya pasti. Tapi kami tidak menjadikan itu sebagai sesuatu yang harus disiapkan secara khusus lalu kemudian dipentingkan.
Kita ingin lebih dalam adalah bagaimana gagasan-gagasan Mas Ganjar itu diketahui oleh masyarakat. Untuk kalau dia memimpin Indonesia ditakdirkan oleh Allah, Mas Ganjar akan melakukan A, B, C. Jadi masyarakat sudah tahu dari hari ini.
Tantangan terbesarnya apa untuk kampanye Pak Ganjar ini?
Popularitas masih belum maksimal. Dibandingkan misalnya dengan Pak Prabowo. Pak Prabowo itu sudah mentok popularity. Dengan electability yang ada. Sehingga kalau popularity Mas Ganjar itu bisa seperti Pak Prabowo. Itu hitungan-hitungan rasionalnya adalah electability pasti akan meningkat. Jadi kita sedang memaksimalkan pengenalan.
Anda mengakui itu ya?
Oh iya. Itu kan bisa lihat sendiri di survei. Nah, ini popularity ya. Jadi gini, electability kan berimpitan dalam arti kadang-kadang ada survei Pak Prabowo di atas, Mas Ganjar di bawah. Survei yang lain, Mas Ganjar di atas, Prabowo di bawah sedikit. Ini margin error semua. Tapi popularity Pak Prabowo selalu di atas Mas Ganjar.
Artinya, masih ada sosialisasi ruang untuk menyosialisasikan Mas Ganjar sehingga diharapkan begitu maksimal. Maka electability akan melewati jauh.
Tadi diakui popularitas belum maksimal. Di daerah mana Ganjar belum populer?
Ada memang sembilan provinsi yang merupakan provinsi dengan demografi terpadat dengan potensi pemilih terbesar. Nah, di situ memang terlihat di beberapa provinsi, saya enggak usah sebut tapi kan tinggal buka saja, tinggal buka saja di survei-survei.
Ada di beberapa daerah besar itu ruang untuk meningkatkan popularitas itu masih sangat terbuka. Itu yang sedang dilakukan oleh lebih dari 500 organ relawan hari ini dan seterusnya insyaallah. Bersama partai-partai juga.
Tanggapan Anda soal politik identitas?
Ya semua kan kita punya identitas. Kalau kata Amartya Sen itu kan manusia itu punya beragam identitas. Saya misalnya sebagai Zainul Majdi itu identitasnya apa? Bangsa Indonesia, sukunya Sasak, agamanya Muslim, apalagi itu, kelahirannya Lombok, laki-laki, apalagi, dan Tuan Guru.
Kalau pendidikan selesai S3, itu kan semua itu identitas. Nah, tidak ada manusia yang bisa lepas dari identitas. Pertanyaannya adalah mau dipakai apa identitasnya? Ketika identitas itu apalagi itu merupakan identitas primordial ya. Yang memang masuk ke rasa, tidak hanya rasio. Apa itu? Agama, suku, ras.
Kalau identitas primordial ini dijadikan bahan untuk melakukan diferensiasi dalam suatu kontestasi politik, lalu kemudian digunakan untuk meminggirkan lawan politik untuk apalagi membangun representasi yang tidak benar. Bahwa hanya kami lah yang paling.
Yang bukan kami ini maka yang tidak memilih kami diragukan misalnya, keislamannya, misalnya. Hanya kami lah representasi umat. Kalau tidak ini memilih kami, berarti diragukan keimanannya.
Atau seperti tahun 2019, yang milih ini munafik dan seterus-terusnya. Nah, ketika identitas primordial itu digunakan untuk membangun diferensiasi. Lalu memojokkan lawan politik semata untuk mendapatkan keuntungan elektoral, itu politik identitas yang menurut saya harus kita jauhi.
Lalu kalau kita semua ini menjadikan identitas kita sebagai amunisi. Untuk menghantam orang, kan yang terjadi di antara kita kan pasti kehancuran.
Karena itu identitas politik itu boleh ada. Identitas suku juga boleh ada. Dan itu memang bagian dari hidup kita. Tapi ambil lah dari identitas Anda itu hal-hal positif yang bisa menyamankan kehidupan ruang publik kita.
Kalau Anda misalnya sebagai seorang muslim, pakailah identitas Anda. Termasuk ketika Anda berpolitik. Saya ini politikus muslim, apa sih ide Islam dalam politik? Keadilan, kesejahteraan, kemaslahatan bersama, kesetaraan. Penghormatan kepada orang yang berbeda, itu bawa.
Tapi kalau saya ini muslim, lalu kemudian dengan kemusliman itu lalu menggunakan dengan bahasa-bahasa teologis untuk meminggirkan orang, untuk men-judge orang, untuk menistakan orang, kan rusak ruang publik kita.
Saya pikir udah cukup lah. Dan istilahnya itu, keledai tidak jatuh dua kali dalam lubang yang sama. Masa kita sebagai bangsa tidak berhasil.
Pak Ganjar sempat dikaitkan dengan politik identitas imbas iklan azan, bagaimana tanggapan Anda?
Kalau menurut saya sama sekali tidak. Tidak ada unsur (politik identitas) di dalam tayangan azan itu yang mana Mas Ganjar itu ada muncul di latar belakang sebenarnya bukan sendiri juga (tapi) bersama orang-orang lain. Di situ tidak ada seruan apapun untuk memilih siapapun.
Tidak ada juga upaya membangun diferensiasi untuk memojokkan yang lain. Tapi itu tayangan menurut saya justru menunjukkan keseharian beliau. Jadi keseharian yang memang seperti itulah Mas Ganjar.
Sebagai seorang muslim dia melaksanakan salat. Sebagaimana kita sebagai seorang muslim sesuai tuntunan agama. Dan menurut saya justru kalau dalam tataran itu, ya itulah yang kita harapkan sebenarnya, spiritualitas.
Bukan hanya dari Mas Ganjar, tapi dari seluruh para calon pemimpin kita. Spiritualitas yang bisa menjadi rambu. Untuk kemudian kalau memimpin, dia memimpin dengan membawa nilai-nilai. Kan itu yang kita harapkan kan?
Misalnya, di sekolah kita belajar agama untuk apa? Membangun spiritualitas. Jadi ketika seorang calon pemimpin itu terpotret kesehariannya. Ini saya bicara keseharian, ya memang begitu apa adanya.
Apa sih gagasan Ganjar Pranowo yang sangat penting untuk masyarakat dan akhirnya didukung Perindo?
Kalau kami, ya tentu kalau visi-visi nanti Mas Ganjar bisa menjelaskannya. Dan itu akan terus berkembang seiring dengan semakin mendekat kepada pemilu.
Tetapi kita lihat kan sebenarnya Mas Ganjar ini 10 tahun memimpin Jawa Tengah. Dan saya ini orang yang kebetulan pernah berkhidmat juga sebagai gubernur. Jadi ketika saya memilih untuk mendukung Mas Ganjar itu karena saya melihat ada rekam jejak.
Saya terbiasa melihat statistik. Saya terbiasa melihat data-data. Jadi ketika misalnya bicara tentang Indonesia ke depan, ini kan selain pertumbuhan perlu keadilan. Termasuk di antaranya keadilan ekonomi. Lalu saya cek lah gitu. Statistiknya gimana sih Jawa Tengah?
Gini Ratio-nya seperti apa, apakah Gini Ratio itu bisa dikendalikan? Gini Ratio kan melambangkan tingkat ketimpangan. Semakin kurang, maka dia semakin merata, semakin kecil ketimpangan. Semakin dia dekat ke angka 1, itu semakin timpang.
Ternyata Jawa Tengah berhasil dengan kompleksitas masalah yang luar biasa. Salah satu provinsi yang paling banyak penduduknya. Dengan tingkat ekonomi yang tidak merata satu sama lain. Kabupatennya kan beragam tuh. Ada yang maju, tapi overall, Jawa Tengah itu bisa dikendalikan oleh mas Ganjar.
Dari sisi ketimpangan, tidak pernah di atas rata-rata nasional. Tidak pernah sampai 0,4. Jadi selalu bisa bahkan ditekan. Itu dari sisi misalnya ketimpangan Gini Ratio.
Jadi kalau kita bicara kinerja, kalau saya tidak gampang terbuai dengan retorika. Jadi saya melihat, saya mengecek. Karena bukan hanya, apa namanya, kita punya pilihan politik itu. Yang pertama, you have to convince yourself. Mesti bikin dirimu yakin. Bahwa calon ini adalah yang terbaik dari yang ada.
Untuk implementasi ide tersebut, sosok pendamping seperti apa yang pantas dengan Ganjar Pranowo? Kita dengar ada nama Pak Andika Perkasa, Sandiaga Uno, ada Erick Thohir, ada juga Tuan Guru Bajang sendiri. Apa di TPN sudah ada keputusan?
Itu wilayah dari para pimpinan partai dengan capres. Dan TPN itu menghormati betul itu. Jadi tidak ada pembahasan secara formal.
Tapi kalau ngobrol-ngobrol ya, sama kita-kita semua, ya namanya ngobrol, ya tentu ngobrol lah. Kan semua orang ngobrol. Tetapi untuk memutuskan itu wilayah dari para pimpinan partai politik bersama bakal capresnya. Dan semua nama yang beredar itu adalah nama-nama terbaik, insyaallah.
Enggak ada bocoran gitu? Kira-kira terdekat siapa ya?
Ya mungkin kan begini. Stok nama yang dispekulasikan itu kan hampir tidak mungkin tidak pernah dibicarakan. Semuanya sudah di meja. Jadi semua nama sudah ada di meja.
Semua sudah ada namanya di meja. Tinggal menentukan. Dan kami sangat meyakini bahwa pilihan nanti itu insyaallah pilihan yang saling melengkapi. Dan akan membantu proses untuk ikhtiar pemenangan.
Nama Anda sempat disodorkan, bagaimana respons PDI Perjuangan dan Ganjar?
Saya pikir semua baik lah ya. Semua baik, kan gini, pasangan capres itu diinventarisir. Pintunya banyak. Ada usulan kelompok-kelompok masyarakat, forum-forum masyarakat, dari partai-partai politik, dari pers juga. Dari mana saja lah.
Sehingga bisa siapapun mengajukan siapapun. Jadi semua sudah ada di meja. Dan kita yakin insyaallah sebelum penetapan nanti sudah selesai.
Tapi siap enggak kalau tiba-tiba nanti Pak Ganjar menunjuk Tuan Guru?
Ya semua harus siap lah.
Apakah akan ada bakal cawapres kejutan di luar nama-nama dan membuat kejutan?
Saya pastikan bahwa tidak ada turbulensi. Artinya insyaallah akan diterima baik oleh semua pihak. Karena kita sudah sampai pada kesepahaman, kemengertian bahwa ya udah ini ikhtiar kita bersama.
Siapapun yang dipilih nanti oleh para pimpinan partai dan bapak calon presiden ya itu adalah pasangan tandem dari capres kita yang wajib kita ikhtiarkan.
Insyaallah enggak ada yang karena 'oh gini' terus selalu keluar (koalisi) gitu. Itu enggak ada lah insyaallah. Kita semua strict di dalam, bekerja bersama.
Menurut Tuan Guru kriteria pasangan cawapres Ganjar harus seperti apa?
Yang saling melengkapi lah ya. Bisa macam-macam. Bisa dari sisi teritorial, bisa dari sisi demografi, bisa dari sisi partai politik ya macam-macam. Tapi intinya adalah yang diperhitungkan maksimal bisa memperkuat elektoral. Ini kan masalah elektoral pemilu.
Ada enggak peran Pak Jokowi dalam memutuskan cawapresnya Ganjar?
Saya yakin komunikasi pasti terus berjalan. Karena Mas Ganjar ini kan dengan Pak Presiden Jokowi itu sahabat lama. Maksudnya bukan orang kenal per hari ini, satu. Yang kedua, bukan berada dalam barisan yang berbeda sebelumnya. Tapi memang sudah dalam barisan yang sama.
Mas Ganjar dulu ketika Pak Jokowi maju di Jakarta, Mas Ganjar juga ikut membantu. Jadi kan Pak Jokowi maju dari PDI Perjuangan ya. Dua periode di Solo, kemudian di Jakarta, dan dua periode di Presiden kan. Nah, dalam semua proses-proses itu mulai dari Jakarta dan kemudian di kampanye-kampanye Presiden ya Mas Ganjar sudah satu barisan.
Ikut bersama sebagai jurkam juga. Jadi bukan orang yang baru bergabung hari ini atau kemarin. Memang sudah bersama dan berjuang bersama. Jadi menurut saya pasti ada komunikasi, pasti ada silaturahmi, dan Insyaallah baik semua.
Bahkan kalau menurut saya sih kalau bicara, ini aspek ya, aspek kan salah satu dibicarakan adalah siapa sih menurut Pak Jokowi yang paling pas kan? Itu satu aspek ya.
Kalau menurut saya yang paling otentik ya Mas Ganjar. Ya tadi yang saya sampaikan, ada cerita yang panjang.
Klaim ini juga digunakan Prabowo, apa keunggulan Pak Ganjar untuk meneruskan Jokowi?
Perjalanan panjang bersama. Rumahnya juga sudah sama. Sekian belas tahun itu di PDI Perjuangan. Mas Ganjar juga sudah cukup lama membantu Bapak Presiden. Termasuk dalam kampanye-kampanye Presidensi 2020. Jadi, ini kan perjalanan panjang.
Menurut Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro, Pilpres dua putaran tidak menguntungkan Ganjar. Karena di putaran kedua berpotensi kalah dari Anies atau dari Prabowo. Tanggapan Anda?
Tergantung melihat isi gelas itu. Bisa dikatakan potensi kalah, kenapa enggak bilang potensi menang? Kita sangat optimistis. Mau satu putaran, dua putaran, kita optimistis. Mau dua pasang, tiga pasang, kita optimistis. Prinsipnya, ya kita jalani ini dengan komitmen dan kita ingin menghadirkan pemilu yang memang ya bermartabat lah.
Sekali lagi Pak, ini jadinya Sandiaga apa mungkin Pak Mahfud atau Pak Andika Cawapres Ganjar?
Semuanya memungkinkan. Mas Sandi kita tahu, Mas Sandi kan kayak apa. Ada di PDI Perjuangan, Mas Andika juga track record-nya. Pak Mahfud juga siapa yang meragukan. Semuanya putaran terbaik. Kita di TPN, senang saja siapapun.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Maya Saputri