tirto.id - Teroris disebut membutuhkan media massa untuk menyebarkan rasa takut di masyarakat. Untuk mendapat perhatian media, peneror rela melakukan aksi dengan membawa keluarga, seperti yang terjadi di Surabaya dan Sidoarjo.
Pendapat itu dikemukakan Peneliti dari Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia Solahudin. Menurutnya, teroris pasti mengerti nilai berita.
"Teroris ini oksigennya media [...] Ini sebabnya modus memakai anak dan perempuan [dalam aksi teror] itu ada berbagai alasan. Salah satunya mereka tahu kalau pria dewasa meledakkan diri sudah biasa, tetapi kalau ibu dan anak itu baru luar biasa dan dapat coverage luas," kata Solahudin di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informasi, Jakarta, Rabu (16/5/2018).
Aksi teror oleh keluarga dilakukan di Surabaya dan Sidoarjo pada Minggu (13/5/2018) dan Senin (14/5/2018). Saat itu Dita Supriyanto, Anton, dan keluarga terakhir yang identitasnya belum diungkap meledakkan bom di tiga gereja, rusunawa, serta Markas Polres Kota Surabaya.
Solahudin berpendapat, dilibatkannya perempuan dan anak dalam teror bisa jadi untuk melancarkan aksi itu. Menurutnya, perempuan dan anak-anak lebih sulit diidentifikasi serta dicurigai aparat keamanan.
"Kedua, untuk mendapatkan coverage media dan pesan ini disampaikan ke jaringan mereka sendiri, provokasi ke jaringan pesannya istilahnya 'anak-anak saja berani masa pria ga berani'. Alasan ketiga, itu upaya melakukan teror," ujar Solahudin.
Imbauan agar media tak dimanfaatkan oleh teroris disampaikan Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo. Menurutnya, media harusnya tidak berlebihan memberitakan peristiwa teror.
Yosep juga meminta wartawan rajin mengklarifikasi dan verifikasi informasi. Ia mencontohkan perlunya klarifikasi dan verifikasi dilakukan dengan peristiwa penemuan benda mencurigakan di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (15/5/2018).
"Yang muncul adalah gambar-gambar anggota TNI mengepung kemudian blokir oleh polantas. Padahal di sana karton itu mungkin isinya Indomie. Lakukan klarifikasi dulu baru beritakan ![...] Menurut saya di sinilah butuh profesionalisme wartawan," ujar Yosep.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Yantina Debora