tirto.id - Masih ingat dengan Arcandra Tahar?
Dia saat ini menjabat Komisaris Utama PT. Perusahaan Gas Nasional (PGN) yang sepanjang 2016 hingga 2019 menjabat sebagai Wakil Menteri ESDM. Namanya melejit pada Oktober 2016 karena memiliki dua kewarganegaraan sekaligus—Indonesia dan Amerika Serikat.
Arcandra awalnya diangkat sebagai Menteri ESDM, namun akhirnya dipecat oleh Presiden Joko Widodo setelah 20 hari menjabat persis karena perkara kewarganegaraan ganda itu. Pengangkatan sebagai menteri dianggap ilegal dan Jokowi dinilai kecolongan.
Hari ini kasus yang kurang lebih serupa terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT). Orient P. Riwu Kore, yang ditetapkan sebagai pemenang Pilkada 2020 di sebuah kabupaten kecil bernama Sabu Raijua, ternyata merupakan warga negara Amerika Serikat. Kemenangannya dipastikan oleh KPU Kab. Sabu Raijua setelah menggelar rapat pleno pada 23 Januari lalu.
Didukung oleh tiga partai besar—PDIP, Partai Demokrat, dan Partai Gerindra—dan dana kampanye Rp280 juta, Orient dan Thobias mendapat 21.359 suara atau setara 48,3 persen dari total suara yang masuk. Ia mengalahkan dua pasangan lainnya. Dua politikus senior dari PDIP dan Partai Demokrat, Herman Hery dan Benny K. Harman, menjadi tim kampanye.
Menurut data LHKPN, Orient memiliki harta senilai Rp33 miliar. Dia punya tiga sertifikat tanah dan bangunan di Alabama dan California, Amerika Serikat, dengan harga sekitar Rp7,5 miliar, Rp11,2 miliar, dan Rp12,9 miliar. Luas tanah dan bangunan di Amerika Serikat itu jauh melebihi tanah dan bangunan yang ia miliki di Kupang.
Dalam informasi yang dilampirkan ke KPU, Orient mengaku menghabiskan masa kecil hingga bangku perkuliahannya di Indonesia. Ia adalah sarjana Ilmu Administrasi Niaga, Universitas Nusa Cendana. Saat mahasiswa, dia aktif sebagai anggota Resimen Mahasiswa (Menwa) dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).
Mulai dari 1984 hingga 1992, ia bekerja di Indonesia, dan mulai merantau dan bekerja di Amerika Serikat pada 1994. Ia bekerja di Los Angeles Telecomunication sebagai Manager Keuangan hingga 2001, kemudian berpindah ke Weave Communication sebagai Operation Manager hingga 2004. Jabatan terakhirnya adalah Direktur Operation di Digital Communication Group hingga 2007.
Informasi bahwa sang bupati terpilih merupakan warga negara Amerika Serikat diumumkan oleh Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kab. Sagu Raijua Yugi Tagi Huma kemarin lusa (2/2/2021). Informasi tersebut didapat langsung dari Kedutaan Besar Amerika Serikat. “Pihak Kedubes Amerika Serikat di Jakarta sudah memberikan konfirmasi dan mengiyakan bahwa yang bersangkutan masih berkewarganegaraan AS,” kata dia, mengutip Antara.
Dugaannya sendiri telah muncul sejak jauh-jauh hari. Karena kecurigaan pula Yugi mengatakan pihaknya sudah mengirim surat ke keimigrasian Kupang dan Kemenkumham. Bawaslu Sabu Raijua juga sudah mengirim surat kepada Kepala Kantor Imigrasi NTT pada 5 September dan kepada Kedubes Amerika Serikat di Jakarta pada 10 September—saat masih proses verfikasi.
Atas dasar itu pula ia mengaku sudah mengingatkan penyelenggara pemilu agar tidak terburu-buru melakukan penetapan.
Balasan dari pihak paling berwenang baru diterima setelah ada penetapan, yaitu pada 1 Februari. Ia akhirnya mengirim surat kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat untuk meminta tanggapan mengenai masalah ini.
Yugi menilai Orient telah membohongi publik sekaligus mencederai sistem politik Indonesia karena UU No. 10 Tahun 2016 jelas menyebut bahwa syarat menjadi calon kepala daerah adalah warga negara Indonesia. “Meskipun proses tahapan ini berlalu, tetapi meninggalkan cacat hukum,” kata Yudi, 1 Februari lalu.
Dia mau kasus ini diserahkan ke kepolisian.
Belum Jelas
Temuan dari Bawaslu Sabu Raijua dan Kedubes Amerika Serikat berbeda dengan KPU NTT. Ketua KPU NTT Thomas Dohu mengatakan Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) NTT memastikan Orient berstatus WNI. “Yang bersangkutan adalah benar WNI, alamat sesuai KTP,” kata Thomas saat memberikan laporan kepada KPU Pusat, kemarin lusa (2/2/2021).
Komisioner KPU Evi Novida Ginting mengatakan KPU Sabu Raijua dan KPU NTT sudah melaksanakan tugas sesuai ketentuan. Karena telah melakukan klarifikasi kepada Disdukcapil, Evi menilai tak ada sengketa yang terjadi. Oleh karena penetapan tetap dilakukan pada 23 Januari lalu.
“Berdasarkan informasi dari KPU provinsi, saat ini dokumen usulan calon terpilih sudah sampai di Mendagri dan dinyatakan sudah lengkap,” Evi memberikan keterangan tertulis kepada wartawan, Rabu (3/1/2021) siang. “Setelah semua tahapan selesai dilaksanakan oleh KPU Saburaijua, yaitu penetapan, maka diserahkan kepada Menteri Dalam Negeri untuk proses pelantikan melalui pemerintah provinsi.”
Rabu sore, Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh memberikan penjelasan lebih jauh terkait status kewarganegaraan Orient. Dia bilang Orient awalnya memiliki NIK DKI bernomor 0951030710640454 dalam pangkalan data Sistem Kependudukan (Simduk). Ia terdata tahun 1997 dengan alamat Kelurahan Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Itu artinya, data tersebut tercatat tiga tahun setelah Orient menetap di Amerika Serikat—jika mengacu data diri di kanal KPU.
Setelah itu, pada 19 Februari 2011, NIK Simduk tersebut dikonversi menjadi NIK Nasional menjadi nomor 3172020710640008 sebelum program KTP elektronik. Lalu, pada 28 Agustus 2018, Orient melakukan perekaman KTP elektronik di Jakarta Utara masih dengan alamat Kelurahan Papanggo.
Pada 10 Desember 2019, Orient melakukan pindah data ke Kelurahan Melawai, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dengan Nomor SKPWNI/3172/10122019/0096. Kemudian ia mengajukan permohonan pindah lagi ke Kelurahan Nunbaun Sabu, Kecamatan Oebobo, Kupang, melalui surat yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Dukcapil Jakarta Selatan. Surat itu dikirim pada 30 Juli 2020 perihal permohonan penerbitan Surat Keterangan Pindah WNI (SKPWNI).
Pada 3 Agustus 2020, Kepala Dinas Dukcapil Kota Kupang mengajukan permohonan surat penerbitan SKPWNI untuk Orient kepada Kepala Suku Dinas Dukcapil Jakarta Selatan dengan nomor surat DKPS.KK.470/651/VIII/2020. Pada tanggal 3 Agustus 2020 diterbitkanlah SKPWNI pindah yang bersangkutan.
“Berdasarkan riwayat dalam database kependudukan, Orient masih tercatat sebagai WNI,” simpul Zudan lewat keterangan tertulis.
Hari itu juga Zudan mengaku telah menghubungi Orient untuk meminta informasi bagaimana mungkin memiliki paspor Amerika Serikat tanpa melepaskan status WNI. Kata dia, Orient memiliki paspor Indonesia yang diterbitkan tanggal 1 April 2019. Zudan juga mengaku menghubungi Dirjen Imigrasi dan Dirjen Administrasi Hukum Umum Kemekumham terkait dengan paspor dan kewarganegaraan Orient.
“Dan benar paspor tersebut diterbitkan oleh pihak Imigrasi karena Orient belum pernah melakukan pelepasan kewarganegaraan sebagai WNI untuk menjadi WNA,” kata Zudan.
Meski mengatakan Orient WNI, ia mengaku masih akan tetap mengkaji lebih dalam soal ini bersama Kemenkumham. “Apabila terbukti Orient Riwu Kore adalah WNA,” kata dia, “maka KK dan KTP elnya akan dibatalkan oleh Dinas Dukcapil.”
Peneliti kepemiluan dari Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif Ikhsan Maulana mengatakan semua pihak yang ikut serta dalam penyelenggaraan pemilu—KPU, Bawaslu, hingga Kemendagri—harus bertanggung jawab terhadap kasus ini. Seluruh pihak harus bersama-sama melakukan penyelarasan data kependudukan Orient.
“Perlu ada pemeriksaan lebih lanjut apakah penerbitan KTP elektronik sebagai syarat pendaftaran bakal paslon ini, karena akibat kesengajaan atau kelalaian,” kata Ikhsan saat dihubungi wartawan Tirto, Rabu siang.
Jika memang dia merupakan WNA, Orient tidak memenuhi syarat sebagai calon kepala daerah.
Selain itu ia juga terancam sanksi. Pasal 180 ayat (2) UU Pilkada mengatur sanksi pidana bagi siapa saja yang dengan sengaja melakukan perbuatan hukum menghilangkan hak seseorang menjadi paslon atau paslon yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana pasal 45.
Ikhsan juga mewanti-wanti agar penegakan hukum kasus tersebut tidak boleh hanya sampai dengan merekomendasikan Orient diserahkan ke polisi karena dianggap membohongi publik dan merusak sistem pemilu.
“Harus ada pemeriksaan lebih lanjut apakah ada pihak terkait lain yang ikut mendorong terjadinya perbuatan Orient ini? Karena jika melihat kasus ini, sangat sulit jika ini hanya berdiri sendiri atau dilakukan oleh Orient semata. Jika ada keterlibatan pihak lain, sanksi pidana di UU Pilkada juga bisa menjerat pihak terkait itu.”
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino