Menuju konten utama

Tertawa Bersama Jenderal Gatot Subroto

Jenderal Gatot Subroto selain dikenal sebagai perwira yang efektif dan sangat toleran dalam beragama, ia dikenal suka humor dan jahil.

Tertawa Bersama Jenderal Gatot Subroto
Ilustrasi Gatot Subroto. tirto.id/Fuad

tirto.id - Nama Gatot Subroto melekat di banyak kepala orang karena menjadi nama jalan di beberapa kota. Selain nama jalan, ia dikenal sebagai tentara cemerlang yang punya rasa humor. Beberapa kisah humor dan kejahilannya terekam dalam ingatan para sahabatnya.

Saat masih baru jadi serdadu, Gatot Subroto diajari senapan harus selalu dibersihkan dan akan selalu ada pemeriksaan. Biasanya serdadu-serdadu harus segera berkumpul ketika ada bunyi peluit. Tiap pagi peluit tanda berkumpul selalu dibunyikan. Jika senjatanya belum siap dan peluit keburu berbunyi, yang dilakukan Gatot justru mengambil senjata siapa saja yang bukan miliknya dan segera berlari ke tempat berkumpul.

Setidaknya itu yang diakui Gatot Subroto kepada koleganya, Mayor Jenderal Soemarno Sastroatmodjo, dalam Dari Rimba Raya ke Rimba Ibukota (1980:357). Setelah Gatot Subroto menjadi Kolonel TNI, dalam pemeriksaan senjata, Gatot membiasakan diri bertanya kepada bawahannya yang diperiksa, itu senjatanya sendiri atau senjata kawannya?

“Gatot selalu dapat menghidupkan suasana pergaulan dengan ucapan-ucapan yang lucu dan polos,” kata Moh Oemar dalam Jenderal Gatot Subroto: Pahlawan Nasional (1976:32). Sebagai perwira “Gatot Subroto terkenal mudah bergaul dengan bawahan-bawahannya,” tulis Peter Britton berdasar pengakuan Brigadir Jenderal Suprapto, seperti ditulis dalam Profesionalisme dan Ideologi Militer Indonesia(1996).

Di dunia militer yang biasanya kasar dan keras, Gatot tergolong bersahabat dengan bawahannya, meski dia dihormati bawahannya. Dia dikenal karena “kesukaannya menggunakan kata-kata mesum, meningkatkan reputasinya sebagai seorang komandan pasukan infanteri yang efektif,” tulis Britton. Gatot adalah orang yang apa adanya saat berbicara.

Sosoknya yang berjenggot cukup dikenal di kalangan prajurit bawahan. Gatot selalu teliti dalam memeriksa. Tak hanya senjata tapi juga sampai kancing. Pada satu kejadian, seperti diceritakan Soemarno, ketika memeriksa barisan pasukan, Gatot pernah mendekati seorang prajurit yang berdiri tegak. Dengan berbisik Gatot bertanya, “Apa jenggot saya sama dengan rambut bawahmu?” Si prajurit itu pun susah menahan tawanya.

Gatot yang setelah 1950, tidak lagi bertugas di Jawa Tengah, kemudian sering berkunjung ke daerah-daerah. Pangkatnya Kolonel waktu itu. Salah satunya ke Kepulauan Maluku bagian selatan yang kala itu keamanannya terganggu oleh Republik Maluku Selatan (RMS). Sudah tentu dia suka meninjau prajurit-prajurit bawahannya di asrama. Dia memeriksa semuanya, termasuk tempat menjemur pakaian. Jemuran hal penting, karena dalam kondisi normal, prajurit butuh pakaian kering. Gatot jadi bertanya ketika tiang jemuran belum berdiri.

"Kok belum ada kawat jemuran?” tanya Gatot kepada bawahan yang ada di asrama itu. Sang bawahan pun dengan sigap menjawab, “kami sedang menunggu kiriman kawat.” Gatot tampak tidak suka dengan jawaban macam itu, dan memperlihat betapa tidak kreatifnya tentara.

Di mana pun orang tidak kreatif selalu punya jawaban, yang bikin orang macam Gatot kesal. Maka Gatot pun berikan semprotan yang tidak bisa dijawab lagi oleh bawahan yang kurang kreatif, “Sambung-sambunglah rambutmu yang ada di bawah itu, nanti bisa jadi tali jemuran.”

Cerita lain yang dikisahkan Soemarno—yang pernah jadi Gubernur DKI Jakarta. Suatu kali Gatot termasuk perwira tinggi yang melakukan pelayaran dari Banda ke Nusa Ina. Bersama mereka tentu banyak bawahan Gatot yang ikut. Kapalnya berlayar cukup lama, dan berkali-kali terombang-ambing. Nyaris semua yang ada di kapal mabuk laut, termasuk Gatot.

Setelah kapal ganti pindah haluan barulah kapal bisa berlayar dengan tenang. Gatot pun tampak jadi serius maka diperintahkannya kepada kapten, perwira dan kelasi-kelasinya berkumpul.

“Monyet-monyet suruh kumpul dan baris!” perintahnya. Semua orang di kapal khawatir, Kolonel Gatot Subroto akan marah besar. Setelah terkumpul, Gatot bersuara.

“Hei, monyet-monyet, lihat laut begitu luas, kok kamu tadi mencari jalan yang banyak gelombangnya?” tanya Gatot. Kemudian dia memberi perintah yang jauh dari angkara murka, “Nah, ayo sekarang kita makan sama-sama.”

Bukan kali itu saja Gatot Subroto memanggil bawahan-bawahannya "monyet". Hampir semua bawahannya pernah dipanggil monyet. Panggilan monyet untuk para taruna Akademi Militer Magelang pun diduga berasal dari kebiasaan ucapan Gatot Subroto.

Orang yang sempat paling ditakuti di Indonesia, dan pernah dipanggil monyet oleh Gatot Subroto adalah Soeharto. Tentu saja Gatot berani, karena Gatot Subroto pernah jadi atasannya dan Soeharto baru jadi presiden beberapa tahun setelah Gatot Subroto meninggal dunia. Ia meninggal pada 11 Juni 1962 karena serangan jantung, dengan pangkat terakhir sebagai Letnan Jenderal.

Di mata bawahan, Gatot tampil sebagai sosok yang menyenangkan, tapi di mata sebagian atasan-atasannya, meski Gatot Subroto bisa diandalkan, Gatot tidak bebas keluhan. Kolonel Djatikusumo, pernah dapat keluhan soal Gatot dari orang nomor satu di Republik Indonesia di masa revolusi, yaitu Sukarno.

“Lain kali jangan mengajak Gatot Subroto,” kata Presiden Sukarno pada Djatikusumo, seperti dirilis Tempo (18/07/1992).

Djatikusumo pun ingin tahu ada apa dengan Gatot dan akhirnya bertanya pada Sukarno kenapa Gatot tak boleh diajak. Sukarno menjawab, “Aku ndak mengerti pikirannya.”

Infografik Ketawa ala gatot subroto

Infografik Ketawa ala gatot subroto

Semua orang yang mengenalnya tentu tahu Gatot tipe orang yang blak-blakan jika bicara. Gatot tak malu-malu bicara soal kekurangannya. Gatot tak malu untuk bilang, "Aku iki wong bodo. Sekolah Dasar wae ora rampung.” (Aku ini orang bodoh. Sekolah Dasar saja tidak selesai).

Soal sekolah cuma SD, Gatot bukan satu-satunya di masa revolusi. Jumlah orang yang bisa baca-tulis diperkirakan hanya sepersepuluh orang Indonesia saja. Kolonel lain yang sekolahnya cuma SD adalah Kolonel Soengkono. Seingat Djatikusumo sebagai pelaku sejarah zaman revolusi, “Tapi harus dicatat, di kalangan rakyat yang didengar justru orang-orang militer ini.”

Dengan sekolahnya yang katanya cuma SD, Gatot Subroto adalah tentara yang tahu diri. Dia rela dipimpin oleh orang usianya lebih muda, tapi berpendidikan lebih dari Gatot Subroto. Orang muda yang pernah jadi atasannya adalah, Abdul Haris Nasution, sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad).

Gatot Subroto juga tidak masalah ketika Soedirman yang pengalaman militernya di bawah Gatot menjadi Panglima Besar TKR (kini TNI). Gatot Subroto, seperti dicatat Abdul Haris Nasution dalam Tingkah laku politik Panglima Besar Soedirman (1983:14), sebagai sesama orang Banyumas, Jenderal Soedirman biasa disapa “Dek Dirman” oleh Gatot Subroto.

Sosok Gatot Subroto tentu tak cuma masuk dalam buku sejarah tapi dalam film juga. Film Kereta Api Terakhir (1981) cukup menggambarkan sosok Gatot Subroto. Sosoknya diperankan aktor Sundjoto Adibroto. Di film itu, Gatot suka bicara dalam dialek Banyumasan. Gatot adalah kelahiran Keresidenan Banyumas. Pada beberapa adegan, berkali-kali Gatot memanggil bawahannya monyet. Dia tergambar sebagai sosok yang dekat dengan bawahan, tidak pelit dan terkadang jahil.

Baca juga artikel terkait GATOT SUBROTO atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Humaniora
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Suhendra